Kata “kotor” ( dirty ) pun merambah viral dalam beragam aktivitas manusia: segala sesuatu yang dianggap jelek dan bahkan buruk bahkan menjijikan. Menerpa benak hati dan pikiran serta emosi berbagai lapisan masyarakat: di kalangan yang berpendidikan, intelektual, bahkan orang-orang awam sekalipun. Itulah konsekuensi dari relasi sosial yang serba bebas, terbuka dan lepas kendali
Bentukan kata kotor menjadi kotoran: Dalam relasi sosial merupakan buah pikiran, emosi yang mengalir deras dari pikiran ke bibir dan lidah serta tangan: bisa jadi berbentuk kata-kata atau ujaran, gambar, suara atau video yang merepresentasika sikap benci dan dengki, jengkel, kesal terhadap situasi dan kondisi yang tidak kunjung baik-baik saja. Ujaran-ujaran kotor ditelan, dicerna atau diolah dan mungkin langsung dibuang kembali sebagai kotoran: yang menyebar diantara kehidupan manusia. Makhluk yang bernama manusia tidak memiliki kemampuan yang sama dalam memilah, memilih dan mengolah kotoran: Di mana pun, kapan pun dan dengan siapa pun. Kotoran yang melampaui kapasitas kemampuan daya dukung nalar dan emosi serta segala tindakan manusia dan lingkungannya akan menimbulkan relasi sosial beracun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H