"Curhat adalah gerbang menurunkan kesehatan jiwa. Ini agar lebih senditig terhadap kualitas gidup. Setiap remaja pasti berbeda dalam menangani kualitas hidup. Medsos selalu menampilkan yang bagus, orang tidak perlu kehidupan pribadi. Padahal setiap hidup memiliki masalah," terangnya.
Tyas juga membahas mengenai stress. Menurutnya ada dua jenis yakni eustress (stress yang baik) dibutuhkan kemampuan tata kelola yang baik dalam mengelola stress dan distress (stress negatif) perilaku dan pemikiran sudah tertanggu. Ada self hurt atau melukai diri.
 "Masalah kesehatan jiwa itu relasi antar mnusia baik dalam keluarga, tempat kerja, maupun ruang lingkup sosial. Jika bicara remaja, katakanlah pada tahun 2000-an. Orangtua nya hidup di jaman apa? Maka ortu 2000-an juga harus tau ortunya ditahun berapa," kata Penulis yang juga Dosen dan Psikolog Sosial, Nani I R Nurachman.
Dari perjalanan masyarakat Indonesia, dilanjutkannya pernah mengenal lost generation, trauma, inter generalition trauma. Ini bisa sebagai bentuk refleksi. Jika bicara tentang refleksi dan dikaitkan dengan remaja yang bersibuk diri dengan tekonologi digital.
"Jika berbicara tentang berpikir ini mengacu multi tasking maka multi thinking. Bagaimana orangtua membuat panduan dan mewariskan kepada anak-anak tentang hidup sehat," ucapnya.
Saat ini pemerintah benar-benar memperhatikan kesehatan jiwa karena berakaitan dengan SDM. Pendekatan multikultural pun menurutnya sangan dibutuhkan.
Dalam sesi ini juga dihadiri oleh Head of Into The Light Indonesia Ida Ayu Prasasti, Wartawan Desk Humaniora Harian Kompas Evy Rachmawati, serta Peliput desk Humaniora Harian Kompas Deolisa Arlinta, dan moderator acara Wartawan Desk Humaniora Harian Kompas Sekar Gandhawangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H