Suatu sore, Dinda ditugaskan kantor untuk dinas luar kota (DLK) untuk keberangkatan esok pagi. Ia pun akhirnya mengiyakan perintah kantor.
"Pukul jam 08.00 pagi ya kumpul di kantor," katanya.
"Ok pak kabid," jawabnya.
Jam berganti jam dan waktu pun berlalu. Alarm sahur pun berbunyi. Artinya sudah pukul 04.00 WIB. Dengan rasa malas yang memuncak Dinda harus menggerakkan tubuhnya agar bisa sahur mengingat perjalanan yang ditempuh dengan jalur darat itu memakan waktu yang lama.
Wanita seperempat abad itu, pergi menyantap makan sahur seadanya dengan lauk telur dadar bertabur cabai rawit. Itulah makanan kesukaannya. Kalau tidak karena DLK, ia hanya akan minum mineral.
"Kreuk kreuk," terdengar suara tapi bukan dari ponsel atau mulut seseorang. Tiba-tiba perutnya melilit. "Omaigaaat, pake acara mules pula," celetuknya.
Padahal setelah sahur, sudah Dinda niatkan untuk scroll media sosial sambil menunggu bedug subuh. Langsung lanjut tidur sampai pukul 07.15 WIB. Namun, keadaan membuatnya berubah dari rencana awal.
Meski sempat tidur sejak pukul 06.45 WIB, itu dirasa cukup cepat. Satu panggilan tak terjawab pada pukul 08.30 WIB terlihat layar hp tipisnya. Sementara ia masih berselimut manja.
Satu pesan singkat wa pun muncul sebagai pemberitahuan. "Buruan ya kita gabung sama rombongan kalau bisa jam 08.45 sudah sampai di kantor," tulis Kabid.
"Izin, bukannya jam 08.00 WIB ya pak kabid?" balasnya.
"Waduh," katanya sambil bertanya, "Sekarang dimana?"
"Ini di rumah masih siap-siap," balas Dinda lagi sambil menyambar pakaian handbody dan pakaina yang ada. Touch up tipis-tipis. Beruntung saja karena sudah sikat gigi dan cuci muka.
Motor matic nya pun segera dikeluarkan dari ruang tamu. Wanita yang tinggal di rumah subsidi pemerintah itu belum memiliki garasi. Tak butuh waktu lama, untuk mengegas motor yang baru dibelinya beberapa bulan lalu.
"Aiiish," katanya dengan embel-embel, "Pakai acara harus buka dan tutup pintu gerbang segala. Pak kabid pun ada-ada aja kasih taunya dadakan."
Di perjalanan menuju kantor, ia mengingat-ingat adakah yang tertinggal atau adakah pintu atau jendela yang belum terkunci. Lagi-lagi berkhutbah di jalan dilakukan. "Ok, udah semua."
Dinda tak menyangka jika perjalanannya menuju kantor disertai dengan drama jalan macet. Ia pun merasa ingin misuh-misuh namun apadaya memang jam segitu, jam-jam macet.
"Pasti bakal telat ini. Bilang aja nanti macet," begitulah ide yang ada di kepala gadis berkerudung hitam.
Dan benar saja, Dinda pun telat lima menit. Beruntung, masih ditunggu rombongan. Mengingat bos besar belum keluar dari rumah dinasnya. Feeling Dinda tak pernah salah, pasti selalu ada kemoloran keberangkatan. Benar saja pukul 09.10 WIB baru berangkat DLK.
Belum lama bertolak, mobil Patwal melipir ke masjid. "Ada apa?" kata kawan sebelah.
Ternyata bos besar sakit perut. "Mungkin salah makan," ujarku lirih di sebalik masker.
Sekitar menunggu 15 menit, rombongan diarahkan untuk bersiap. Mobil bos pun persis berada di belakang mobil patwal.
"Lets go," seru kami.
Perjalanan DLK kali ini benar-benar menguras energi. Bukan ingin menyalahkan puasa, rasanya ingin mokel.
"Udahlah iman setipis kertas, jalan masih panjang. Mana bergelombang dan rusak. Ini DLK apa DLK," keluh kawan yang duduk di bangku tengah.
Perjalanan kali ini ke daerah yang berada di ujung Bumi Lancang Kuning. Tepatnya di daerah Indragiri Hulu (Inhu) dan Indragiri Hilir (Inhil). Jalannya benar-benar menantang melewati jalan rusak dna bergelombang serta perbaikan tarup yang kerap longsor dan abrasi.
Jalan lintas itu masih sempit. Kerap pengendara mengeluh. Belum lagi dilewati mobil bertonase besar serta mobil batu bara. Rasanya berada di negeri dagelan.
Sesampainya di tempat penginapan, biasanya arah kiblat telah ditentukan. Namun, Diana tak kunjung menemukan. Ia pun kemudian mencari dengan aplikasi kompas.
Saat menjalankan ibadah, ia tak mengira jika Akira berada di ranjang lantaran dibalut selimut putih. "Kaka, jangan bilang udah salat?!" katanya.
"Udah," jawabnya.
"Aaaa.. Gimana ini?" serunya.
"Iya tadi pakai kompas arahnya ke sana. Daripada aku salah arah. Tenang, Tuhan tau kok maksud ibadah ini," terangnya seraya menenangkan Akira.
"Kaka ini. Yasudahlah yang penting tak salah arah," ujar Akira mengalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H