Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Hampir Menjadi "Bang Toyib" karena Covid-19 dan Merantau

1 April 2023   14:02 Diperbarui: 1 April 2023   14:13 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemeriksaan suhu tubuh oleh Petugas Klinik Pelabuhan KKP wilayah kerja Sungai Duku, Pekanbaru, pada covid-19 lalu. Foto: Sofiah.

Covid-19. Setiap orang pasti memiliki cerita dibalik virus asal wuhan yang masuk ke tanah air pada Maret 2020. Akses udara, darat, dan laut secara perlahan ditutup permamen. Dari awalnya hanya dua minggu sampai tidak diketahui pasti masuk jilid berapa sudah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disetiap daerah yang ada di Indosia.

Terpukul? Pasti. Siapa sangka virus ini ternyata mematikan. Tak sedikitnya yang menjadi korban covid-19. Rumah sakit berjubel pasien, ambulan beriring-iringan mengantar korban yang mirisnya keluarga tak diperbolehkan melihat, pelarangan mudik, work home home (WFH), dan masih banyak lagi.

Dari rentetan kejadian itu, sebagai anak rantau yang bekerja di ibukota Provinsi Riau, yakni Pekanbaru, pun mengalami dampaknya. Seya pikir tidak hanya sendiri, teman-teman di daerah lain pun mengalami hal yang sama tidak bisa berjumpa dengan orang terkasih khsusunya pada ramadan dan hari raya idul fitri 1441 H tahun 2020.

Jika, mendengar ego siapa yang tidak ingin pulang ke kampung halaman tepatnya di Rokan Hulu (Rohul), Riau. Ya, sekitar 5 jam dari Pekanbaru karena kampungku berada di pelosok tepatnya Desa Pasir Luhur, Kecamatan Kunto Darussalam. Beberapa jalan masih ada yang tanah, kadang bisa becek, dan lain sebagainya.

Di rantau hanya sendiri. Puasa terasa hambar apalagi jika sudah memasuki buka puasa dan sahur. Sebagai orang lapangan, kadang, sesekali saya ke kantor untuk bisa buka bersama. Kebetulan kantor menyediakan bukaan. Biasanya saya lakukan saat sedang rindu dengan orang rumah. sehingga mengobrol dengan orang kantor bisa menjadi obat.

Awalnya, saya ingin sekali pulang. Mengingat orangtua sudah sepuh, saya mencoba memberi pengertian dan pemahaman terkait tidak pulangnya saya ke rumah. meski sebenarnya bertolak belakang dengan hati saya. Rasanya, lebaran 2020 cukup mengisahkan kepediahan. Namun, dibalik itu pasti ada hikmahnya.

Dari  lima bersaudara, saya sebagai anak ke-empat berada di Pekanbaru. Abang saya yang kedua dan istrinya berada di Aceh. Beruntung abang pertama, kaka, dan adik berada di kampung yang sama. Sehingga, masih ada yang menemani orangtua di rumah. Meski, abang pertama dan kaka saya sudah menikah, setidaknya saat hari besar ada di samping orangtua.

Hari terus berjalan. Covid-19 pun masih belum juga musnah dari bumi. Bahkan di 2023 ini virus tersebut dikatakan masih ada di planet bumi ini. Tak sedikitnya, saat acara besar harus tetap mematuhi protokol kesehatan bahkan terkadang swab.

Flash back, ke ramadan 2021. Aku pun tak menyangka, jika setelah resign harus merantau ke Jawa karena suatu alasan pendidikan formal yang menghabiskan waktu satu tahunan hingga April 2022. Tentunya, kepergianku ke tanah Jawa pada akhir Februari 2021 menjadikanku tidak bisa menjalani puasa ramadann dan lebaran di rumah.

Cukup teriris hati ini, namun lebih sakit saat 2020. Sebab, masih satu provinsi tapi tidak pulang. Jika 2021, tentunya selain transportasi yang cukup mahal, berbagai persyaratan dan prosedur pun banyak yang harus dijalani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun