Usia sang istri pun 39 tahun. Dengan penuh harap ia mendapat momongan. Dengan penuh ikhtiar juga mereka pergi mencari dokter kandungan lain.
Sampailah kepada dokter si penulis "catatan #pejuanggarisdua" tepatnya di daerah Ciputan, Tangerang Selatan. Ia dengan senang hati diperbolehkan makan jenis protein apa saja, tidak harus dari telur. Itu yang membuatnya senang kepalang, karena bisa makan protein yang dibakar juga.
Mereka cukup senang karena program yang dijalani cukup santai tidak seperti sebelumnya. Dan akhirnya ada kehidupan di janinnya lagi.
Tak sampai di sini, saat usia kandungan enam bulan, suaminha terkena gejala struk. Dimana saat itu sudah masuk awal pandemi. Ia pun sempat diopname karena pendarahan.
Berbagai drama pun dialami pasangan yang akhirnya bisa memiliki momongan dengan kurun waktu 18 tahun. Sang buah hati lahir sepekan sebelum waktu yang ditentukan. Operasi caesar pun dilakukan.
Ia dan buah hati sempat dirawat di NICU. Suami pun kemudian melakukan operasi karena jantungnya tinggal 15% sehingga tidak mungkin harus terapi.
Sel telur yang masih ada dua pada sang ibu. Lalu, ia bertanya pada suaminya, apakah akan ikut program lagi. Sang suami, menjawab lihat nanti ya. Mereka sangat berbahagia karena telah memiliki buah hati setelah 18 tahun menunggu.
Cerita lain datang dari pasangan yang tinggal di daerah Banten dengan suami keturunan Arab. Sang istri berumur 34 tahun dan suami lebih muda enam bulan daripada suami.
Saat menikah, wanita 34 tahun itu menjabat sebagai manajer di perusahaan mentereng yang notabenenya bergerak di minyak dan gas. Sehingga, sesekali perlu mengecek kondisi di lapangan.
Bahkan, suatu ketika ia barusaja memiliki keturunan, kantor menginginkannya untuk datang, "yang kubutuhkan otakmu kok," begitu kata atasannya (2021:86). Ranjang pun telah disediakan agar ia bisa bekerja sambil berbaring.
Singkat cerita, lima tahun menjkah mereka pun memutuskan untuk mengikuti promil. Dimana usianya sudah mencapai 39 tahun. Usia yang tak lagi muda bagi seorang perempuan.