Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Paket Lengkap Kemping Ceria di Puthuk Gragal

13 November 2022   12:31 Diperbarui: 13 November 2022   12:34 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto: Para pendaki saat bercengkrama di Puncak Puthuk Gragal, Mojokerto, Jawa Timur. Foto: Sofiah.

Berada di kawasan Gunung Arjuno Welirang, Puthuk Gragal dengan ketinggian 1480 MDPL menjadi tujuan akhir pekan untuk relaksasi pikiran. Dua air terjun menjadi saksi perjalanan menuju puncak perisitirahatan.

---

Jumat, dianggap sebagai penutup hari kerja dan pembuka akhir pekan untuk keberlangsungan hidup penghuni planet bumi bernama manusia. Ya itu udah pasti, apalagi untuk budak corporate eh maksudnya pekerja keras yang kerap dianggap tidak mengenal waktu libur. Saat itu, untungnya aku sudah terbebas dari julukan yang menyeramkan namun diidam-idamkan banyak orang.

Di akhir pekan kali ini, para cewe yang beranggotakan delapan orang tidak mau tertipu lagi dengan para cowo yang berjumlah enam orang itu. Dimana mereka telah sembunyi melakukan traveling pada pekan sebelumnya.

Mereka seolah termakan pepatah, "sepandai-pandai tupai melompat akan jatuh juga." Beberapa dari mereka tidak tahan untuk membuat story perjalanan tepatnya ke salah satu air terjun yang berada di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Air Terjun Kakek Bodo, namanya.

Sementara, satu dari yang lainnya keceplosan. "Kami kemarin dari sana," ungkap laki-laki berkacamata yang berperawakan jangkung bernama Tyo.

Teng teng teng, dari situlah para wanita tersulut dan membuat rencana pergi jalan-jalan sebelum program Outdoor Training Class MS 88 di SMPN 3 Sidoarjo yang saat itu akan berakhir dalam dua pekan mendatang Februari 2022.

Sebagai informasi, kami yang beranggotakan 14 orang ini adalah siswa/i Masteryng System (MS) dari Lembaga Kursus Basic English Course (BEC) Pare, Kediri, Jawa Timur. Jadi, ketika sudah masuk program MS maka kami pun harus menyelesaikan salah satu praktik kelas Outdoor Training Class. Setiap siswa/i MS akan tersebar di berbagai daerah baik di wilayah Jawa Timur maupun ke luar provinsi.

Perihal perjalanan mendaki ke Puthuk Gragal yang memiliki ketinggian 1.480 MDPL, sebenarnya itu salah satu opsi dariku yang kebetulan disetujui oleh geng cewe lantaran memiliki paket lengkap seperti hutan, coban, dan savana. Sebenarnya, tujuan awal yakni ke Penanggungan, namun karena masih banyak yang pemula, bukit yang masuk kawasan Gunung Arjuno Welirang ini pun masuk dalam list kemping ceria.

Sampailah di hari H - Sabtu pagi sebelum mengajar ke kelas kami pun berdiskusi di markas kami yakni aula sekolah yang ruangannya di design seperti ruang rapat DPR. Selain diskusi materi, tentunya kami pun diskusi mengenai keberangkatan ke Puthuk Gragal.

Melalui rapat pleno eaak pukul 3 sore pun akhirnya diputuskan siapa saja yang ikut mendaki. Hasilnya hanya lima orang yang bakal nanjak, dua laki-laki yakni Fauzi dan Tyo sementara sisanya tiga cewe yakni aku, Vivi, dan Mila.

Awalnya most of us ingin ikut, namun karena alasan tertentu seperti tidak diizinkan oleh orang tua, harus pulang kampung, harus ngajar kelas online malam, dan ada yang sakit,  menyebabkan mereka tidak bisa ikut.

Fauzi pun bergerak cepat untuk mendapatkan sewa peralatan seperti tenda, nesting, serta mobil. Itu dilakukannya karena ia putra daerah dan yang paling paham medan di sana. "Nanti kita berangkat jam 7 malam ke Phutuk Gragal ya guys," jelas Fauzi di ruang Aula Sekolah.

Sementara yang lain, khususnya cewe-cewe sibuk menyiapkan pakaian apa yang harus dikenakan. Seheboh dan seribet itulah cewe. Jujur, ini emang ga direncakan main ke alam dan niatnya outdoor jadi ini serba dadakan.

Diantara kami bertiga, Vivi lah yang paling heboh. Namun, dia terlihat yang paling siap. Sebab, pakaian yang kerap ia pesan melalui aplikasi online cukup mendukung. Sementara aku dan Mila, hanya mengenakan pakaian ala kadarnya yang setidaknya mirip pakaian olahraga dan serba hitam. Kendala kami berdua hanya sepatu. Mila memakai sandal jepit sementara aku memakai sendal rumah milik Bu Bekti si pemilik penginapan yang sekaligus guru di SMP itu.

Jam telah menunjukan pukul 7 malam. Namun, belum ada tanda-tanda dan pergerakan dari kaum adam. Kami yang sudah siap berkemas pun akhirnya menghubungi, namun ternyata mobil masih digunakan untuk mengantar penumpang lain.

Pikirku, hanya akan terlambat satu jam. Nyatanya, pukul 9 malam mobil baru sampai. Sehingga, muka badmood dan ngantuk serta bermalas-malasan untuk berangkat pun terpampang nyata dari wajah kami para cewe. Namun, ujung-ujungnya tetap berangkat. Tanjakan Celeng Puthuk Gragal seolah-olah memanggil kaki kami untuk segera mengeluarkan energi penuh dalam tubuh. Begitulah yang tertanam dipikiran kami efek dari menonton tayangan di youtube yang berkisah tentang pendakian di Puthuk Gragal.

Perjalanan menuju Mojokerto pun diiringi dengan rintik hujan. Itulah yang menyebabkan rekan kami mba Yuyik tidak bisa ikut. Ia pun yang memberi tahu kami bahwa di tempat tinggalnya hujan.

Perjalanan kami serahkan ke Fauzi dan mas driver yang merupakan saudaranya. Selain itu, maps pun menjadi bagian penunjuk arah agar kami tidak tersesat.

Drama perjalanan pasti ada dan memiliki beragam cerita lucu, unik, bahkan memalukan. Layaknya Mila yang tidak bisa memakai AC dan mengharuskan kaca jendela mobil terbuka. Parahnya ketika pertukaran udara saat melewati truk sampah.

Lanjut, ke Vivi yang begitu ceria saat sebelum berangkat berubah saat perjalanan hampir sampai. Drama muntah itu berujung selama perjalanan mendaki.

Pukul 00.30 dini hari kami sampai di pintu masuk pendaftaran Puthuk Gragal. Lalu, kami mengisi buku tamu dan mendaftar dengan biaya 10 rb per orang. Untungnya tidak begitu mengantri, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa melihat indahnya Puthuk Gragal dengan nyata, seperti yang di ulas oleh para youtuber maupun blogger. Jika tidak ada halangan dua jam bisa sampai ke Pos 4 yang memiliki ketinggian 1.238 MDPL.

Kami pun mulai menyusuri jalan semen yang juga ada aliran air yang terbuat dari semen. Aliran air ini berasal dari air terjun. Lalu, kami pun melewati sungai. Tidak perlu khawatir karena sudah ada jembatan kokoh di sana. Kemudian, perjalanan yang sebenarnya pun dimulai. Kami pun menapaki tanah merah, lalu becek, karena terkena hujan sebelumnya. Namun tak menyurutkan kami, karena gemercik Air Terjun Coban Cakung.di Pos 1 Watu Ceper terdengar lantang di telinga kami. Suasana horor pun tak terasa sama sekali.

Meski begitu, setiap perjalanan tentulah memiliki kisah yang berbeda. Hal itu dirasakan Vivi sebagai pendaki pemula yang mengaku tidak ingin mendaki lagi lantaran melalui banyak hal.

"Udah guys, kalian lanjut aja, biar aku di sini sendiri," ujar Vivi pada kami saat berada di pertengahan jalan menuju Pos 2 setelah berhasil melewati Tanjakan Opo yang bikin merinding lantaran terjal. Kami pun menenangkannya agar tidak patah semangat. Apalagi dia ingin sekali memberi teman-temannya bahwa dia berhasil melakukan pendakian pertama kalinya di Pulau Jawa.

Puncak adalah bonus dan bukanlah tujuan utama, namun bagaimana menghargai proses dan tidak mementingkan ego dalam perjalanan adalah yang terpenting. Ternyata benar, main ke alam khususnya gunung akan membuat kita mengetahui sifat asli seseorang.

Tak lama kompor dan nesting pun dikeluarkan Fauzi lalu merebus air dan membuat minuman hangat. Mengutamakan Vivi terlebih dahulu agar cepat sehat. Hampir satu jam kami berhenti di tempat duduk kayu gelondongan yang sudah beratapkan seng. Sepertinya itu tempat yang dibuat oleh penjaga alam di sana.

Keterangan foto: (kanan ke kiri) aku, Vivi, dan Mila.
Keterangan foto: (kanan ke kiri) aku, Vivi, dan Mila.

Kami pun mengabadikan moment dengan memotret langit dan pendaki yang berseliweran. Langit dini hari benar-benar penuh bintang. Bercahaya. Kamera dari smart phone Tyo pun sangat mendukung untuk mengabadikan. Hasilnya benar-benar bagus. Kami percaya harga tidak membohongi hasil. Bagaimana tidak harga satu telepon genggamnya bisa untuk beli sepeda motor.

"Ayo guys berangkat lagi, aku udah siap," ajak wanita asal Lampung itu secara tiba-tiba kepada kami yang membuat shock, bingung, dan senang. Pokoknya, susah diungkapkan dengan kata-kata. Tanpa menunggu lama kami pun bergegas mengangkat tas dan melanjutkan perjalanan.

Pos dua dan tiga yang dipenuhi dengan vegetasi hutan hujan tropis telah kami lewati. Pipa air pun mulai terlihat. Lantaran tidak terkontrol beberapa bocor dan mengakibatkan becek apalagi jika didukung hujan akan makin parah.

Meski Vivi masih dengan drama yang sama namun ia terlihat lebih baik, bersemangat, dan bertenanga. Beberapa tempat yang memiliki akar-akar besar berhasil kami takhlukkan. Saling tunggu dengan pendaki lain bukanlah masalah, justru itu menjadi tanda kedekatan dan mengenal satu sama lain hingga akhirnya berbagi makanan dan minuman. Tanpa terasa sampailah kami di pos 4 tapat pukul 04.00.

Pos terakhir ini adalah tempat para pendaki berhenti untuk beristirahat. Di pos ini benar-benar bisa istirahat dengan nyaman dan damai. Suara alam yang juga disumbang oleh suara Air Terjun Ngapung di pos 4 benar-benar membebaskan energi negatif dari dalam tubuh. Rasanya seperti terlahir kembali meski kami tidak tidur di tenda.

Kami memutuskan untuk tidak mendirikan tenda lantaran hari menjelang subuh. Hanya mengeluarkan matras untuk tidur. Tas untuk bantal. Sangking lelahnya, sleeping bag tidak kami pakai.

Setengah jam berlalu, kami memutuskan untuk bangun dan bergantian mengambil air wudu dari sumber air terjun yang telah mengalir ke pipa di sebelah kanan pohon besar menuju pendakian berikutnya. Air itu pun kami manfaatkan untuk diracik dengan teh, kopi, maupun susu. Tak lupa, kami masukkan ke botol unyuk persediaan di camp area.

Untuk menuju ke camp area, kami harus melewati Tanjakan Celeng. Kalian ga salah dengar kok, guys. Alasan dinamakan Tanjakan Celeng, lantaran pendakiannya cukup menanjak, agak becek, dan tidak menyediakan tempat untuk beristirahat. Tapi, percayalah begitu melewati tanjakan tersebut, hati lega, karena sang saka yang berkibar di Puncak Puthuk Gragal, terlihat jelas di mata.

Tanjakan Celeng.
Tanjakan Celeng.

Kala menuruni Tanjakan Celeng.
Kala menuruni Tanjakan Celeng.

Istirahat dulu guys, mumpung ada kayu di Tanjakan Celeng.
Istirahat dulu guys, mumpung ada kayu di Tanjakan Celeng.

"Aku padamu Tanjakan Celeng!" seruku lalu menyanyi lagu "Semangat-semangat ok-ok" hal itu pun kemudian ditirukan yang lainnya.

Sebentar, sebentar, kami istirahat dulu ya guys mendirikan tenda eh cowo-cowo lebih tepatnya. Dua tenda pun selesai didirikan, kami pun beranjak tidur ke tenda masing-masing. Tenda sedang berwarna kuning untuk cewe dan yang kecil berwarna biru untuk cowo.

Kalian tau apa yang terjadi guys? Ternyata ada makhluk aneh bernama Mila yang katanya tidak bisa tidur di dalam tenda. "Baunya aneh," katanya dengan imbuhan "lebih baik tidur di luar."

Rasanya ingin ku berkata kasar. Seketika mitos tentang gunung di kepalaku keluar. Dan beneran dong dia tidur di luar diatas matras. Sementara Vivi sudah tidur pulas di tenda.

Aku pun acuh tak acuh masuk ke tenda. Tidur ayam adalah keahlianku. Pikiranku takut anak orang digondol makhluk tak kasat mata. Untunglah saat kuintip masih ada. Aku pun mengabadikan moment si jamet itu tidur di luar wkwk

Pukul 08.00 pagi, kami putuskan untuk bangun lalu sarapan nasi bungkus yang telah kami beli saat perjalanan mendaki. Langit mendung mendukung kemping ceria. Kayu kering yang masih kokoh dan tinggi di belakang tenda kami menjadi objek poto dan semakin menarik karena adanya semak belukar.

Kabut dan embun pagi seolah menyemangati kami untuk melanjutkan ke puncak Puthuk Gragal yang bisa dijangkau sekitar 30 menit. Kami hanya membawa HP dan dompet sementara perlengkapan lain kami tinggal di dalam tenda.

Melihat para pendaki bercengkrama di tengah awan bergerak ke tempat lain, itulah salah satu hal yang dapat aku dan teman-teman pendaki lain rasakan di Puncak Puthuk Gragal. Selain itu, Gunung Penanggungan pun terlihat dari sini. "Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan."

Keterangn foto: Potret savana dari Bukit Iwak Asin.
Keterangn foto: Potret savana dari Bukit Iwak Asin.

Jika melangkah lagi ke atas, sebelah kanan tak jauh dari tulisan Puthuk Gragal 1.480 MDPL, terdapat Bukit Iwak Asin layaknya sabana. Mendengarnya saja langsung membuat perut lapar ya haha Di tempat itu seolah diingatkan agar tidak membuang sampah sembarangan dan terdapat banyak pohon yang berlabel dari mahasiswa KKN.

Keterangan foto: Foto bersama is Puncak Puthuk Gragal.
Keterangan foto: Foto bersama is Puncak Puthuk Gragal.

Menariknya, saat di puncak, Vivi berasa seperti artis. Banyak pendaki yang ingin berpoto bersamanya. Bagaimana tidak, ia berparas cantik, berkulit putih, dan ramah. Rombongan kami pun tak lupa diajak berpoto ria oleh penggemar slank dan juga pendaki asal Bali. Luar biasa bukan guys buah dari pendakian dan Puthuk Gragal ini paket lengkap kemping ceria ada hutan, coban, dan savana. (Sofiah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun