Melalui rapat pleno eaak pukul 3 sore pun akhirnya diputuskan siapa saja yang ikut mendaki. Hasilnya hanya lima orang yang bakal nanjak, dua laki-laki yakni Fauzi dan Tyo sementara sisanya tiga cewe yakni aku, Vivi, dan Mila.
Awalnya most of us ingin ikut, namun karena alasan tertentu seperti tidak diizinkan oleh orang tua, harus pulang kampung, harus ngajar kelas online malam, dan ada yang sakit, Â menyebabkan mereka tidak bisa ikut.
Fauzi pun bergerak cepat untuk mendapatkan sewa peralatan seperti tenda, nesting, serta mobil. Itu dilakukannya karena ia putra daerah dan yang paling paham medan di sana. "Nanti kita berangkat jam 7 malam ke Phutuk Gragal ya guys," jelas Fauzi di ruang Aula Sekolah.
Sementara yang lain, khususnya cewe-cewe sibuk menyiapkan pakaian apa yang harus dikenakan. Seheboh dan seribet itulah cewe. Jujur, ini emang ga direncakan main ke alam dan niatnya outdoor jadi ini serba dadakan.
Diantara kami bertiga, Vivi lah yang paling heboh. Namun, dia terlihat yang paling siap. Sebab, pakaian yang kerap ia pesan melalui aplikasi online cukup mendukung. Sementara aku dan Mila, hanya mengenakan pakaian ala kadarnya yang setidaknya mirip pakaian olahraga dan serba hitam. Kendala kami berdua hanya sepatu. Mila memakai sandal jepit sementara aku memakai sendal rumah milik Bu Bekti si pemilik penginapan yang sekaligus guru di SMP itu.
Jam telah menunjukan pukul 7 malam. Namun, belum ada tanda-tanda dan pergerakan dari kaum adam. Kami yang sudah siap berkemas pun akhirnya menghubungi, namun ternyata mobil masih digunakan untuk mengantar penumpang lain.
Pikirku, hanya akan terlambat satu jam. Nyatanya, pukul 9 malam mobil baru sampai. Sehingga, muka badmood dan ngantuk serta bermalas-malasan untuk berangkat pun terpampang nyata dari wajah kami para cewe. Namun, ujung-ujungnya tetap berangkat. Tanjakan Celeng Puthuk Gragal seolah-olah memanggil kaki kami untuk segera mengeluarkan energi penuh dalam tubuh. Begitulah yang tertanam dipikiran kami efek dari menonton tayangan di youtube yang berkisah tentang pendakian di Puthuk Gragal.
Perjalanan menuju Mojokerto pun diiringi dengan rintik hujan. Itulah yang menyebabkan rekan kami mba Yuyik tidak bisa ikut. Ia pun yang memberi tahu kami bahwa di tempat tinggalnya hujan.
Perjalanan kami serahkan ke Fauzi dan mas driver yang merupakan saudaranya. Selain itu, maps pun menjadi bagian penunjuk arah agar kami tidak tersesat.
Drama perjalanan pasti ada dan memiliki beragam cerita lucu, unik, bahkan memalukan. Layaknya Mila yang tidak bisa memakai AC dan mengharuskan kaca jendela mobil terbuka. Parahnya ketika pertukaran udara saat melewati truk sampah.
Lanjut, ke Vivi yang begitu ceria saat sebelum berangkat berubah saat perjalanan hampir sampai. Drama muntah itu berujung selama perjalanan mendaki.