Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Yok Stalking Indonesia, Masa Gebetan Mulu

27 Oktober 2022   10:25 Diperbarui: 27 Oktober 2022   10:32 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Akankah Indonesia berakhir seperti Singosari?"

***

Berbicara stalking, pasti langsung teringat gebetan. Bagaimana tidak, kata-kata inilah yang membuat para pencari cinta bersemangat ketika mengetahui gebetannya melihat story media sosial (medsos) nya. Belum lagi jika gebetannya membalas story atau mengomentari postingan. Tiba-tiba senyum sumringah dan merekah.

Sebentar... Tunggu dulu, stalking pada postingan ini yakni membahas tentang Indonesia. Jeng, jeng, jeng... Jika teman-teman bertanya maksudnya bagaimana? Yup, that's true. Kali ini, kita bakal seru-seruan bahas "Stalking Indonesia" salah satu buku dari penulis wanita di tanah air.

***

Cover berwarna kuning yang dihiasi gambar kaca pembesar dan peta Indonesia itu menyita perhatianku saat ke toko buku kala itu saat masih mahasiswa. Masa-masa mahasiswa benar-benar seru. Waktu luang banyak sekali. Sehingga, terjadilah investasi kepala ke atas dengan membaca buku yang tidak hanya tentang materi kuliah.

Buku itu pun akhirnya kuambil dari salahsatu rak yang saling berjajar dan berhadapan. Judulnya Stalking Indonesia, jarya dari Margareta Astaman dan diterbitkan oleh Buku Kompas pada 2014 dengan tebal 200 halaman.

Meski tergolong buku lama, namun isinya masih relate dengan keadaan pariwisata dan gaya wisatawan saat berwisata. Tak kalah menarik tentang bagaimana konsep pelaku usaha dalam menjalankan roda pariwisata.

Bagi Margie, panggilan akrab penulis, traveling tidak sekadar menikmati keindahan tempat wisata. Dalam bukunya lebih mengena kepada komentar, kritik, opini mengenai wisata di Indonesia yang ia temui saat traveling. Hal yang menjadi bahan kritikan berkaitan dengan fasilitas, pelayanan, kondisi masyarakat di suatu daerah, transportasi, dan sebagainya.

Maka inti dari buku ini bukan sebagai panduan tips traveling, atau memaparkan dengan rinci tempat-tempat wisata di Indonesia. Dengan demikian, pembaca akan mendapat wawasan baru mengenai sisi lain dan persoalan dibalik kepariwisataan di Indonesia.

Ia selalu mencari pekerjaan yang memungkinkannya untuk bepergian. Itulah yang membuatnya tertarik pada dunia jurnalistik, pekerjaan yang memungkinkannya jalan-jalan gratis bahkan jika bisa dibayar. Slogan andalannya, "A full time traveler, a part time worker."

Aku padamu deh mba Mergieeeee. Kalau kata anak jaman sekarang "lopyu sekeboooon."

Kembali ke Stalking Indonesia yang merupakan buku keenamnya, ia mengawali dengan pembahasan mengenai Singosari. "Akankah Indonesia berakhir seperti Singosari?" - begitulah sebut penulis yang merupakan lulusan Jurnalistik dari Universitas Nanyang di Singapura. Lantaran ia tak mengingat betul Singosari dan Balekambang meski dengan kejayaan dan keelokannya

Anak bungsu kelahiran 1985 silam itu melanjutkan, kerajaan Singosari merupakan kerajaan termahsyur pada masa Hindu di Jawa Timur yang melahirkan generasi raja-raja jawa termasuk Majapahit. Tapi, selain Candi Singosari, peninggalan yang lain macamnya tak pernah eksis.

Taman Tirta yang merupakan pemandian salah satu ratu Singosari - Ken Dedes, tergerus jaman. Pengunjung yang datang didominasi paranormal. Sehingga, saat penulis ke sana, ia merasa bahwa dirinya yang paling normal.

"Sisa pengunjung adalah empat orang paranormal, satu orang yang berdiri di bawah pohon beringin sambil ngomong sendiri dan membakar kemenyan, serta dua gadis yang mencari jalan pintas menjadi cantik," terangnya pada buku Stalking Indonesia halaman 4.

Ia kemudian melanjutkan perjalanan yang saling berhubungan di Kota Malang itu. Ia merasa tertipu dengan claim accessible via public transport. "Boro-boro public transport, tanya dulu dong, jalanannya ada nggak?" gumamnya.

Kala itu, tujuannya yakni ke Candi Sumberawan, Pulau Wisanggeni lepas Pantai Balekambang, dan wisata lainnya. Ia berharap agar akses wisata bisa diperhatikan. Lebih-lebih, agar wilayah Indonesia tidak digerogoti negara tetangga hingga hilang dari peta dunia.

Ini baru satu cerita guys, masih banyak cerita lain yang dikulik di buku ini. Ia pun selalu menyisipkan perjalanan penuh gengsi dan perjalanan pangkal kaya disetiap bab.

Di bab selanjutnya dibahas "pemilik resort lokal hanya bisa membangun, namun belum bisa merawat" Bab ini bercerita saat Margie melakukan perjalanan wisata ke daerah Sumatera Barat yakni Bukittinggi.

Saat itu, ia memesan hotel melalui online. Dulunya, masih dikelola bendera Francise, hotel International, hotel ngetop, dan makanannya endhes. Lalu, beralih manajemen orang indonesia. Ia merasa keceea lantaran bathtup-nya gompal-gompal. WC tamunya berkerak dan becek. Parahnya lagi, lampu kamarnya bisa nyala sendiri. Uhhh horor.

Service nya pun demikian. Ia sempat memesan handuk saat berenang namun tak kunjung datang. Meski begitu, ia masih menaruh kepercayaan pada investasi lokal agar bisa merawat bangunan dan tidak ogah-ogahan saat mengelola.

Kisah unik lainnya saat Margie melakukan wisata ke Pemandian Cibulan yang ia sebut Pemandian Ikan Dewa di dekat Petilsan Prabu Siliwangi dengan dalih bisa berwajah kinclong dan cantik.

Ia sengaja ke sana, beranggapan bahwa pemandian bekas raja dan ratu bisa membuatnya cantik. Harga yang dipatok cukup murah hanya Rp5 ribu. Belum lagi ada ikan-ikan kecil. Dan yang terjadi, ikannya segede paha dan menganga. Sehingga, ia sebut pemandian ikan dewa.

Ada hal lain yang mengusik penulis, yakni saat tahun baru tiba. Biasanya ditandai dengan jalan-jalan bersama keluarga, sahabat, rekan kerja, dan lainnya. Kala itu, ia mengatakan akan liburan ke Jogja. Namun, temannya bilang, turun pangkat.

Padahal Jogja merupakan kota yang kaya akan sejarah dan kebudayaan. Belum lagi Jogja juga merupakan kota pendidikan. Menurutnya, justru dengan berlibur di Indonesia akan semakin mencintai tanah air dengan beragam suku dan budaya serta kearifan lokal.

So, guys mari sama-sama merawat Indonesia agar semakin maju dan tentunya tidak diambil negara lain. Bergerak bersama, maju bersama! Sebagai generasi masa depan bangsa, kita pun perlu mengawal, mengkritik, dan mendukung pemerintah dalam setiap kebijakan yang dibuat.

Buku ini sangat cocok bagi kalian semua kalangan, tidak hanya pecinta jalan-jalan saja. Itulah sebabnya Stalking Indonesia di negeri sendiri sangat penting dimana kita bisa belajar toleransi dan tenggang rasa. Ayo stalking Indonesia, masa gebetan mulu. Peace. (Sofiah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun