Mohon tunggu...
Sofiah Rohul
Sofiah Rohul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Holla Before doing something, do something different

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Saatnya Berbuat Sesuatu

25 Oktober 2022   17:04 Diperbarui: 25 Oktober 2022   23:27 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

"Suara kalian. Suara lo semua. Bukan gue. Tanpa kalian gue nothing. Yang berhasil adalah kalian. Yang didengar adalah suara kalian. Bukan gue. Masihkah lo pesimis? Atau lo berani bilang "Ini saatnya gue berbuat sesuatu."

Buku "Diary Gue, Diary Loe" karya Melanie Subono (Penyanyi, Aktivis HAM dan Ambasador Pekerja Migran Indonesia di Delapan Negara) yang terbit pada Mei 2014 dengan jumlah halaman 114 menjadi sorotan kedua mataku. Awalnya aku pikir ini sebuah buku yang bercerita mengenai kisah drama percintaan kawula pada umumnya. Ternyata aku salah besar, setelah membaca buku ini.

Bahasa yang digunakan dalam buku tersebut menggunakan campuran bahasa, ada bahasa Indonesia, bahasa asing (Inggris) dan logat Jakarta seperti Gue dan Loe. Sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami.

***

Buku ini bercerita tentang kecintaan penulis terhadap Indonesia khususnya kasus-kasus seperti Kasus Munir, kasus TKW bernama Imas Tati, kasus seorang anak manusia bernama Risa, kasus September (Munir, Tanjung Priok, Semanggi II, G30S), kasus pembunuhan oleh siswa karena bullying, mengenai bahasa Indonesia yang masih salah ucap sehingga makna berbeda, hingga kasus antara latah dan tren yang masih bertahan di Indonesia sampai akhirnya penulis berhasil membuat petisi kepada Ketua Satgas TKI dan Hakim atas dasar dukungan suara 11 ribu tanda tangan manusia.

Berikut kesimpulan dari Bab Satu di Antara Seribu bercerita tentang kekesalan penulis terhadap beberapa orang yang suka memandang buruknya daripada baiknya, meski sedikit saja. Seperti pepatah "Gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga" pada praktiknya mengesalkan jika merasakan nila setitik tadi.

Dicontohkan dalam bukunya - ketika lo udah beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun tidak bertemu dengan seseorang. Singkat cerita akhirnya lo bertemu. Tapi, saat ketemu dan dia mengamati kamu sejenak yang keluar hanyalah "Anjr*t! Lo gendut banget ya sekarang!"

And that's it. Drop. 

Atau mungkin kamu pernah menyelesaikan satu single atau bahkan satu album full. Dengan  menuangkan semua energi yang kamu punya. Saat kamu bangga mempersembahkan karyamu pada kawanmu, pada kenyaataannya yang keluar "Ih, lagu nomer empat, las reff lo agak fals, ya."

Hiks... And thast's itu.

Melanie melanjutkan seandaikan ada kalimat lanjutan mengenai sisa lagunya. Andaikan ada sedikit kata manis tentang penampilan setelah kata "Gendut. Dan sejuta kata lainnya.

Atau apakah karena semua kelebihan dan kebaikan kita tertutup karena satu nila tadi? Apakah karena berat badan kita naik, otomatis semua yang kita lakukan jadi tertutup dan jelek? Apakah karena satu nada fals, enggak ada sama sekali kata baik yang keluar dari mulut kita? Sayangnya itulah fakta.

Masih dominan dari kita berkomentar tanpa mengetahui sebuah proses. Jika kamu tidak suka dengan ucapan tersebut? Me, too. "Makanya aku tidak suka mengucap demikian. Bagaimana jika hal tersebut terjadi pada kalian wahai pembaca yang budiman?

Masih di bukunya Melanie Subono membahas mengenai Gadis Bernama Imas Tati, ia adalah "TKW berusia 23 tahun yang jatuh di lantai pada suatu pagi buta, saat ia melarikan diri melalui jendela rumah majikannya," petisi penulis untuk Ketua Satgas TKI.

Imas Tati membeberkan hal yang terjadi pada dirinya, "Tetes keringat saya, menjadi saksi bahwa TKI sangat menderita... Saat oranglain pulang kampung membawa kebanggaan, saya dikucilkan berjalan pun saya sudah tidak bisa normal sekarang... " ucap TKW tersebut kepada penulis serta tertuliskan di petisi tersebut.

Betapa kecewanya TKW kepada Ketua Satgas TKI, malah berkata kekerasan yang dialami pekerja migran banyak terjadi karena bersumber dari sikap dan perilaku pekerja migran itu sendiri, khususnya perempuan pekerja migran. Dengan bersikap genit, nakal dan melakukan pergaulan bebas selama di luar negeri.

Hal tersebut sontak menyita perhatian publik termasuk Melanie. Sebagai aktivis, ia pun tidak tinggal diam. Akhirnya ia membuat petisi. Setelah tiga hari petisi dilayangkan, akhirnya ketua Satgas TKI meminta maaf, tapi untunglah masih ada orang berhati besar yang berani meminta maaf.

Tak hanya Imas yang mengalami hal demikian, balita pun mengalami kekerasan seksual. Ia bernama Risa bungsu dari enam saudara yang tinggal di kawasan pemulung Pulogebang. Media biasa gunakan inisial RS. Kuat dugaan bahwa RS mengalami kekerasan seksual. Dan kini ia telah tiada.

Cerita tentang seorang anak yang berharap. Berharap kepada orang-orang yang bisa menegakan hukum. Orang yang dipilih dan berada di jajaran pemerintahan untuk mewakili suara kita dan berjuang untuk kita.

"Wong yang diperkosa sama yang memerkosa sama-sama menikmati, kok." Bagiamana mungkin hakim bisa berkata seperti itu. Tanpa memikirkan bahwa mungkin saja yang diperkosa adalah balita. Tanpa memikirkan bahwa mungkin saja yang diperkosa adalah anak cacat. Atau bukan tidak mungkin yang diperkosa adalah kerabatnya sendiri.

"Kebangetan Itu," tulis Melanie dalam bukunya, "Ya Ini adalah seorang hakim yang menurutnya entah lucu atau tidak disengaja dan entah apa yang ada dipikirannya sehingga berkata." Hingga akhirnya penulis berhasil mengumpulkan 11 rb tanda tangan dan berhasil dengan pencopotan hakim tersebut.

Suara Terbesar Itu, Ya Suara Kita maksudnya jangan pernah berkata "Kasihan" jangan pernah komplain kalau kita cuma berkata dan tidak berbuat apa-apa.

Tidak hanya Melanie, bahkan aku sendiri pernah berpikir bahwa ah nggak bakal didengarin, nggak ada gunanya dan nggak akan ngubah apapun serta kalimat pesimis lainnya. Komplain jalan terus, menggerutu jadi hobi, jiwa pesimis membudaya tetapi tindakan tetap nol. Hingga akhirnya yang tercapai keadaan yang begitu-begitu saja.

Hingga akhirnya Melanie bangkit dan memulai gerakan, petisi, protes, dan perjuangan apapun itu serta hasil apapun itu yang penting sudah melalakukan sesuatu dan tidak hanya diam saja.

Suara kalian. Suara lo semua. Bukan gue. Tanpa kalian gue nothing. Yang berhasil adalah kalian. Yang didengar adalah suara kalian. Bukan gue. Masihkah lo pesimis? Atau lo berani bilang "Ini saatnya gue berbuat sesuatu."

Hello, Shut Up!!! Yaitu sebelum menunjuk oranglain belajarlah menunjuk diri sendiri dan bercermin. Contoh: parah banjirnya! Pemerintah nggak peduli sama rakyat! Hmm, apa lo pernah buang sampah sembarangan sekali saja setahun ini?

Lanjut lagi, Parah perusahaan sawit cuma pengen tambah kaya doang, sampai ngebunuh orang utan! Biadab! Mmmm, apa lo masih menggunakan minyak sawit or apapun dengan bahan dasar sawit dirumah?

Next Mati lo koruptor! Dasar Maling! Hmmm pernahkah kita kesal karena orangtua or pasangan kita enggak mampu memberikan satu benda yang kita mau, tapi kita tetap bilang, "pokoknya." Dan benci banget sama calo! Mereka harus dilarang beli tiket 'kan mereka nggak adil. Masa jual mahal! Mmm, bedanya sama lo yang punya usaha or toko, ambil barang dari agen, naikkin sedikit lalu jual ditempat lain, apa, ya? Apakah lo bangun lebih pagi daripada mereka atau fans-fans lain yang bisa dapat tiket? No?

Sial, negara sebelah memang brengsek! Hajar! Bakar! Mmm pernahkah kita sekali saja mengatai saudara, teman or orang lain seenak kita?

Astaga, kasihan tu orang mogok ditengah hujan.

Kasihan, dia dimarahi, padahal gue tahu bukan salahnya.

Kasihan, tu orang dipinggir jalan, sakit.

Dan kasihan tu monyet disuruh kerja, disiksa sama yang punya.

Rrrrrr... Apakah lo berhenti, turun, menolong or do something?

Dan masih banyak lainnya.

Ketika teman-taman membaca dan berfikir "Ah, tapi mereka juga begitu. Ah, buat apa, enggak akan ngerubah apa-apa juga, kok? "

You do? Good.

Boleh berfikir demikian artinya oranglain juga boleh. Artinya, kita sama dengan yang kita keluhkan dan artinya kita sebenarnya mengeluh tentang diri kita sendiri.

Kesal? Jika ingin beda, buatlah perubahan. Jadilah leader.

Jika tidak... Then just, shut up!

Latah, Oh, Latah... Bercerita mengenai tren yang sangat bertahan di Indonesia. Mulai dari cara berpakaian, musik yang dibawakan, barang yang dimiliki sampai kata-kata yang keluar dari mulut.

Sehingga tidak dapat dibedakan mana yang namanya tren dan latah. Dan tidak jarang mereka yang mempunyai ciri khas akhirnya menjadi pemandangan yang aneh dan harus dicurigai.

Begitu juga dengan usaha. Pada masanya sebuah tren bernama warung tenda. Satu orang berhasil, banyak yang mengikuti mendirikan warung tenda. Hingga semua orang memiliki warung tenda.

Sampai pada saatnya warung tenda tersebut nyaris tutup, karena kalau semua memiliki warung tenda, siapa yang makan di warung itu?

Terlepas dari kebanggaan Melanie kepada mereka yang mau berusaha dan bukan hanya duduk diam, terlepas dari mereka yang kreatif, mempunyai ciri khas, mengerti akan apa yang mereka lakukan, 80 % diantaranya masih menjalani bisnis sekadar ikut-ikutan.

Namun, saat ini tidak dapat dipungkiri. Banyak dari berbagai kalangan memilih berwirausaha. Mahasiswa pun turut serta berkecimpung sebagai pengusaha muda. Dengan maksud mengurangi angka pengangguran dan ataupun tidak ingin berlama-lama menganggur setelah lulus perguruan tinggi. Putri Tanjung, contohnya. Siapa yang tak mengenlinya, ia sudah mengawali karirnya sejak dibangku SMP. Berbagai kendala pun ia hadapi, mulai dari proposal yang ditolak oleh banyak pihak. Hal itu tidak menyurutkan Uti (Panggilan akrabnya) hingga pada puncaknya ia bisa mendirikan star up dan sebagai CEO. Para perusahaan yang awalnya menolak proposalnya, kini malah bermohon untuk bekerjasama dengannya, katanya di salahsatu stasiun swasta nasional. Semoga para enterpreneurship bisa mengikuti jejak karirnya seperti Putri Tanjung.

B4h45a Ind@n351a hal yang kita miliki, sayangi dan cintai. Terdapat 125 kalimat salah kaprah. "Banyak toko bilang barangnya semi original. Ya kagak ada. Cuma ada original dan palsu. Titik. Nggak ada semi palsu. Asli atau palsu. Titik."

Lagi, Assalamualaikum sering disingkat dengan ass. Sudahkah melihat arti ASS di kamus? Dan beda tulisan bisa beda arti.

Musik berisik dan keras katanya musik setan. Kapan terakhir duduk dan hang out sama setan sampai tahu selera musiknya?

Orang bilang autis untuk orang yang asik sendiri. Padahal autis itu nama gangguan. Jauh banget bedanya.

Makan warteg, padahal yang dimakan nasi, ikan asin sama sayur asam. Ya kali wateg sebesar itu bisa dimakan.

Maaf, Gue Membunuh Lo adalah bahwa orang yang bunuh diri atau yang membunuh orang, ketika ditanya 90 % diantaranya pernah mengalami oral abuse? Simple. Kalimat pendek yang sering digunakan dalam konteks bercanda yang ternyata semua orang tidak bisa menanggapi itu sebagai candaan.

"Bagi anak, kata bego atau membandingkan dengan anak lain bisa menjadi sesuatu yang tertanam, terekam dan terus teringat di dalam kepala. Hingga pada suatu saat mereka besar dan selalu menjadi di nomorduakan, orang yang bego atau jelek menjadi dendam dan ingin menunujukan bahwa mereka bisa menjadi berkuasa dengan cara yang mereka tahu. Namun, cara yang mereka ambil, kita tidak pernah tahu. Bahkan, bisa membunuh, adalah kasus siswa di sekolah..."

Dia yang Diracun bercerita tentang pejuang HAM yaitu Munir. Keberaniannya melebihi oranglain dan mau membela orang-orang yang tidak didengarkan suaranya, tanpa imbalan apa-apa. Keberaniannya dianggap sebagai batu sandungan oleh banyak orang.

Pada September 2004 ia pergi ke Belanda dalam rangka melanjutkan pendidikan dengan pesawat GA 974. Dalam perjalanannya ia meninggal karena terkena racun arsenik dalam jumlah yang fatal dan seseorang memberi tahu kepada pihak keluarga.

Tim pencari fakta menemukan konspirasi yang melibatkan PT Garuda, baik langsung maupun tidak langsung dalam pembunuhan. Perjuangan dan kematian Munir adalah kebangkitan bagi kita untuk memperjuangkan hak asasi dan kebenaran. Kasus Munir menjadi satu kasus yang paling ditakuti untuk diselesaikan karena terlalu banyak pejabat yang terlibat.

Kata Siapa September itu Ceria? September adalah bulan tergelap untuk HAM di Indonesia. Mulai dari kematian Munir, Tanjung Priok, G30S dan Semanggi II.

Pada 2011 kasus Munir dianggap selesai dan tidak akan ada PK. Kenyataannya masih banyak kajanggalan yang belum terungkap. Pada kasus Tanjung Priok menyebabkan 400-500 orang meninggal dunia. Pemerintah berusaha menghilangkan bukti kebakaran dengan untuk menyemprot bekas darah dijalanan. Dan kasus kedua dari Tanjug Priok terbakarnya toko dan apotek Tanjung yang menyebabkan adanya delapan korban tambahan oleh aparat. 45 orang berhasil diadili dan mendapat vonis beragam mulai dari satu tahun hingga 20 tahun.

Kasus Semanggi II terjadi karena demo mahasiswa menentang RUU penanggulangan bahaya dan menuntut dicabutnya dwifungsi ABRI. Korban berjatuhan 217 orang. Demo terjadi di Jakarta, Medan, Lampung dan kota lainnya.

G30S lebih dari dua juta orang ditangkap, diperkosa, penghilangan, dibunuh dan lain-lain. Sampai saat ini masih ada 32.774 dinyatakan hilang pada peristiwa ini.

Beragam kasus yang digambarkan di atas, kini bak seperti gunung es. Kasus baru yang mirip bahkan serupa pun bermunculan. Di 2022 ini masyarakat dibanjiri oleh media dari kepolisian. Terbesar adalah kasus polisi berpangkat jenderal bintang dua terkait pembunuhan Brigadir Yosua. Kasus ini cukup menyita perhatian publik lantaran banyaknya skenerio yang berubah. Tak berhenti di situ, akibat peristiwa Kanjuruhan di Malang, jajaran petinggi pun dicopot. Sialnya, belum sempat dilantik, Kapolda Jawa Timur terlibat dalam kasus narkoba. Kepercayaan publik pun menurun kepada institusi ini. Lalu, presiden memanggil para petinggi Polri di negeri ini dan melakukan rapat tertutup di istana.

Sudah pasti publik mengawal kasus-kasus besar di atas dan berharap kepada pemerintah dan instansi lain untuk menguaknya. Banyak kasus yang harus diselesaikan dan saatnya untuk membuka kepercyaan kepada publik. Ironinya, media cyber narasi yang menyoroti kasus itu sempat diretas. Sehingga menjadi pertanyaan besar siapa dibalik itu semua?

Sebagai generasi muda penerus bangsa, saatnya berbuat sesuatu yang masuk akal. Tidak perlu saling serang baik di kehidupan nyata maupun di media sosial juga antar kelompok. Hal norak yang masih terjadi dan asik dikerjakan. Lalu, berkomentarlah yang membangun, bukan berkomentar yang menjatuhkan. Sudah saatnya saling rangkul, meski beda paham dan pendapat. Duduk bersama masih menjadi jalan satu-satunya sebagai generasi millenial peduli terhadap sesama. (Sofiah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun