"Tegurlah suamimu, Shinta. Dia sudah menghabiskan sebagian besar uang simpanannya untuk diinvestasikan pada bisnis multilevel yang baru satu setengah bulan diikutinya. Kalau seperti ini terus, lama-lama kalian akan jatuh miskin. Terus bagaimana dengan nasib ketiga anak kalian? Mereka masih SD dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit ke depannya!"
Shinta diam saja mendengar nasihat Indah, sahabatnya. Dia baru saja mencurahkan kegundahan hatinya begitu mengetahui Rama, suaminya, lagi-lagi mentransfer sejumlah uang ke rekening upline-nya di perusahaaan MLM tempatnya belum lama bergabung. Laki-laki itu memang sudah lama tidak bekerja di luar sejak diberhentikan dari perusahaan akibat pandemi Covid 19. Dan bisnis MLM yang baru diterjuninya itu menawarkan masa depan yang menggiurkan.
Selama dua tahun terakhir, Rama mencari nafkah dari rumah dengan menjadi dropshipper untuk berbagai produk belanja online. Selain itu dia juga menyambi sebagai penulis freelance di berbagai platform kepenulisan. Entah itu novel, cerpen, maupun artikel online. Pendapatan yang diperolehnya jauh di bawah penghasilannya waktu dulu masih bekerja sebagai kepala marketing distributor kertas impor.
Untunglah selama hidup berkelebihan di masa lalu, baik Rama maupun Shinta rajin menabung. Mereka tak pernah tergiur mengikuti gaya hidup yang borju, meskipun kondisi finansial mereka sangat memungkinkan untuk itu.
Shinta tak pernah tergoda untuk membeli tas, sepatu, maupun kosmetik mahal sebagaimana teman-temannya. Dia selalu berpikir tentang masa depan. Anak-anaknya berjumlah tiga orang. Semuanya masih duduk di bangku sekolah dasar. Dana yang dibutuhkan untuk pendidikan mereka hingga lulus kuliah sangat besar. Oleh karena itu harus dipersiapkan sedikit demi sedikit sedini mungkin.
Sayangnya akibat pandemi, dana yang telah dikumpulkannya bertahun-tahun tersebut terpakai guna menyambung hidup mereka sekeluarga. Demikian pula tabungan pribadi suaminya turut terkuras karena penghasilan yang tak mencukupi kebutuhan mereka setiap bulannya.
Baik Rama maupun Shinta tak pernah menyesali hal itu. Kalaupun dana pendidikan anak-anak jadi berkurang karena sering dipakai untuk kehidupan sehari-hari, pasangan suami-istri itu cukup bahagia karena semenjak pandemi mereka selalu berkumpul di rumah. Kehidupan keluarga itu jadi lebih harmonis dibanding sebelumnya.
Dan sekarang pandemi sudah hampir berakhir. Rama diajak teman lamanya untuk bergabung dalam bisnis multilevel di bidang suplemen kesehatan. Laki-laki yang sebelumnya tak pernah tertarik pada bidang itu terpaksa menerima tawaran tersebut.
Suami Shinta itu menyadari bahwa kondisi ekonomi negeri ini belum pulih sepenuhnya. Tak sedikit perusahaan yang bangkrut. Di samping itu usia laki-laki itu sudah merambat menuju empat puluh tahun. Saingan-saingannya di luar sana umurnya lebih muda dan bisa digaji dengan nominal yang jauh lebih rendah.
"Aku sudah pernah mewanti-wanti Mas Rama, Ndah. Agar tak mudah tergoda dengan iming-iming bisnis MLM yang menggiurkan. Jangan sampai dia mengorbankan uang tabungannya untuk membeli produk-produk yang sedang diskon demi dijual kembali dengan harga normal. Aku mendengar banyak testimoni orang-orang yang sudah keluar dari bisnis MLM tentang strategi-strategi bisnis itu untuk membuat para member baru bergairah dan menggelontorkan banyak uang demi mencapai keuntungan luar biasa. Ujung-ujungnya mereka malah rugi dan menimbun banyak produk yang susah dijual kembali. Aku tahu tidak semua bisnis MLM seperti itu, Ndah. Ada juga yang bagus dan sungguh-sungguh berniat mensejahterakan anggota-anggotanya. Tapi masalahnya aku tidak percaya pada istri teman Mas Rama ini."
"Wait, Shinta. Kamu bilang Mas Rama diajak gabung MLM oleh temannya. Kok istrinya ikut-ikutan juga?" tanya Indah bingung.