"Tapi kamu kok bisa tahu nama akun internet banking Mas Rama?"
"Aku pernah nggak sengaja berdiri di sampingnya waktu dia sedang mengakses akunnya itu. Sekilas bisa kulihat nama akunnya. Tapi PIN-nya nggak kelihatan."
Indah langsung bertepuk tangan. "Istri pintar. Bertindak dalam diam dan selalu bersikap waspada. Hahaha...."
"Aku harus melakukannya, Ndah. Demi keutuhan keluargaku. Mas Rama kalau sudah fokus pada suatu hal tidak bisa dilarang lagi. Aku hanya bisa mengawasinya dari belakang dan menolongnya kala dia terjatuh. Bagiku suami itu bagaikan kepala yang selalu mencari-cari kesempatan untuk memperoleh nafkah. Sedangkan istri adalah leher yang bertindak menopang kepala itu agar bisa bergerak dengan leluasa demi mencapai tujuannya."
Lagi-lagi Indah bertepuk tangan. Dia kagum dengan filosofi yang barusan dituturkan sahabatnya. "Semoga Tuhan memberi jalan yang terbaik bagimu dan Mas Rama ya, Shin. Kamu istri yang baik. Siap sedia menolong suami saat terjatuh. Kelak Mas Rama akan bersyukur dianugerahi pendamping hidup seistimewa dirimu."
Shinta tersenyum tulus. Dia bahagia mendapatkan dukungan Indah, sahabat yang selalu setia mendengarkan curahan hatinya.
***
Satu bulan kemudian Shinta dikejutkan oleh kepulangan suaminya pada petang hari dalam keadaan kuyu dan tak bertenaga.
Ada apa ini? pikir Shinta penuh tanda tanya. Tadi siang Mas Rama berangkat ke kantor MLM dengan penampilan yang fresh dan wajah penuh semangat. Pulang-pulang kok jadi amburadul begini?
"Ada hal penting yang mau kubicarakan denganmu, Shin," ucap laki-laki itu sendu.
Shinta mengangguk lalu duduk di sofa ruang keluarga, persis di sebelah suaminya. Firasat wanita itu mengatakan ada hal buruk yang telah terjadi. Tapi diputuskannya untuk diam saja. Dibiarkannya sang suami bercerita.