Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salah Asuhan (3)

1 Agustus 2022   22:28 Diperbarui: 1 Agustus 2022   22:36 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini Warni mendapat kabar buruk dari kampung. Bibinya meninggal dunia. Dia minta izin pulang selama tiga hari. Aku mengizinkannya dengan syarat tidak perlu memberitahu Thomas. Aku tidak mau anakku sampai tinggal menemaniku di Malang ini atau bahkan menjemputku untuk tinggal di Surabaya dengan keluarganya sampai Warni kembali.

Sonny masih kuliah di sini. Aku kuatir dia tinggal sendirian di rumah ini. Kasihan anak itu. Siapa yang akan menyiapkan makanan untuknya? Mencuci piring dan gelas kotor bekas makannya? Mencuci dan menyeterikakan pakaiannya? Cucuku tak bisa melakukan semua itu.

Dulu Warni pernah pulang satu kali. Waktu itu Sonny kebetulan libur kuliah. Kami berdua dijemput Thomas untuk tinggal bersama keluarganya di Surabaya. Aku tidak betah tinggal di sana. Kelihatan sekali anak dan istriku tidak suka melihatku selalu melayani Sonny sampai hal-hal kecil. Jauh berbeda dengan sikapku yang cenderung acuh tak acuh pada cucu-cucu yang lain. Sejak saat itulah aku merasa enggan jika diajak menginap di sana.

Kepulangan Warni tidak diketahui oleh Sonny. Cucu kesayanganku itu sudah pergi ke kampus duluan sebelum pembantu kami mengetahui kabar duka tersebut. Kuberi Warni ongkos untuk pulang kampung. Lalu dia naik ojek online menuju terminal bis.

Tinggallah aku sendirian di rumah yang terdiri dari dua lantai ini. Warni tadi pagi sudah masak nasi dan sedikit lauk, mengelap perabot, dan menyapu lantai. Berarti aku harus melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Hal itu tidak menjadi masalah bagiku. Karena sebelum pindah ke rumah ini, aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah kontrakanku yang sederhana.

Warni tadi bilang kalau pakaian-pakaian kotor sudah selesai dicuci. Aku tinggal mengeluarkannya dari dalam mesin cuci dan menjemurnya saja. Tapi dia berkata belum sempat mengepel lantai. Baiklah, akan kuselesaikan pekerjaan pembantuku yang belum tuntas. Tidak enak rasanya melangkah di atas lantai yang belum dipel.

Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga itu kulakukan dengan pelan-pelan sekali. Jadi selesainya lama,  beberapa jam. Maklum, aku mengepel lantai dua dan satu sekaligus. Untung Warni tadi masih sempat merapikan kamar-kamar. Jadi agak meringankan pekerjaanku.

"Aduh! Punggung dan pinggangku pegal sekali. Serasa mau patah," keluhku saat pekerjaanku selesai.

Kurebahkan tubuhku di atas sofa yang empuk. Mataku terpejam selama beberapa saat. Hampir saja aku tertidur kalau tidak tiba-tiba teringat belum menyiapkan makan siang buat cucuku!

Aku bangkit berdiri dan berjalan perlahan-lahan menuju ke ruang makan. Kulihat ada sop sayur dan telur dadar.

"Ah, Sonny masa mau makan sop sayur?" komentarku begitu melihat menu yang tersedia di atas meja makan. "Masa dia cuma makan telur dadar? Kasihan."

Kutengok isi dalam kulkas. Kuambil sebungkus kentang goreng dan nugget ayam. Akan kugorengkan cucuku tercinta makanan-makanan kesukaannya ini. Aku senang kalau melihatnya makan dengan lahap. Mengingatkanku pada ayahnya dulu waktu masih hidup.

Selanjutnya aku sibuk memasak di dapur. Sempat kudengar suara motor masuk ke halaman depan. Rupanya Sonny sudah pulang. Karena takut masakanku gosong, aku tidak keluar untuk menyambut kedatangan  anak itu. Nanti saja aku menemuinya kalau masakanku sudah siap semua.

Akhirnya kentang goreng dan nugget ayam kegemaran cucuku siap dihidangkan. Setelah kutata semuanya dengan rapi di atas meja makan, aku berjalan naik tangga ke lantai dua untuk mengajak Sonny makan siang.

"Aduh, kok capek sekali, ya? Pelan-pelan saja ah, naiknya. Pasti nanti sampai juga. Toh, aku tadi mengepel lantai atas dan anak-anak tangga ini," ucapku menghibur diri sendiri.

Aku tak tega berteriak memanggil Sonny untuk makan siang. Takut dia tadi kecapekan kuliah dan tertidur pulas di kamar. Kalau nanti ternyata dia masih tidur, takkan kubangunkan anak itu. Akan kutunggu saja sampai dia terbangun lalu baru mengajaknya makan siang di bawah.

Akhirnya sampai juga aku di depan pintu kamar Sonny. Lho, anak itu belum tidur rupanya. Aku mendengar dia sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Memangnya Sonny membawa masuk temannya ke dalam kamar? Tumben.

Tanganku bergerak menyentuh handle pintu, bermaksud untuk memutarnya. Namun tidak jadi karena tiba-tiba kudengar suara seorang perempuan yang sangat kukenal.

"Kamu jangan sering-sering video call Mama di rumah kayak gini lho, Son. Nanti kalau ketahuan Eyang atau pembantu bahaya."

Deg! Jantungku mau copot rasanya. Itu...itu suara Saskia.... Mamanya Sonny! Ada apa ini? Kenapa Sonny sampai bisa berhubungan dengan mamanya lagi? Bukankah perempuan murahan itu telah meninggalkannya bertahun-tahun yang lalu demi menikah lagi dengan pria tua kaya?

"Tenang saja, Ma. Pas aku pulang tadi Eyang nggak kelihatan, kok. Biasanya jam segini dia beristirahat di kamar. Terus kudengar suara Mbak Warni sedang memasak di dapur. Paling kalau sudah selesai, dia chat WA aku bilang makanan sudah siap. Orang itu malas naik ke lantai atas ini untuk memanggilku keluar kamar, Ma. Kelihatan sekali dia sejak dulu nggak suka sama aku."

"Memangnya kenapa dia nggak suka sama kamu, Nak? Kamu pernah memarahinya?"

"Nggak. Malas aku, Ma. Biar saja Mbak Warni begitu. Yang penting dia masih mau mengurusi makanku dan baju-baju kotorku. Juga membersihkan kamar ini. Hehehe.... Oya, Ma. Kapan jadinya kita pergi ke Singapore? Pasporku sudah siap, nih."

Paspor? Singapore? batinku syok. Darimana Sonny punya uang untuk hal-hal itu? Apakah mamanya yang membiayai?

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun