Ia berdiri terpaku. Lalu isak tangisnya pecah melihat kedua pipi Luki lebam akibat tamparan-tamparannya. Diambilnya waslap dan dimasukkannya beberapa butir es batu ke dalamnya. Diberikannya pada Eddy untuk mengompres kedua pipi adiknya. Ia sendiri menelepon security perumahan untuk membantunya mencaril kunci mobil yang jatuh ke dalam selokan.
Akibat peristiwa menyedihkan itu, perempuan yang dulunya suka tampil modis namun kini kelihatan kurang terawat itu mulai berkonsultasi dengan seorang psikolog. Ia didiagnosis mengalami gejala depresi. Mungkin dikarenakan selama ini ia melakukan hampir segalanya seorang diri. Psikolog menganjurkannya menyediakan me time, yaitu waktu khusus untuk dirinya sendiri dengan melakukan hobi yang digemarinya.
Lina menurutinya dengan melampiaskan gejolak pikiran dan perasaannya dalam bentuk tulisan fiksi. Kerajinannya menulis setiap malam setelah anak-anaknya tertidur pulas membuahkan cerpen-cerpen yang kemudian dikirimkannya ke redaksi majalah-majalah wanita ibukota. Lambat-laun karya-karyanya diterbitkan dan membuahkan penghasilan sedikit demi sedikit. Perasaan bahagia karena karyanya dihargai membuat batinnya menjadi tenang dan pelan tapi pasti dirinya sembuh dari gejala depresi yang dideritanya.Â
Tiap hari dirinya berdoa semoga Tuhan memberikan pekerjaan yang baik pada suaminya di Surabaya saja. Jadi tidak tinggal berjauhan seperti bertahun-tahun ini dijalaninya. Eddy dan Luki membutuhkan figur seorang ayah yang menemani mereka setiap hari. Dirinya pun membutuhkan kehadiran pasangan secara utuh dalam membina rumah tangga yang harmonis.
Wanita yang sebenarnya berhati lembut itu tekun bergelut dalam doa-doanya dan mengimani bahwa semua akan indah pada waktuNya. Dan setelah dua tahun berlalu, kini tiba-tiba suaminya akan bekerja dari rumah saja karena pandemi corona!
"Benar-benar indah pada waktuNya," gumamnya pelan. Ia benar-benar bahagia Tuhan akhirnya menunjukkan kuasaNya. Senyum lebar tersungging dari bibirnya yang merah merekah. Lucu, di saat istri-istri lainnya berkeluh-kesah tentang suami mereka yang dipotong gajinya akibat pandemi, justru dirinya merasa luar biasa bersyukur suami tercintanya di-PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Diambilnya ponsel dan login ke mobile banking pribadinya. Diperiksanya saldo tabungan. "Cukup untuk biaya kebutuhan keluarga setahun, termasuk suplemen dan terapi Luki"batinnya diliputi kelegaan. Selama ini dirinya selalu berusaha menyisihkan sedikit uang belanja rumah tangga untuk ditabung setiap bulan. Ditambah penghasilannya sebagai penulis cerpen, mereka masih bisa hidup layak setidaknya setahun ke depan. Biarlah uang pesangon suaminya dipakai sebagai modal kerja di rumah. Dan keberadaan pasangan hidupnya itu di rumah setiap hari bisa membuat dirinya semakin produktif lagi menghasilkan cerita-cerita yang bermutu.
Sepasang mata Lina berkaca-kaca penuh haru. Ia bergumam lirih, "Semua benar-benar indah pada waktuMu, Tuhan. Terima kasih."
***
Kini setiap pagi Lina dan Bayu bergantian mendampingi Luki mengikuti pelajaran sekolah melalui daring. Bayu menjadi semakin memahami betapa Luki membutuhkan perhatian lebih. Jauh di dalam lubuk hatinya terbersit rasa penyesalan agak menelantarkan anak-anaknya selama ini.
Setiap sore sehabis merampungkan pekerjaannya, ia menemani kedua anak laki-lakinya bermain bola basket di halaman rumah atau sesekali bersepeda keliling komplek dengan menggunakan masker. Lina biasanya menyiapkan teh hangat dan makanan ringan yang seringkali ludes tak tersisa begitu dihidangkan.