Setengah jam kemudian Danu datang menjemput istrinya dengan tatapan mata kebingungan. Namun melihat kondisi wanita yang telah sembilan tahun dinikahinya itu tampak begitu lemah, ia pun tidak mengeluarkan pertanyaan apapun. Hanya membimbing sang istri keluar klinik dan berpamitan kepada psikiater.
Sesampainya di mobil, isak tangis Lisa kembali menyeruak dan ditumpahkannya segenap beban perasaannya selama ini kepada suami tercintanya. Laki-laki berkacamata minus itu hanya duduk terdiam mendengarkan dengan sabar segenap curahan hati sang istri. Kemudian dipeluk dan diciumnya wanita yang sangat dikasihinya itu sembari berkata lirih,"Semua akan baik-baik saja, percayalah padaku. Ayo kita pulang, anak-anak sudah menunggu di rumah."
Lisa mengangguk. Dihapusnya air matanya dan dicobanya menenangkan dirinya. Kedua putranya jangan sampai melihat bunda mereka kacau-balau seperti ini. Akan banyak timbul pertanyaan yang pasti sulit sekali dijelaskan olehnya.
"Aku akan menemui Kak Hesty untuk meminta maaf dan memintanya kembali tinggal di rumah kita. Bolehkah?"tanya Lisa kepada suaminya.
Danu mengangguk setuju.
***
Malam itu Lisa tidur nyenyak sekali. Beban pikiran dan perasaan yang selama ini menghimpitnya terasa berkurang jauh setelah kemarin dia menceritakan semuanya kepada psikiater dan Danu. Ia bangun dengan hati yang riang, hingga kemudian dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan pagi! Ah, rupanya dia terlambat bangun. Belum sempat menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya ke kantor dan anak-anak ke sekolah!
Dengan panik Lisa segera melompat turun dari tempat tidur dan bergegas membuka pintu ke luar kamar. Dan...pemandangan di hadapannya membuatnya ternganga! Dilihatnya seorang wanita cantik bertubuh tinggi langsing sedang menyajikan makanan di meja makan. Sudah dua tahun lamanya dia tidak bertemu sosok yang dahulu sangat dekat dengannya itu. Kak Hesty! Bagaimana mungkin dia ada di sini? ucapnya dalam hati kebingungan.
"Oh, kau sudah bangun, Lisa? Aku sedang menyiapkan sarapan untukmu. Danu sudah mengantarkan anak-anak ke sekolah dan langsung lanjut ke kantor. Mereka tadi makan cereal untuk sarapan. Untuk makan siang katanya anak-anak sudah mendapat jatah di sekolah. Mereka tadi tidak sampai hati membangunkanmu karena dirimu tampak tidur pulas sekali. Aduh, engkau kelihatan kurus, Lisa,"kata Hesty prihatin.
Lisa tidak mempedulikan ucapan-ucapan kakaknya. Segera dipeluknya erat-erat Hesty dan isak tangisnya pecah di dada wanita yang sangat dirindukannya selama dua tahun terakhir itu. Entah berapa puluh kali kata "maaf" terucap dari bibirnya yang mungil. Tubuhnya sampai terguncang hebat saking tertekannya dia. Hesty menepuk-nepuk dan mengelus-elus punggung adiknya sembari berkali-kali berkata,"Sudah-sudah...tidak apa-apa...semuanya akan baik-baik saja."
Lisa terkejut. Kata-kata Hesty persis sama dengan ucapan Danu kemarin di dalam mobil. Dan...oh...iya, bagaimana Kak Hesty bisa kebetulan berada di rumahnya, pada saat ia memang hendak mencarinya untuk meminta maaf?
Sang kakak menatap raut wajahnya yang kebingungan. Lalu wanita berhati lembut itu bercerita,"Beberapa waktu yang lalu suamimu meneleponku untuk mengajak bertemu dan kemudian dia menceritakan kondisimu yang susah makan karena kerongkongan panas dan lambung mual. Tubuhmu semakin kurus karena hanya mampu mengkonsumsi nasi dan kaldu setiap hari. Dan beberapa kali dia menemukanmu mengigau dalam tidurmu memanggil-manggil namaku."
"Aku mengigau?"gumam Lisa ternganga.
Hesty mengangguk pelan. "Danu suami yang baik, Lisa. Meskipun dia merasa ada yang tidak beres dengan hubungan kita, tetapi dia tidak mau menyulitkanmu dengan bertanya ini-itu. Dia berusaha menyelidikinya sendiri. Danu tahu kau sudah berkeliling menemui dokter-dokter ahli penyakit dalam untuk menyembuhkan penyakitmu dan akhirnya dirimu menemui seorang psikiater. Dia sengaja membiarkanmu melakukannya karena berharap kondisi akan membaik. Dan dia senang akhir-akhir ini kamu agak banyak makan, meskipun masih dengan menu yang sama. Ekspresi wajahmu juga mulai ceria. Tetapi ketika kemarin melihatmu begitu lemas di klinik psikiater dan akhirnya kau menceritakan semua beban di hatimu kepadanya...dia merasa sudah waktunya diriku muncul untuk menenangkanmu,"tutur perempuan bermata bening itu mengakhiri kisahnya.
"Kembalilah ke rumah ini, Kak. Kumohon,"pinta Lisa sedih.
Hesty menggeleng pelan. "Aku sudah terbiasa hidup mandiri di rumah kos dekat tempat kerjaku. Terima kasih sudah mendapatkan pekerjaan itu untukku. Aku sungguh betah bekerja di sana."
"Engkau layak mendapatkannya, Kak,"gumam adiknya lirih.
"Kamu akan selalu menjadi adikku tersayang, Lis. Selama ini aku tidak berusaha menghubungimu karena kuatir akan mengganggumu. Aku sudah menceritakan kepada suamimu kenapa dulu aku meninggalkan rumah ini. Dia juga sudah memberitahuku tentang perceraian Ria dengan suaminya yang mata keranjang itu. Aku bersyukur kau akhirnya menyadari bahwa memang dulu itu dia yang menggodaku saat kondisiku sedang rapuh dan salahku sendiri tidak kuat iman. Aku sekarang justru merasa berterima kasih dirimu telah menegurku dengan keras sehingga akhirnya kini aku menjadi wanita yang mandiri. Dan...." Kata-kata Hesty terputus. Dia menarik napas panjang dan kemudian dibimbingnya adiknya duduk di kursi meja makan.
Setelah mereka duduk berdampingan, ia melanjutkan kata-katanya,"Aku bisa memahami tatapan matamu yang menaruh kecurigaan setiap kali aku berpapasan dengan suamimu. Aku mengerti kepercayaanmu padaku sudah hilang sejak melihatku berciuman dengan suami Ria. Karenanya aku bermaksud menenangkan diri dengan meninggalkan rumah ini untuk sementara waktu. Ternyata dibutuhkan waktu dua tahun bagiku untuk kembali diterima di sini. Lebih lama dari dugaanku, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali."
Lisa memeluk kakaknya erat-erat. "Sering-seringlah main ke sini, Kak. Aku pun akan sering mengunjungimu di kos. Atau kita bisa pergi ke mal untuk belanja atau makan bersama. Bisa berdua saja atau dengan Mas Danu dan anak-anak,"pintanya sendu.
Perempuan berkulit kuning langsat di hadapannya mengangguk dan tersenyum manis. "Pasti, adikku sayang. Ayo sekarang kita sarapan. Aku akan menemanimu makan nasi dengan kaldu ayam. Maukah kau mencicipi telur tim buatanku? Engkau harus mulai mencoba menu makanan lain, Lis. Telur tim ini hanya kubumbui garam saja. Cicipilah sedikit,"ujar Hesty serasa mengambilkan seporsi makanan untuk adiknya.
Lisa tersenyum bahagia. Diturutinya keinginan kakaknya. Disentuhnya sendok garpu di piring dan disuapnya nasi berkaldu dengan telur tim sedikit. Hmm....enak. Kerongkongannya tidak apa-apa dan lambungnya baik-baik saja. Langkah awal yang bagus, pikirnya.
"Bagaimana?"tanya kakaknya.
"Enak,"jawabnya ringan.
"Makanlah sedikit-sedikit telurnya. Supaya tubuhmu menyesuaikan diri, Besok pagi aku akan datang lagi dan memasakkanmu makanan lain yang teskturnya lembut."
"Terima kasih, Kak,"sahut Lisa penuh haru. "Kakak besok tidak bekerja?"
Yang ditanya tersenyum hangat. "Selama ini aku jarang mengambil cuti. Kini saatnya bagiku untuk cuti beberapa hari demi merawat adikku tersayang,"guraunya seraya mencubit pipi lawan bicaranya.
Mereka berdua tertawa lepas. Senang sekali rasanya persaudaraan mereka sudah pulih seperti sediakala.
***
Kondisi Lisa berangsur-angsur pulih. Pelan tapi pasti, kerongkongan panas dan rasa mual di lambung tidak muncul lagi ketika dirinya sedang makan atau mendengar berita yang kurang baik. Wajahnya berseri-seri setiap hari. Dia gembira bisa kembali mengkonsumsi makanan yang digemarinya. Berat badannya pun naik kembali seperti sediakala.
Psikiater menyatakan terapinya sudah selesai. Lisa dianjurkan tetap rutin bermeditasi selama sepuluh menit di pagi dan malam hari demi menjaga keseimbangan jasmani dan rohaninya. Dengan demikian diharapkan gangguan psikosomatis yang dialaminya tidak akan pernah timbul kembali.
Hubungan Lisa dengan kakaknya semakin harmonis dan dirinya bertekad tidak akan membiarkan apapun merusaknya kembali.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H