Sang kakak menatap raut wajahnya yang kebingungan. Lalu wanita berhati lembut itu bercerita,"Beberapa waktu yang lalu suamimu meneleponku untuk mengajak bertemu dan kemudian dia menceritakan kondisimu yang susah makan karena kerongkongan panas dan lambung mual. Tubuhmu semakin kurus karena hanya mampu mengkonsumsi nasi dan kaldu setiap hari. Dan beberapa kali dia menemukanmu mengigau dalam tidurmu memanggil-manggil namaku."
"Aku mengigau?"gumam Lisa ternganga.
Hesty mengangguk pelan. "Danu suami yang baik, Lisa. Meskipun dia merasa ada yang tidak beres dengan hubungan kita, tetapi dia tidak mau menyulitkanmu dengan bertanya ini-itu. Dia berusaha menyelidikinya sendiri. Danu tahu kau sudah berkeliling menemui dokter-dokter ahli penyakit dalam untuk menyembuhkan penyakitmu dan akhirnya dirimu menemui seorang psikiater. Dia sengaja membiarkanmu melakukannya karena berharap kondisi akan membaik. Dan dia senang akhir-akhir ini kamu agak banyak makan, meskipun masih dengan menu yang sama. Ekspresi wajahmu juga mulai ceria. Tetapi ketika kemarin melihatmu begitu lemas di klinik psikiater dan akhirnya kau menceritakan semua beban di hatimu kepadanya...dia merasa sudah waktunya diriku muncul untuk menenangkanmu,"tutur perempuan bermata bening itu mengakhiri kisahnya.
"Kembalilah ke rumah ini, Kak. Kumohon,"pinta Lisa sedih.
Hesty menggeleng pelan. "Aku sudah terbiasa hidup mandiri di rumah kos dekat tempat kerjaku. Terima kasih sudah mendapatkan pekerjaan itu untukku. Aku sungguh betah bekerja di sana."
"Engkau layak mendapatkannya, Kak,"gumam adiknya lirih.
"Kamu akan selalu menjadi adikku tersayang, Lis. Selama ini aku tidak berusaha menghubungimu karena kuatir akan mengganggumu. Aku sudah menceritakan kepada suamimu kenapa dulu aku meninggalkan rumah ini. Dia juga sudah memberitahuku tentang perceraian Ria dengan suaminya yang mata keranjang itu. Aku bersyukur kau akhirnya menyadari bahwa memang dulu itu dia yang menggodaku saat kondisiku sedang rapuh dan salahku sendiri tidak kuat iman. Aku sekarang justru merasa berterima kasih dirimu telah menegurku dengan keras sehingga akhirnya kini aku menjadi wanita yang mandiri. Dan...." Kata-kata Hesty terputus. Dia menarik napas panjang dan kemudian dibimbingnya adiknya duduk di kursi meja makan.
Setelah mereka duduk berdampingan, ia melanjutkan kata-katanya,"Aku bisa memahami tatapan matamu yang menaruh kecurigaan setiap kali aku berpapasan dengan suamimu. Aku mengerti kepercayaanmu padaku sudah hilang sejak melihatku berciuman dengan suami Ria. Karenanya aku bermaksud menenangkan diri dengan meninggalkan rumah ini untuk sementara waktu. Ternyata dibutuhkan waktu dua tahun bagiku untuk kembali diterima di sini. Lebih lama dari dugaanku, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali."
Lisa memeluk kakaknya erat-erat. "Sering-seringlah main ke sini, Kak. Aku pun akan sering mengunjungimu di kos. Atau kita bisa pergi ke mal untuk belanja atau makan bersama. Bisa berdua saja atau dengan Mas Danu dan anak-anak,"pintanya sendu.
Perempuan berkulit kuning langsat di hadapannya mengangguk dan tersenyum manis. "Pasti, adikku sayang. Ayo sekarang kita sarapan. Aku akan menemanimu makan nasi dengan kaldu ayam. Maukah kau mencicipi telur tim buatanku? Engkau harus mulai mencoba menu makanan lain, Lis. Telur tim ini hanya kubumbui garam saja. Cicipilah sedikit,"ujar Hesty serasa mengambilkan seporsi makanan untuk adiknya.
Lisa tersenyum bahagia. Diturutinya keinginan kakaknya. Disentuhnya sendok garpu di piring dan disuapnya nasi berkaldu dengan telur tim sedikit. Hmm....enak. Kerongkongannya tidak apa-apa dan lambungnya baik-baik saja. Langkah awal yang bagus, pikirnya.