Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tante Tere yang Cantik

26 Juli 2022   18:56 Diperbarui: 26 Juli 2022   19:03 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tante Tere merupakan idola ibu-ibu wali murid di taman kanak-kanak tempat anakku bersekolah. Parasnya yang cantik, kulitnya yang putih mulus terawat, dan penampilannya yang modis tanpa cela benar-benar sedap dipandang mata. Tak seorang pun dari kami yang menyangka bahwa usianya sudah mencapai lima puluh tahun. Namun Ella, cucu tercintanya yang ditungguinya setiap hari di sekolah, memanggilnya dengan sebutan Eyang, seolah-olah menyadarkan kami bahwa memang benar adanya perempuan itu lebih senior satu generasi diatas kami.

Wanita setengah baya yang tampak awet muda itu gemar sekali bercerita. Topik yang paling disukainya adalah betapa keluarganya diberkati Sang Pencipta. Putri sulungnya sukses berkarir sebagai agen asuransi yang setiap tahun selalu menuai prestasi dan memperoleh penghargaan bepergian gratis ke luar negeri dimana sang ibunda kerap diajaknya ikut serta. Mata Tante Tere selalu berbinar-binar setiap kali bercerita tentang keindahan London, Paris, Roma, Amsterdam, dan kota-kota terkenal lainnya di Eropa yang dikunjunginya bersama putrinya itu secara cuma-cuma, dan bahkan diberi uang saku gratis oleh perusahaan tempat anak gadis kebanggaannya itu bekerja.

Selanjutnya putri kedua Tante Tere adalah seorang bankir yang sukses dan mempunyai keluarga yang bahagia. Ia memiliki sepasang anak kembar perempuan yang tumbuh sehat dan cerdas tanpa cela. Kemudian putri Tante Tere yang ketiga merupakan ibu kandung Ella, cucu kesayangan Tante Tere yang diantar dan ditungguinya setiap hari di taman kanak-kanak ini. Perempuan muda itu bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan tekstil terkemuka. Dan yang terakhir ialah putri keempat, si bungsu, berprofesi sebagai marketing inhouse di sebuah developer properti terkenal.

Setelah suaminya meninggal dunia, Tante Tere tinggal bersama kedua putrinya yang masih lajang beserta Ella dan mamanya di komplek perumahan terkenal di kota ini. Ayah Ella yang bekerja di luar pulau sesekali pulang untuk mengunjungi istri dan anaknya.

Kehidupan tante cantik itu terdengar begitu sempurna. Setiap hari ia bangun pagi untuk berdoa dan membaca kitab suci, memasak untuk keluarga, mengantar dan menunggui cucu tercintanya di sekolah sembari mengobrol ringan dengan ibu-ibu wali murid. Lalu petangnya ia bertemu dengan putri-putrinya yang penat sehabis bekerja, namun masih menyempatkan diri untuk berbincang-bincang penuh kasih dengan ibu mereka. Setiap akhir pekan tak lupa perempuan itu diajak anak-anaknya berjalan-jalan ke mal untuk membeli pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang diinginkannya. Tak ketinggalan pula mereka bersantap bersama di sebuah restoran mahal ataupun kafe yang sedang hits. Disamping itu beberapa kali dalam seminggu Tante Tere juga ditemani pergi ke tempat ibadah untuk mengikuti aktivitas keagamaan dan kegiatan sosial.

Setiap orang yang mendengarkan kisah hidup si tante cantik seringkali merasa kagum dengan cara hidupnya yang begitu seimbang antara dunia dan akhirat. Aku dan sesama ibu-ibu di sekolah selalu dinasihati agar rajin berdoa, beribadah, dan melakukan kegiatan sosial. Semuanya itu demi menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan supaya kehidupan kami lebih diberkati.

***

Pada suatu hari ada seorang lelaki tua berambut putih, berkacamata hitam tebal, berpakaian lusuh, dan bersepatu kusam muncul di sekolah. Ia duduk di bangku yang terletak persis di hadapan bangku tempat diriku dan Tante Tere sedang duduk dan asyik berbincang-bincang. Entah kenapa seketika wanita yang duduk di sampingku itu terdiam. Dengan sorot mata sinis ditatapnya pria tua itu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Aku terkesima melihat sikapnya yang seperti menghina penampilan orang yang baru datang itu.

Lalu orang itu tersenyum kepadaku dan bertanya dengan sopan, "Tolong tanya, apakah cucu saya Vita sudah pulang sekolah?"

"Belum, Om. Sepuluh menit lagi baru pulang. Vita kebetulan sekelas dengan anak saya, Nisa," jawabku ramah.

Kakek Vita menghela napas lega. Dia berkata untung belum terlambat menjemput cucu perempuannya itu. Mama Vita tiba-tiba ada keperluan mendadak dan terpaksa meminta bantuan ayahnya itu untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Kami berdua lalu terhanyut dalam obrolan tentang anak-anak hingga tak terasa bel tanda pulang sekolah berbunyi. Si kakek kemudian berpamitan kepadaku dan mengajak cucunya pulang.

Aku tiba-tiba menyadari bahwa sejak tadi Tante Tere sama sekali tidak bertegur sapa dengan kakek Vita dan bahkan diam-diam mengajak cucunya pulang tanpa berpamitan padaku. Aneh sekali, pikirku tak mengerti.

***

Keesokan harinya aku datang terlambat ke sekolah dan tidak melihat keberadaan si tante cantik. Menurut teman baikku Titin, beliau tadi diajak pergi ke supermarket oleh ibu-ibu lainnya.

Titin lalu bercerita bahwa tadi pagi nenek Ella itu berkata kepadanya bahwa pihak sekolah seharusnya menetapkan peraturan yang tegas tentang tata cara berpakaian yang rapi bagi wali murid yang datang ke sekolah. Jangan sembarangan mengijinkan orang yang berpenampilan tidak pantas masuk ke dalam lingkungan sekolah. Tidak elegan, katanya. Dan yang mengherankan bagi si tante, kok mau-maunya diriku melayani pertanyaan orang tak dikenal dan bahkan asyik bercakap-cakap dengannya!

"Wah, gila orang ini!" tandasku tak percaya.

"Mulai sekarang kita sebaiknya berhati-hati dengan Tante Tere. Benar-benar tidak dapat ditebak jalan pikirannya," ujar Titin berpendapat. Aku mengangguk tanda setuju.

***

Waktu berselang, ada sebuah undangan ulang tahun disebar-sebarkan di sekolah. Rupanya Ella akan merayakan ulang tahunnya di sebuah kafe anak-anak. Menurut neneknya, jumlah undangan tidak cukup kalau hanya dirayakan di rumah makan cepat saji seperti kebiasaan murid-murid di sekolah ini. Kami semua membayangkan betapa akan meriah acaranya. Katanya Ella akan mengenakan gaun ala princess yang dirancang oleh mamanya sendiri.

Hari istimewa yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tante Tere dan putri-putrinya berdandan dengan cantik dan elegan. Ella sendiri mengenakan sebuah gaun merah jambu yang mengembang dengan anggunnya. Penampilan mereka sekeluarga benar-benar kelihatan eksklusif.

Namun acaranya ternyata bukan diselenggarakan di hall utama kafe, melainkan di dalam ruangan VIP yang ukurannya tidak terlalu besar. Tamu-tamunya juga tidak sebanyak bayangan kami. Bahkan sepertinya tidak ada sanak saudara yang hadir. Hanya kelihatan teman-teman sekolah dan les balet Ella. Acaranya juga biasa-biasa saja. Hanya ada seorang perempuan muda yang bertindak sebagai MC dan mengoordinir permainan anak-anak di sepanjang acara, yang dilanjutkan dengan tiup lilin, foto bersama, lalu selesai.

Salah seorang putri tante bergerak kesana-kemari menawari para tamu roti-roti beraneka macam. Sedangkan putri tante lainnya mendokumentasikan jalannya acara dengan menggunakan ponsel mahal miliknya. Di penghujung acara, para undangan diminta untuk antri mengambil kupon paket makanan dan souvenir.

Ternyata...kupon tersebut hanya dapat ditukarkan dengan sebuah paket hemat untuk anak kecil! Banyak orang tua yang tersenyum kecut karena hidangan yang disuguhkan terlalu sedikit. Mereka akhirnya terpaksa merogoh kocek sendiri untuk menambah hidangan.

Souvenir yang diberikan juga terkesan alakadarnya. Hanya terdiri dari sebuah wafer, biskuit, dan permen yang dibungkus dengan manisnya. Sayup-sayup kudengar suara ibu-ibu berkasak-kusuk, "Mana papanya Ella, ya? Kok tidak kelihatan."

Aku tertegun. Baru kusadari bahwa sejak tadi memang tidak terlihat kehadiran orang yang diperkenalkan sebagai papanya Ella. Mama Ella hanya ditemani oleh ibu dan saudara-saudaranya.

***

Beberapa waktu kemudian berbagai keganjilan yang kurasakan pada diri Tante Tere terungkap ketika aku bersama suamiku menjenguk pamannya yang dirawat di rumah sakit akibat komplikasi diabetes. Bang Andy, putra sulung paman, sedang menemani ayahnya saat itu. Tiba-tiba dia bertanya kepadaku,"Nisa masih bersekolah di TK Ceria?"

"Iya, Bang."

"Sekelas dengan Ella?"

"Lho, kok tahu? Abang kenal Ella?"

"Kenal Lita tepatnya, mama Ella. Kami sempat berpacaran sekitar enam bulan, lalu putus dua bulan yang lalu."

Aku ternganga tak percaya. Lalu kakak sepupu suamiku itu bercerita,"Sebenarnya Lita itu sudah lama berpisah dengan suaminya. Mereka tidak kunjung bercerai karena mamanya selalu mempengaruhi Lita untuk menuntut harta gono-gini yang besar. Mamanya itu angkuh dan materialistis sekali! Kakak Lita yang agen asuransi itu dipacu terus untuk bekerja keras demi memenuhi ambisinya hidup bergelimang harta. Kakaknya yang lain sudah telanjur berumah tangga dan tinggal jauh di luar pulau, sehingga mamanya tidak mampu mengendalikannya.

Sedangkan adik Lita sendiri sudah dijodohkan dengan putra tunggal seorang pengusaha kaya-raya. Aku terpaksa memutuskan hubungan dengan Lita karena sudah tidak tahan dengan tuntutan mamanya yang berlebihan. Minta mobil baru-lah, liburan ke luar negeri-lah, ini-itulah. Mamanya itu beranggapan kalau bisa hidup mewah itu berarti diberkati Tuhan. Kalau tidak punya apa-apa berarti sudah banyak berbuat dosa sehingga dihukum Tuhan. Makanya dia sangat anti hidup sederhana. Suka sekali berpenampilan mewah sekeluarga, tapi perhitungan sekali terhadap orang lain!"

Kucoba mencerna baik-baik penuturan Bang Andy barusan. Lalu terbersit di ingatanku sorot mata Tante Tere yang seakan-akan menghina penampilan kakek Vita yang sangat sederhana di sekolah dan ucapan arogannya mengenai hal itu yang disampaikannya pada Titin, sahabatku . Juga nasihatnya untuk rajin berdoa dan beribadah agar diberkati Tuhan. Serta pesta ulang tahun cucunya yang beritanya heboh duluan tapi pada kenyatannya biasa-biasa saja.

Ternyata kehidupan Tante Tere dan keluarganya tidak sesempurna yang digembar-gemborkannya selama ini. Banyak hal di dunia ini yang seringkali kelihatan indah dari luarnya, padahal sejatinya biasa-biasa saja. Tinggal kita sendiri yang harus pandai menyaring mana yang baik dan perlu ditiru, serta mana yang tidak baik dan diambil hikmahnya saja.

Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun