"Ibu Soraya terkena stroke. Bagian kanan tubuhnya lumpuh. Kemampuan bicaranya masih ada sedikit, meskipun pelo. Untung beliau segera dibawa ke rumah sakit sebelum terjadi kondisi yang lebih parah," jelas dokter spesialis saraf kepada Elena yang termangu di depannya.
"Apakah ibu saya bisa pulih kembali seperti sediakala, Dok?"tanyanya cemas.
"Karena ini serangan yang pertama dan segera ditangani, proses pemulihannya bisa lebih cepat. Asalkan pihak keluarga terus men-support beliau untuk rajin minum obat, makan makanan bergizi, serta menjalani fisioterapi dan akupuntur. Oya, kondisi psikologis pasien bisa berubah menjadi kurang baik di saat seperti ini. Perasaan sedih, putus asa, tidak berharga ...semuanya bisa campur-aduk dan menyebabkan pasien mudah emosional. Yang sabar, ya...,"nasihat wanita setengah baya itu seraya menepuk lembut bahu Elena.
Elena mengangguk patuh. Apapun akan dilakukannya agar mamanya lekas sembuh. Pandangan matanya mengikuti dokter dan perawat yang berjalan menuju pintu keluar kamar VIP itu. Tak lama kemudian muncullah Thomas beserta kedua anaknya yang baru membeli makanan di kantin. Pria berahang kokoh itu mengeluarkan sekotak makanan dan memberikannya pada Elena. Ia sendiri memegang kotak makanan lainnya dan mulai menyuapi anak kembarnya.
Untunglah dia bergerak cepat saat melihat Mama tergeletak tak berdaya tadi, pikir Elena. Kalau tidak, Mama akan terlambat ditangani dan kondisinya bisa menjadi lebih parah.
"Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Untuk semuanya...membawa Mama ke sini, membantuku mengurus administrasi rumah sakit, dan membelikanku nasi goreng yang enak ini."
Thomas terkekeh.
"Ternyata seorang agen asuransi ternama bisa menjadi tak berkutik ketika anggota keluarganya sendiri terkena musibah."
Elena nyengir malu. Saking takutnya melihat kondisi mamanya yang tak berdaya, ia tadi seperti mati kutu menghadapi prosedur rumah sakit. Untung Thomas lekas tanggap membantunya. Sekarang mamanya sudah ditangani dengan baik dan tertidur pulas. Elena mulai bisa berpikir jernih.