Mohon tunggu...
Sofia Amalia
Sofia Amalia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Guru PAUD

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal "Self-Serving Bias", Buruk Muka Cermin Dibelah

24 Mei 2021   11:24 Diperbarui: 25 Mei 2021   19:15 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Buruk Muka Cermin Dibelah"

Pernahkah kamu mendengar peribahasa di atas? Atau mungkin kamu sudah paham maknanya?

Untuk yang baru mendengar atau belum memahami peribahasa di atas, mari kita sama-sama memahami maknanya. "Buruk Muka Cermin Dibelah" maksudnya adalah ketika kita memiliki keburukan atau kegagalan, kita akan menyalahkan orang lain atau hal lainnya, tanpa melihat kembali apa yang salah dengan diri kita. Sama halnya dengan yang (maaf) buruk rupa yang tidak melihat rupanya, namun menyalahkan cermin. "Bukan rupaku yang buruk, cermin itu kurang bagus".

Mungkin kita pernah melihat orang yang seperti ini, atau mungkin kita pernah mengalaminya. Contohnya, ketika mendapatkan nilai yang buruk dalam sebuah ujian, kita malah menyalahkan hal-hal lain.

"Coba waktu pengerjaannya lebih panjang"

"Jangan-jangan gurunya gak objektif nih"

"Ini kok yang diajarin gak keluar di soal, padahal aku udah belajar"

Kita akan terus menyalahkan orang atau hal di sekitar kita, tanpa refleksi diri terlebih dahulu.

"Sepertinya aku belum memahami materi pelajaran bagian X, jadi kesulitan dalam mengerjakan soal"

"Aku salah di bagian mana ya, mungkin aku keliru dalam memahami materi"

Lantas mengapa kita bisa menyalahkan hal lain atas kegagalan kita sendiri?

Anda bertanggung jawab atas hidup anda. Anda tidak bisa terus menerus menyalahkan orang lain untuk kesalahan-kesalahan  dalam hidup Anda. -Oprah Winfrey

Sumber: IDN Times
Sumber: IDN Times

Dalam dunia psikologi, fenomena ini dinamakan Self-Serving Bias, salah satu jenis dari Cognitive Bias atau kesalahan dalam berpikir. Orang-orang dengan pemikiran Self-Serving Bias akan merasa kegagalannya bukan karena dirinya, melainkan hal lain. 

Berbeda lagi ketika mendapatkan keberhasilan, orang dengan pemikiran Self-Serving Bias merasa semua keberhasilan hanya berasal dari dirinya, bukan karena dukungan dari faktor lain. Sederhananya, "Aku berhasil karena diriku sendiri, dan aku gagal karena mereka"

Melansir dari verywellmind.com, pikiran bias ini muncul karena upaya dalam melindungi harga diri. Ketika berhasil, akan muncul rasa percaya diri yang tinggi dan ketika gagal, menyalahkan orang lain akan melindungi harga diri. Kalau bahasa gaulnya, "gengsian".

Semakin tua malah semakin gengsian

Di antara banyak faktor penyebab Self-Serving Bias, salah satunya adalah usia. Orang tua cenderung memiliki persepsi tentang dirinya sendiri, memuji-memuji dirinya atas kesuksesan yang telah mereka raih. 

Selain usia, jenis kelamin juga menjadi faktor munculnya Self-Serving Bias.  Seorang pria ternyata lebih cenderung menyalahkan faktor luar ketika mereka mengalami kegagalan.

Lingkungan juga mampu membuat seseorang memiliki pikiran Self-Serving Bias. Para ahli berpendapat bahwa orang yang hidup di barat seperti Amerika lebih berpotensi memiliki pikiran Self-Serving Bias dari pada orang-orang yang hidup di timur seperti Jepang dan Cina.

Hal ini dikarenakan budaya barat yang lebih bersifat individualis sangat menekankan pada pencapaian pribadi dan harga diri. Berbeda dengan budaya timur yang lebih bersifat kolektivitas, mereka akan lebih menganggap bahwa sebuah keberhasilan adalah kebetulan dan kegagalan yang datang disebabkan oleh  kekurangan mereka sendiri.

Berdasarkan perspektif pribadi, saya merasa bahwa orang yang memiliki gelar dan jabatan yang lebih tinggi juga cenderung memiliki pikiran bias. Mungkin kamu pernah bertemu dengan senior yang gengsian enggan mengakui kesalahannya atau orang yang gelar pendidikannya lebih tinggi memamerkan pengelamannya padahal tidak ada yang bertanya atau tidak dalam kepentingan apa-apa.

Pikiran Self-Serving Bias cukup berbahaya untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar. Ketika kita mengalami kegagalan, kita malah menyalahkan hal lain dan tidak mampu mengenali kekurangan sendiri, ujung-ujungnya kita tidak akan bisa belajar dari kesalahan dan akan terus gagal.

Self-Serving Bias juga mampu memicu ketidakpercayaan antara guru dan siswa

Ketika saya hendak menulis artikel ini, saya menyempatkan diri untuk menonton sebuah video di YouTube sebagai referensi. Ketika saya scroll ke bawah, saya tertarik membaca sebuah komentar yang merupakan Top Comment dari video tersebut.

My school does this all the time. When I get an A the teacher takes the credit. But when I fail, it is suddenly my fault and the give me adderall.

The teacher doesn't do it for her self esteem. unless you think self-esteem is a socio-meter, that.

Kurang lebih maksud dari komentar tersebut adalah, ia merasa Self-Serving Bias terus terjadi di sekolahnya.  Ketika seorang siswa mendapatkan nilai A, guru menganggap itu adalah sebuah kredit (harga atau nilai untuk suatu tindakan yang baik) untuk dirinya. Namun berbeda jika siswanya gagal, guru akan merasa itu adalah kesalahan siswa.

Dari komentar tadi, ada beberapa komentar tanggapan yang menyetujui atau membela si siswa dengan mengatakan bahwa "Kamu bukanlah pelajar yang buruk, ini lebih kepada cara mereka mengajar" dan kalimat-kalimat dukungan lainnya.

Jika dalam kasus komentar ini guru yang memiliki pola pikir Self-Serving Bias, ada contoh lain dimana terjadi sebalinya, siswa yang memiliki cara berpikir yang bias. Contonya sudah saya sajikan di awal artikel ini, ketika seseorang siswa gagal dalam ujian, ia malah menyalahkan gurunya yang tidak objektif dalam menilai, padahal mungkin saja memang hasil pekerjaan siswa tersebut buruk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun