Ketika saya hendak menulis artikel ini, saya menyempatkan diri untuk menonton sebuah video di YouTube sebagai referensi. Ketika saya scroll ke bawah, saya tertarik membaca sebuah komentar yang merupakan Top Comment dari video tersebut.
My school does this all the time. When I get an A the teacher takes the credit. But when I fail, it is suddenly my fault and the give me adderall.
The teacher doesn't do it for her self esteem. unless you think self-esteem is a socio-meter, that.
Kurang lebih maksud dari komentar tersebut adalah, ia merasa Self-Serving Bias terus terjadi di sekolahnya. Â Ketika seorang siswa mendapatkan nilai A, guru menganggap itu adalah sebuah kredit (harga atau nilai untuk suatu tindakan yang baik) untuk dirinya. Namun berbeda jika siswanya gagal, guru akan merasa itu adalah kesalahan siswa.
Dari komentar tadi, ada beberapa komentar tanggapan yang menyetujui atau membela si siswa dengan mengatakan bahwa "Kamu bukanlah pelajar yang buruk, ini lebih kepada cara mereka mengajar" dan kalimat-kalimat dukungan lainnya.
Jika dalam kasus komentar ini guru yang memiliki pola pikir Self-Serving Bias, ada contoh lain dimana terjadi sebalinya, siswa yang memiliki cara berpikir yang bias. Contonya sudah saya sajikan di awal artikel ini, ketika seseorang siswa gagal dalam ujian, ia malah menyalahkan gurunya yang tidak objektif dalam menilai, padahal mungkin saja memang hasil pekerjaan siswa tersebut buruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H