Mohon tunggu...
Soffy Pratamalasari
Soffy Pratamalasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa hubungan internasional/Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik/Universitas Jember

saya ingin pergi jauh dan mendatangi tempat tempat yang bisa membuat saya tenang dengan mendengarkan beberapa genre musik yang saya sukai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Industri Rokok di Indonesia

20 Maret 2023   23:16 Diperbarui: 20 Maret 2023   23:26 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan ekonomi yang berjalan di bidang indutrialisasi merupakan stir kendali dalam pertumbuhan ekonomi dan sebagai ladang  penghasilan bagi buruh . Di Indonesia sektor industri merupakan salah satu sektor yang turut menyumbang PDB nasional dengan persentasi 27,58 persen dari total PDB pada tahun 2001-2008. Salah satu sektor industri Indonesia yang berperan dalam ekonomi nasional adalah Industri Hasil Tembakau (IHT). 

Namun disisi lain keberadaan industri tembakau memberikan dilema terhadap Indonesia, pasalnya pemerintah melarang kerasa untuk merokok dengan alasan ancaman kesehatan namun disisi lain tembakau juga menyumbang pemasukan negara yang berasal dari cukai tembakau dan industri rokok memberikan lapangan pekerjaan terhadap buruh pabrik dengan menerima banyak tenaga kerja.

Tembakau menjadi salah satu komoditi terpenting di dunia dan industri ini menjadi penunjang sektor pendapatan negara termasuk Indonesia. Indonesia digadang gadang sebagai pengsupply tembakau terbesar ke dua di dunia setelah Thailand. Setiap tahunnya cukai tembakau meningkat pesat dan terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan negara.

Hal ini karena tembakau dan rokok adalah produk bernilai tinggi. Dalam satu kasus, Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi mengalami kemrosotan namun tidak  memberikan efek apapun dalam industri rokok Indonesia, padahal jika melihat kebelakangan industri rokok di Indonesia banyak mengalami kendala yang diakibatkan dari krisis ekonomi berkepanjangan yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan tuntutan gaya hidup yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan produksi rokok di Indonesia tidak hanya sebagai konsumsi masyarakat saja namun juga diekspor ke mancanegara. Dan Indonesia juga masuk kedalam perdagangan bebas yaitu ASEAN Free Trade Area yang membuat sektor ekonomi non migas bertumbuh cukup pesat.

Selain sebagai penyumbang pendapatan negara, industri rokok juga mengalami peningkatan dalam segi pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan yang semakin pesat menyebabkan terpengaruhnya tingkat struktur dan konsentrasi industri tersebut. Dengan begitu diperlukan pengorganisasian pasar yang bertujuan untuk mengidentifikasi aspek aspek seperti struktur, kerja dan perilaku pasar. 

Sebagai komoditas oligopoli, pasar rokok banyak dikuasai perusahaan industri besar, yang berakibat industri besar memiliki kebebasan dalam menentukan harga tembakau sehingga menyebabkan industri rokok kecil dalam bayang bayang industri besar. Perilaku perusahaan juga berpengaruh dalam  penentuan layak atau tidaknya perusahaan tersebut dalam industri. 

Hal ini menciptakan kecondongan ke arah oligopoli, yang berakibat perusahaan cenderung memberi tekanan tekanan pada perusahaan lainnya dan terjadinya persaingan tidak sehat antar perusahaan. Pastinya hal ini akan menimbulkan power yang tidak seimbang dalam pasar industri yang akan berdampak buruk bagi kualitas pasar. Dengan begitu aspek ini akan mendapatkan perhatian lebih dan diindikasi dalam struktur  industri apakah lebih dekat dengan persaingan ataukah dengan menopoli.

Dalam industri rokok terdapat beberapa perusahaan yang terlibat  dalam sektor bursa efek Indonesia. Fakta tersebut mengungkap terdapat empat perusahaan yang tercatat, keempat perusahaan tersebut yaitu PT. Handjaya mandala sampoerna Tbk (HMSP), PT. Gudang garam Tbk (GGRM), PT. Bentoel internasional Investama Tbk (RMBA), PT. Wismilak inti Makmur (WIIM). Pertumbuhan harga saham rokok pertahunnya mengalami kecenderungan kenaikan harga dengan range 500 persen hingga 600 persen. Keempat perusahaan rokok tersebut disinyalir memberikan peluang terhadap investor untuk penanaman modal dalam perkembangan investasi asing terhadap produk olahan tembakau tanpa hambatan yang memicu industri rokok Indonesia mengarah ke pasar oligopoli.

Di Indonesia produksi industri tembakau dibagi menjadi dua jenis, rokok kretek dan rokok putih. Rokok kretek adalah ciri khas rokok tradisional Indonesia yang pembuatannya menggunakan tembakau, cengkeh, dan bahan "saus",  sedangkan rokok putih merupakan  rokok yang tidak mengandalkan cengkeh sebagai salah satu bahan utamanya. 

Setiap tahunya produksi rokok mengalami peningkatan terutama rokok sigaret kretek mesin (SKM), daripada segret kretek tangan (SKT) hal ini menunjukan pola kecenderungan pada perubahan pola konsumsi rokok masyarakat. Pergerakan pola konsumsi rokok kemungkinan terpengaruh dari iklan iklan yang diberikan oleh perusahaan besar, masyarakat terpengaruh bahwasanya dalam SKM kandungan nikotin dan tarnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan SKT. 

Pola ini membuat permintaan rokok tiap tahunnya mengalami kenaikan terus menerus beriringan dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan meningkatnya jumlah permintaan rokok, negara terpaksa melakukan impor dengan alasan produksi dalam negeri tidak sanggup mencukupi kebutuhan industri. Setiap tahunnya Impor tembakau di Indonesia melambung tinggi karena masuknya investasi asing ke dalam industri rokok Indonesia. Kenaikan impor tembakau yang terus saja terjadi mengakibatkan banyak pihak memperkirakan bahwa impor tembakau Indonesia akan terus meningkat di masa depan, pada tahun 2020 impor tembakau meningkat sebesar 3 persen yang jika dirata rata sebesar 72,7 ton tembakau.

Dengan promosi yang telah dilakukan oleh perusahaan menyebabkan jumlah konsumsi rokok meningkat dengan begitu perusahaan harus mampu memenuhi permintaan. Pasalnya jika produksi perusahaan tidak memenuhi maka resiko yang akan terjadi adalah kehilangan peminat pasar dan akan menyebabkan kerugian yang cukup besar. 

Keterbatasan pasokan tembakau virginia ini menjadi alasan Indonesia melakukan impor tembakau, hal ini dilakukan sebagai jalur tengah untuk menutupi pasokan bahan baku tembakau yang tidak memenuhi permintaan. Pasalnya industri rokok harus terus memenuhi pasar permintaan agar tetap menguntungkan dan industri tetap berjalan secara sistematis dengan ketersediaan bahan tembakau yang baik dan tercukupi. 

Jika bahan baku tidak dapat mencukupi permintaan pasar maka akan mengganggu proses pemasaran dan kelangsungan produksi rokok. Dengan begitu jika stok tembakau didalam negeri tidak mencukupi maka impor akan terus dilakukan dan semakin tajam.

Meningkatnya daya beli rokok yang dilakukan oleh masyarakat juga dipegaruhi oleh tingginya angka pendapatan masyarakat dengan artian pendapatan tinggi konsumsi rokok juga tinggi. Dari data BPS Kemenkes dan Kemenperin juga menunjukan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan konsumtif perokok tiap tahunnya. 

Terjadi pergeseran rokok yang awalnya SKT berganti ke SKM yang dipercaya lebih ringan dalam kandungan tar dan nikotinnya seperti light dan mild. Efek yang ditimbulkan dari perilaku konsumtif tersebut adalah tingginya pemakaian tembakau impor yang dipakai dalam produksi rokok terhadaap permintaan pasar.

Saat ini untuk meminimalisir terjadinya impor tembakau besar besaran yang dilakukan oleh pabrikan rokok, Indonesia memulai melakukan pengembangan tembakau jenis virginia yang dilakukan di daerah Jawa Timur dan Lombok dengan upaya budidaya benih virginia yang berkualitas dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tembakau produksi rokok. 

Hal tersebut juga dilakukan untuk meningkatkan daya saing pasar domestik, dengan cara melakukan kerjasama mitra yang dilakukan oleh para petani tembakau dan perindustrian rokok. Sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada tembakau impor, jika kerjasama mitra  tersebut tidak berjalan sesuai rencana awal maka akan dilakukan kebijakan kenaikan tarif impor tembakau untuk menekan tingginya impor tembakau. Padahal Indonesia merupakan salah satu produsen tembakau terbaik dengan kandungan tar dan nikotin yang tinggi. Tembakau varian ini lebih banyak diekspor dan banyak diminati kalangan pasar global dengan kualitas yang cukup mumpuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun