Cerpen  | Di Balik Pegunungan SenjaÂ
DikToko
(Soetiyastoko)
SUV tua buatan Eropa itu gagah, melaju perlahan di jalur pegunungan rimbun yang berkelok. Melintasi punggung jajaran Bukit Barisan - Sumatera.Â
Di dalam kendaraan kekar itu, Erni, seorang janda tua dengan rambut memutih yang diikat rapi, memandang lekat ke luar jendela.
Youtuber itu wajahnya lelah, tetapi sorot matanya penuh rasa ingin tahu. Di sebelahnya, Dona, putri semata wayang yang berprofesi sebagai penulis, tengah berdendang ceria. Tangan yang sedikit berbulu itu menggenggam setir dengan hati-hati.
Dona melengkapi diri dengan beberapa kamera, alat perekam suara yang bisa langsung mengkonversi ke tulisan. Canggih. Â
Penulis produktif itu juga membawa buku catatan kecil. Ditaruh di atas dashboard, siap mencatat inspirasi kapan saja.
Mereka baru saja tiba di sebuah desa wisata terkenal, tempat bukit-bukit hijau berpadu dengan langit biru cerah. Namun, keindahan alam itu tidak sejalan dengan percakapan getir yang akan segera terjadi.
Saat berhenti di sebuah warung kecil untuk menikmati teh panas dan pisang tsnduk bakar, seorang wanita cantik tinggi langsing, mendekati mereka.
Wanita itu tampak gelisah, mengenakan pakaian sederhana, tetapi jelas dari raut wajahnya bahwa ia pernah hidup dalam kemewahan.
"Bu, bolehkah saya duduk di sini?" tanya wanita itu sopan.
"Tentu, Nak," jawab Erni sambil tersenyum. "Kami hanya pelancong tua dan penulis, senang bertemu orang baru."
Wanita itu tersenyum lemah dan mulai bercerita, tanpa ditanya.
Seperti biasa, Erni dan Dona menerapkan jurus milik pemburu berita. Jurus yang membuat nyaman sang lawan bicara, sehingga "nyerocos" bercerita.
Semua adegan dan ucapan kenalan baru itu, lengkap terekam di kamera kecil yang bertenger di atas kepala Erni dan Dona. Kamera "go-pro".
Kisah yang Menyayat Hati
"Nama saya Yuni," katanya, suaranya bergetar. "Saya punya suami, dulunya pejabat. Tapi, dua tahun terakhir, hidup saya berubah jadi mimpi buruk."
Dona segera mengeluarkan buku catatannya. Bukan untuk sekadar menulis cerita, tetapi agar ia bisa memahami kehidupan yang berbeda dari miliknya.
"Suami saya selingkuh. Pertama dengan dua pembantu kami, lalu tetangga. Teman arisan Yuni. Dia bahkan menikahi mereka secara siri," lanjut Yuni, matanya mulai berair.
"Saya bertahan karena anak-anak saya. Mereka butuh sosok ayah, meski suami saya itu jarang di rumah."
"Apakah anak-anak tahu apa yang terjadi?" tanya Erni lembut.
Yuni menggeleng. "Tidak. Mereka pikir saya yang salah. Mereka sering bertanya kenapa Ayah tidak pulang. Saya takut mereka membenci saya jika tahu yang sebenarnya."
Erni menghela napas panjang.
"Nak, seorang ibu sering kali harus memikul beban yang tidak adil. Tapi, membiarkan dirimu hancur demi seseorang yang sudah melukai keluargamu? Itu bukan cinta. Itu perbudakan hati."
Yuni terdiam. Dona menambahkan,
"Bu Yuni  ...
Mungkin lebih baik bicara jujur kepada anak-anak. Mereka akan mengerti, meskipun butuh waktu."
"Bagaimana kalau anak-anak membenci-ku? Atau kelak mencontoh kelakuan ayahnya?" tanya Yuni ragu.
"Anak-anak akan lebih membenci kebohongan, Bu," kata Dona.
"Nak Yuni, jangan sampai akhirnya, anak-anak tahu dari orang lain, tentang ayah mereka. Itu sangat tidak baik  lho ..." , ujar Erni, seraya mengusap punnggung Yuni.
"Kebenaran itu pahit, tapi itulah cara membangun kembali kepercayaan." ucap Dona, nyaris berbisik.
Erni menyodorkan tisu ke tangan Yuni. Jemari Yuni lentik, Â kukunya berkutek oranye. Itu yang terlihat Ibu Erni.
Harapan di Ujung Jalan
Obrolan itu  arahnya kesana kemari. Mata Dona dan Erni terus menatap mata Yuni.
Celotehnya, berlangsung  lebih dari satu jam. Di akhir, Yuni tampak lebih tenang. Ia tersenyum tipis dan berkata,
"Terima kasih. Ibu Erni dan Kakak Dona telah membuka mata Yuni. Mungkin inilah waktunya, Yuni berdiri untuk diri sendiri dan anak-anak."
Ketika Yuni pergi, Erni dan Dona saling berpandangan. Dona mencatat sebuah kalimat di buku catatannya:
"Kadang kita harus membiarkan sesuatu pergi, untuk menyelamatkan diri dan demi orang-orang yang kita cintai."
Kesimpulan
1. Kebenaran adalah Penyembuhan
Menghadapi kenyataan yang pahit adalah langkah awal untuk menemukan kedamaian.
Berani jujur kepada diri sendiri dan orang lain adalah bentuk kekuatan.
2. Nilai Diri Tetap Utuh
Seperti uang yang diinjak dan dikotor, nilai diri seseorang tidak pernah berkurang meski telah melalui banyak penderitaan.
3. Beri Ruang untuk Allah
Rencana Tuhan selalu lebih baik dari yang kita bayangkan. Percayalah bahwa ada keindahan di balik setiap luka.
Saran
1. Untuk Para Ibu yang Berjuang
Jangan takut menghadapi kenyataan, terutama jika itu untuk kebaikan anak-anak. Bicara dengan mereka dari hati ke hati, karena mereka lebih bijaksana daripada yang kita kira.
2. Untuk Semua Wanita
Jangan biarkan perlakuan buruk mengurangi nilai diri Anda. Carilah dukungan dari orang yang bisa dipercaya dan bangun kembali kehidupan dengan penuh keberanian.
3. Untuk Para Gadis
Perlu berhati-hati saat didekati laki-laki. Jangan mudah terkecoh , jangan ceroboh, dalam memilih jodoh.
Pastikan lelaki itu patuh dan setia pada perintah Tuhan-nya. Sehingga kalian tahu, bahwa lelaki yang kau pilih, hanya sekedar ingin mencicipi tubuhmu saja.
4. Untuk Masyarakat
Jadilah pendengar yang baik bagi mereka yang tengah menghadapi kesulitan.
Kadang, kehadiran kita yang mau mendengarkannya saja, sudah cukup untuk meringankan beban orang lain.
Erni dan Dona melanjutkan perjalanan mereka, meninggalkan warung kecil itu dengan rasa hangat di hati.
Mereka tahu, bukan hanya Yuni yang mendapat pelajaran hari itu---mereka pun belajar tentang kekuatan seorang ibu dan mencoba paham makna keberanian sejati.
Adakah yang tidak bertanya, "Mengapa selalu ada pengkhianat cinta ? Atau memang sejak awal tidak ada rasa cinta? Kecuali nyala hasrat belaka ?"
______
Pagedangan, Jumat, 06/12/2024 01:38:36
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI