Erni menghela napas panjang.
"Nak, seorang ibu sering kali harus memikul beban yang tidak adil. Tapi, membiarkan dirimu hancur demi seseorang yang sudah melukai keluargamu? Itu bukan cinta. Itu perbudakan hati."
Yuni terdiam. Dona menambahkan,
"Bu Yuni  ...
Mungkin lebih baik bicara jujur kepada anak-anak. Mereka akan mengerti, meskipun butuh waktu."
"Bagaimana kalau anak-anak membenci-ku? Atau kelak mencontoh kelakuan ayahnya?" tanya Yuni ragu.
"Anak-anak akan lebih membenci kebohongan, Bu," kata Dona.
"Nak Yuni, jangan sampai akhirnya, anak-anak tahu dari orang lain, tentang ayah mereka. Itu sangat tidak baik  lho ..." , ujar Erni, seraya mengusap punnggung Yuni.
"Kebenaran itu pahit, tapi itulah cara membangun kembali kepercayaan." ucap Dona, nyaris berbisik.
Erni menyodorkan tisu ke tangan Yuni. Jemari Yuni lentik, Â kukunya berkutek oranye. Itu yang terlihat Ibu Erni.
Harapan di Ujung Jalan
Obrolan itu  arahnya kesana kemari. Mata Dona dan Erni terus menatap mata Yuni.