Pendidikan | Dongeng Ayah, Benih Gemar Ilmu
DikToko
(Soetiyastoko)
Gagal menguasai ilmu, seringkali bukan karena tidak cerdas atau ketiadaan biaya untuk menempuh pendidikan formal.
Kegagalan lebih sering dipicu akibat tiada kegemaran atas ilmu. Minim akan rasa ingin tahu pada diri orang yang bersangkutan.
Setiap orangtua mendambakan putra-putrinya menjadi orang yang berilmu. Maka menyekolahkan anak adalah keputusan yang logis. Namun keinginan orangtua tak selalu benar-benar sejalan dengan tingkat kesungguhan anak dalam belajar.
Potensi seringkali tak seutuhnya ter-manifestasikan. Seharusnya dengan kecerdasan yang ada pada anak, capaian prestasi belajarnya bisa jauh lebih baik.
Kebanyakan anak-anak harus setengah dipaksa untuk belajar. Dia lebih suka main game atau permainan dan aktivitas lain. Setelah enerji terkuras, sisanya untuk tenaga dalam belajar.
Keingintahuan yang rendah, membuat motivasi belajar pun rendah.
Poin kritis: masalahnya bagaimana membangun rasa ingin tahu yang tinggi, pada diri anak. Agar gemar akan ilmu.
Tugas orangtua selain menafkahi, merawat, membesarkan fisiknya. Mereka juga bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai agama, sosial. Termasuk adab dan daya juang dan daya hidup untuk masa depan setiap anaknya.
Sebagian besar tanggungjawab itu ada dipundak orangtua anak. Adapun sebagian lainnya jadi tanggung jawab institusi pendidikan serta lingkungan sekitar.
Orangtua adalah model pertama yang ditiru, mereka pula guru pertama dan penegak disiplin bagi anak-anaknya. Suami dan istri adalah menejer bin pengelola utama dan berkuasa penuh atas keturunannya.
Kegagalan menjalankan tugas pokok dan fungsi - "tupoksi" sebagai orangtua, terlihat pada prilaku, adab, disiplin, keberagamaan, capaian-capaian dan prestasi anaknya.
Termasuk dalam menyemai kegemaran akan ilmu, tingkat rasa ingin tahu. Berujung pada tingkat kesungguhan belajar. Gigih.
Dari paragraf di atas tersirat bahwa setiap orangtua selain mengajarkan keimanan, wajib menanamkan 'benih gemar ilmu" kepada putra-putrinya. Harus direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan dan sejak dini.
Berkenaan dengan bahasan di atas, lalu apa hubungannya dengan judul tulisan in, "Dongeng Benih Gemar Ilmu" ?
Dongeng lebih sering disajikan saat menjelang tidur malam, saat bercengkrama dengan anak. Demikian pengalaman masa kecil bersama orangtua penulis dan itu sangat mengesankan.
Di saat seperti itu jarak fisik maupun psikologis nyaris tidak ada. Penulis menyimak dan menikmati dongeng dari ayah, dengan berbaring lekat disamping tubuh besarnya- berbantalkan lengannya.
Sesekali penulis diminta mengomentari adegan dongeng atau sikap tokohnya. Termasuk diminta menerka kelanjutan dongengnya akan seperti apa.
Pola-pola interaksi intim antara orangtua dengan anak, saat dongeng berlangsung, disisipkan berbagai nilai kehidupan, keberagamaan dan sebagainya. Disisi lain cara mendongeng yang seperti itu, penulis rasakan, telah menanamkan rasa ingin tahu, peningkatkan sikap kritis dan daya pemahaman. Dasar-dasar atau benih untuk menggemari ilmu.
Mengacu pada paragraf di atas, setiap pasangan muda yang hendak menikah, selain mendapatkan materi pembekalan yang sudah disiapkan Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil, mereka juga harus disiapkan; agar mampu menjadi Penyemai Benih Gemar Ilmu.
Negara ini butuh orangtua-orangtua yang bertanggung jawab atas anak-anaknya. Termasuk menumbuhkan pembelajar-pembelajar gigih yang gemar ilmu.
Setiap orangtua yang ingin anaknya tumbuh jadi soleh dan solehah, harus mampu mendongeng dengan baik. Harus belajar.
Sedangkan materi dongeng, bisa kisah-kisah nabi, kisah-kisah penemu pengetahun dlsb.
Selamat mendongeng !
________
Pagedangan, suatu ketika di hari ulang tahun-ku, jelang fajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H