"Entar dulu, gua kagak paham nih. 'Fatherless' itu kuman atau virus nih ?" Â Sahut Myrna.
Seketika suasana berubah lebih serius, meski candaan tetap terselip di tiap kalimat mereka.
"Fatherless adalah istilah yang menggambarkan kondisi ketika 'peran ayah' kurang hadir dalam kehidupan anak, baik secara fisik maupun emosional. Fenomena ini juga dikenal dengan istilah father hunger. Lapar akan sentuhan ayah", jelas Rhynda.
"Fatherless dapat menjadi masalah sosial yang semakin meningkat di masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan fenomena ini di antaranya: Perceraian, Masalah internal pada orang tua, Kematian ayah, Ayah yang bekerja di luar daerah tempat tinggal", sambung Rhynda.
Â
"Dampak negatif yang dapat terjadi pada anak yang mengalami fatherless di antaranya:
Rendahnya harga diri. Rasa marah dan malu, Kecemburuan, kedukaan, dan kesepian.
Termasuk rendahnya inisiatif dan kontrol diri.
Ketidakstabilan emosional. Kesulitan membangun identitas. Risiko terkena perilaku yang merugikan.
Semua itu menjadi tantangan dalam membangun hubungan yang sehat dengan pria di masa depan" , Rhynda 'mengakhiri' seminarnya. Â
Dia heran sendiri, hafal kalimat-kalimat Psikolog yang ditontonnya di televisi.
Susan langsung  bereaksi dengan ekspresi bingung.
"Fatherless? Lebay, nggak sih? Bapak-bapak tuh ada kok di rumah, tapi tetep dibilang fatherless."
"Bentar, Susan." Widdy menepuk tangan Susan.
"Fatherless itu maksudnya nggak selalu secara fisik atau biologis gak ada. Lebih ke 'ke nggak hadir' secara emosional atau fisik tak bersentuhan. Ada di rumah, tapi kayak nggak ada."