Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen | Melodi Sunyi Diantara Cahaya dan Bayang Jakarta

5 September 2024   22:22 Diperbarui: 5 September 2024   22:32 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen  |  Melodi Sunyi Di Antara Cahaya dan Bayang-Bayang Jakarta

DikToko
(Soetiyastoko
)

Senja mulai merambat turun ketika aku duduk di dalam mobil inventaris-ku yang baru, ada rasa suka dan kecewa datang bersamaan.

Mobil inventaris yang baru ini jok kulit sapi dan kaca spion dalamnya masih terbungkus plastik. Spek-nya setingkat lebih tinggi dari mobil yang kemarin.

Hal yang mengecewakan-ku, perusahaan tak lagi menyediakan sopir khusus untukku. Aku  mulai hari ini harus nyetir sendiri.
Tak bisa lagi membolak-balik berkas kerjaan kantor atau menulis artikel di tablet, di jok kiri belakang.

Hasrat-ku untuk protes ke Dewan Komisaris atau Direktur utama, setelah kupikir berulang-kali, kutahan. Tak jadi kusampaikan, setelah ingat gaji-ku pun sudah dinaikkan signifikan.

Mestinya, aku bersyukur.

Biasanya aku tak peduli suasana perjalanan pulang, di mobil nyaris selalu ada aktivitas produktif-ku.
Tapi senja ini selain memandang mobil-mobil di depanku, kulihat kerlip lampu-lampu gedung di Jalan Sudirman.

Gedung-gedung tinggi seperti raksasa sombong, penjaga perkotaan.
Kaca-kacanya memantulkan kilauan cahaya yang berbaur dengan langit senja yang memerah.

Mesin mobilku mulai berbisik pelan, suara jazz dari Ermy Kulit mengalun lembut mengisi kabin. Lagu-lagu jazzy ini seakan meredakan kebisingan Jakarta sore itu, meski lalu lintas tampak padat dan mobil-mobil antri keluar gedung parkir.

Aku mengikuti arus, perlahan meninggalkan gedung dan bergabung dengan mobil-mobil lain yang merayap di jalan raya. Lampu-lampu jalan mulai menyala, memberikan pendar kekuningan yang membuat suasana terasa melankolis.

Rasa suka dan kecewa  yang menggelayuti
pikiran, mengajakku mulai berkelana, menyusuri setiap ingatan dan pengamatan yang terkumpul dalam hari-hariku.

"Aku melihat hidup orang lain begitu nikmat," gumamku dalam hati. Rasanya mereka memiliki hidup yang sempurna. Tidak pernah tampak ada kekurangan.

Teman-ku di kantor, dan rekan-rekan tim pendukungku yang selalu tampak sukses dan ceria, seolah tidak pernah terjatuh.
Tapi, aku tahu betul, bahwa mereka pun menyimpan duka di dalam hati, yang tak pernah terungkap di permukaan.

Mobil perlahan melintasi jembatan Semanggi, menuju Jalan Gatot Subroto ke arah Tomang.
Aku menatap sekeliling, gedung-gedung tinggi berdiri kokoh di sepanjang jalan. Alunan jazz kini berganti dengan denting lembut bossanova Rien Jamain, mengiringi arus pikiranku yang terus berkelana.

"Aku melihat hidup teman-temanku tak ada duka dan kepedihan," kembali aku bergumam. Namun, semakin aku mengenal mereka, semakin aku sadar bahwa kebahagiaan mereka datang dari rasa syukur. Bukan karena hidup mereka sempurna, tapi karena mereka pandai mensyukuri apa pun yang ada.

Di balik senyum mereka, ada ujian yang tak kasat mata, yang dijalani tanpa keluhan.

Langit mulai gelap ketika aku sampai di jalan tol Slipi, laju mobil mulai lancar.

Agak tersendat ketika mendaki Flyover Tomang, kesempatan melihat deretan Tower di atas Mal Taman Anggrek.

Di atas sini, pikiranku lebih tenang. Suasana jalan yang luas dan lapang membiarkan aku tenggelam dalam lamunan.

"Saudaraku tampak begitu tenang dalam kehidupannya," pikirku. Namun, di balik itu semua, aku tahu dia selalu menghadapi badai kehidupan.

Hanya saja, dia menjalaninya dengan sabar, dan menemukan kedamaian dalam ujian yang datang silih berganti.

Aku terus melaju di jalan tol menuju arah Tangerang, lampu-lampu jalanan mulai terlihat di kejauhan, memantul di kaca jendela mobil.

"Hidup sahabatku tampak sempurna," pikirku lagi. Namun, mungkin kesempurnaan itu bukan tentang tidak adanya masalah, melainkan tentang bagaimana ia bisa menerima dan bahagia menjadi dirinya sendiri, tanpa perlu berpura-pura.

Kekiri keluar dari jalan Tol, menuju kota baru BSD mulai terbentang deretan pertokoan di depan mataku. Gelap malam kini sepenuhnya mengambil alih.

Mobil inventaris baru ku melaju lebih cepat, namun di dalam kabin yang masih bau plastik ini, aku merasa perjalanan ini seperti sebuah refleksi panjang.

Setiap orang di dunia ini mungkin terlihat memiliki kehidupan yang berbeda, tapi sebenarnya mereka semua sedang berjuang, dengan caranya sendiri.

"Mungkin aku tak tahu di mana rezekiku, tapi rezekiku tahu di mana aku."

Aku teringat, bahwa sejak dalam kandungan, Allah sudah menjamin rezekiku. Rezeki tidak selalu datang dari apa yang kita lihat atau dari apa yang kita kerjakan. "Kerja adalah ibadah, sedang rezeki itu urusan-Nya."

Aku tersenyum kecil, mematikan mesin mobil setelah sampai di rumah di BPA.

Malam yang tenang dan perjalanan panjang hampir 2 jam ini memberiku banyak waktu untuk merenung.

Aku menyadari bahwa rezeki adalah sesuatu yang lebih dari sekadar hasil usaha keras.

--------------

Kesimpulan Untuk-ku:
Wahai dikau, ... Melihat kehidupan orang lain dari luar sering kali membuat diri-mu merasa iri, seakan-akan hidup mereka lebih mudah atau lebih baik. Namun, di balik setiap wajah yang tampak bahagia, selalu ada perjuangan dan ujian yang tak terlihat.

Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing, dengan tantangan yang berbeda-beda.

Kebahagiaan tidak selalu datang dari kesempurnaan, melainkan dari rasa syukur dan penerimaan terhadap apa yang kita miliki.

Rezeki sudah diatur oleh Allah, dan diri-mu hanya perlu menjalani hidup dengan ikhtiar dan tawakal.

Saran Untuk Diriku:
Hindarilah perasaan iri terhadap rezeki atau kehidupan orang lain, karena dikau tidak pernah tahu apa yang mereka hadapi di balik layar.
Hai diriku, fokuslah pada ikhtiar, bersyukur atas apa yang telah diberikan, dan serahkan hasilnya kepada Allah.
Jangan ter-distraksi.
Jangan terlalu terpaku pada materi atau angka yang tertera di slip gaji, karena hakekat rezeki terletak pada hal-hal yang sering kali kita abaikan---kesehatan, kebahagiaan, keluarga, dan ketenangan batin.

Tetaplah menjalani hidup dengan niat ibadah dan selalu percaya bahwa rezeki akan datang pada waktunya, dari arah yang tak terduga.

Berkurang sedikit kenikmatan-mu, jangan kecewa. Amat banyak orang yang tak seberuntung dirimu !

------------

BPA, Pagedangan ,  Kamis  , 05/09/2024 21:09:21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun