Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Resiko Kehilangan Pekerjaan ?

16 Agustus 2024   21:51 Diperbarui: 16 Agustus 2024   21:52 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Risiko Kehilangan Pekerjaan? Diversifikasi Sumber Pendapatan adalah Jawabannya!

Oleh DikToko
(Soetiyastoko)

Perkembangan dunia usaha dan kerja, saat ini sangat dinamis. Hal ini dapat menjadi peluang yang menguntungkan, namun juga bisa mengubah tatanan kehidupan manusia secara drastis.

Mungkin terdengar provokatif, namun kenyataannya, sebaik apa pun pekerjaan atau usaha yang kita miliki saat ini, ada kemungkinan kita akan kehilangannya. 

Entah karena perusahaan bangkrut, pasar yang berubah, manajemen memutuskan untuk mengganti dengan mesin otomatis, atau kita memasuki usia pensiun.

Situasi seperti ini seharusnya bisa diantisipasi. Kita perlu menyiapkan sumber pendapatan lain sebagai cadangan.

Orang bijak berkata, "Berjalan hanya dengan satu tongkat menyudutkan diri dalam situasi yang berbahaya".

Lalu, apa yang harus dilakukan agar kita memiliki "tongkat" lain?

Dalam bahasa bisnis, kita perlu melakukan diversifikasi usaha, atau dalam hal ini, diversifikasi sumber pendapatan. Contohnya seperti apa?

Pekerjaan utama yang kita miliki saat ini harus tetap dipertahankan dengan baik, sembari kita mencoba mencari sumber pendapatan lain.

Ini bukan hal baru, karena banyak di antara kita yang sudah menjalankan usaha sampingan di luar pekerjaan utama. Misalnya, memanfaatkan waktu di pagi hari sebelum berangkat kerja dengan menjadi pengemudi ojek online.

Ada juga yang membawa barang dagangan untuk dijual di antara rekan-rekan kerja mereka.

Contoh lain datang dari seorang mahasiswi yang rumahnya cukup jauh dari kampus. 

Dia harus berganti-ganti moda transportasi untuk sampai di kampusnya. Mulai dari mengendarai sepeda motor, dari rumah.

Memarkirnya di stasiun kereta, dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan kota. 

Karena keterbatasan dana, dia memilih berjalan kaki dari tempat angkot terakhir berhenti  menuju kampus. Meskipun itu cukup melelahkan.

Mahasiswi ini sudah lama ingin mempunyai penghasilan, selain beasiswa yang sedang dinikmatinya. 

Akhirnya, dia berencana untuk berjualan di kampus. Namun, produk apa yang harus dijual? Target pasarnya adalah teman-teman kuliah.

Setelah berpikir panjang, dia memutuskan untuk menjual makanan. Tapi, dari mana modalnya? Di sinilah kecerdasan dan ide-ide kreatif bermain. 

Dia memutuskan untuk memanfaatkan kepercayaan. Namun dia tahu, kepercayaan itu tidak bisa didapatkan begitu saja. Harus ada bukti bahwa dirinya dapat dipercaya.

Dia memutuskan untuk berhemat biaya transportasi dengan mengendarai sepeda motor langsung dari rumah ke kampus, meskipun lebih melelahkan dan berisiko.

Semua itu dia lakukan demi mengumpulkan modal awal. Akhirnya, dia memilih untuk menjual makanan yang belum ada di kampus: dodol kornet.

Mahasiswi itu kemudian berbicara kepada penjual dodol kornet di stasiun kereta Pondok Ranji. "Bu, berapa harga dodol per potong? 

Jika saya membeli 50 potong setiap hari, berapa harganya? Bolehkah saya membayarnya setelah dodolnya laku terjual? 

Atau saya bayar kontan, tapi saya minta potongan harga lagi ?

Saya berjanji akan terus menjadi pelanggan Ibu, terutama jika banyak yang suka dengan dodol buatan Ibu."

Penjual dodol setuju memberi tambahan diskon 5%, jika dibayar kontan saat barang diambil.

Pertimbangannya, perputaran uang bisa lebih besar, bisa beli bahan dengan harga lebih murah. Bahan-bahan bisa langsung dikirim kerumahnya, tak perlu dini hari jalan kaki untuk belanja ke pasar.

Di sisi lain sehari-hari sebelumnya, ia paling banyak hanya mampu menjual  80 potong saja.

Mahasiswi itu kemudian mulai menjual dodol kornet. Pelanggannya adalah teman-teman sekelasnya, yang kemudian berkembang ke kelas-kelas lainnya. 

Suatu ketika, seorang dosennya tertarik dan ingin membeli. Mahasiswi itu memberikan 10 dodol kepada dosen tersebut tanpa meminta bayaran, namun dia meminta agar dodol tersebut diperkenalkan kepada rekan-rekan dosen lainnya.

Keesokan harinya, dosen tersebut memesan 80 potong dodol untuk sajian di ruang dosen.

Keuntungan yang diperoleh mahasiswi ini cukup besar, tidak hanya menambah uang jajan, tetapi juga menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi seorang mahasiswi.

Dari contoh di atas, jelas bahwa peluang untuk mendapatkan sumber pendapatan lain atau "tongkat" lain selalu ada di mana-mana. Hanya saja, banyak dari kita yang kurang jeli dalam memanfaatkannya.

Kemampuan negosiaasi mahasiswi itu patut diacungi jempol, tergambarkan bahwa hal itu perlu dan penting untuk dikuasai.

Kembali ke risiko kerja di zaman sekarang, tidak ada jaminan bahwa pekerjaan yang kita miliki saat ini akan terus berlanjut. 

Oleh karena itu, sangat bijaksana untuk mempersiapkan diri menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan, salah satunya dengan melakukan diversifikasi usaha.

Semoga bermanfaat.

-------

Pagedangan, Sabtu , 16/08/2024 21:04:21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun