Pendidikan | Cara Dondong Tambah Pendapatan
Soetiyastoko
Perkampungan kumuh dan padat itu ada di balik gedung-gedung tinggi Jakarta. Sebut saja Kampung Sumpek.
Di situ hiduplah seorang wanita sederhana bernama Ibu Asli Dondong. Ibu Asli dikenal di seantero kampung sebagai sosok penjual Seblak Petis, dia pekerja keras yang selalu mengutamakan keluarganya. Suaminya sudah lama di PHK, dengan dua anak yang masih perlu biaya banyak
Pak Ali Dondong lulusan sebuah perguruan tinggi negeri papan atas, kini bekerja sebagai montir. Terpaksa dijalani, karena setiap lamaran kerjanya tak ada yang menanggapi.
Rumah BTN tipe 45 yang dicicil, telah dipindahtangankan. Mobil sudah tak punya, semua terpaksa dijual untuk biaya hidup dan sekolah putra-putri nya, selama dia nganggur.
Pak Ali kini dikenal sebagai ahli mesin yang ulung. Dia akhirnya bekerja di bengkel kecil yang berkat kedatangannya, selalu ramai didatangi oleh warga yang ingin memperbaiki kendaraan mereka.
Pak Ali bukan hanya sekadar montir; dia seorang insinyur yang mampu memodifikasi dan memperbaiki kendaraan yang sudah rusak parah menjadi seperti baru kembali.
Seperti kebanyakan warga Kampung, Ibu Asli dan Pak Ali merasakan beban hidup yang semakin berat.
Upah dari bengkel, jumlahnya di bawah UMR. Itu yang Pak Dondong terima. Ditambah keuntungan Ibu Dondong dari jualan seblak, jumlahnya sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ibu Asli Dondong berjuang keras mengatur keuangan. Agar bisa dicukup-cukupkan. Untuk membayar kontrak hunian, transportasi, listrik, air, dan iuran sekolah anak-anaknya.
Pak Ali, meskipun memiliki keahlian khusus, terpaksa berdamai dengan keadaan. Dia tidak mengeluh, tidak malu dengan pekerjaannya yang sekarang.
Kehidupan di Jakarta tak lepas dari kesulitan, namun keduanya tak pernah menyerah.