Sosial Budaya : Inspirasi Warga Kampung Berrekreasi Bersama
Soetiyastoko
Membangun ikatan sosial yang baik di lingkungan apapun, harus dibuat standar sasaran, agar upaya yang sengaja diselenggarakan bisa terproses dan meliput berbagai strata sosial ekonomi yang ada.
Mampu mengurangi "jarak psikologis" Bisa di-evaluasi lebih detil, untuk pengembangan pola dan sasaran, dikesempatan berikutnya. Tidak selalu memulai lagi dari "kilometer nol".
Untuk keperluan di atas harus ditetapkan target kuantitatif dan kualitatif-nya, pada beberapa kriteria atas segmen - segmen acara dan sub-acara yang akan diselenggara.
Hasil akhir atas sebuah acara kebersamaan tentu saja tujuannya, "meningkatan kualitas relasi" diantara peserta, panitia serta seluruh pihak yang terlibat - berpartisipasi. Termasuk sesama warga lingkung sosial yang secara nyata tidak ikut kegiatan tersebut.
Minimal menumbuhkan kesadaran atau pun respon positif. Termasuk diantara mereka yang skeptis bahkan curiga terhadap manfaat acara seperti itu.
Pengadaan rekreasi bersama di suatu komunitas, bila tidak mengindahkan daya partisipasi umum, justru bisa berbahaya.
Berpotensi hanya memperjelas jarak antar strata sosial ekonomi diantara anggota komunitas atau antar warga di suatu lingkungan. Misalnya di RT , RW, Kantor, perusahaan termasuk pabrik.
Jika sasarannya atau targetnya menjangkau sebanyak-banyaknya peserta, yang ikut. Maka berbagai hal dan masukan serta sudut pandang wajib dipertimbangkan.
Meminjam ilmu ekonomi, sub ilmu pemasaran atau penjualan dikenal "hukum pareto" . Bahwa 80% hasil penjualan didapat dari 20 % populasi orang, yang dijadikan target promosi.
Teori Pareto di atas "valid" dan berlaku di banyak bidang kehidupan.
Lalu apa hubungan teori di atas dengan upaya membangun dan memelihara ikatan sosial di suatu komunitas ?
Rekreasi bersama yang diselenggarakan perusahaan, lingkungan sosial atau komunitas, menyenangkan bila direncanakan dengan baik dan detail.
Rekreasi bersama, adalah sarana untuk meningkatkan rasa berharga, dihargai, menghargai, relasi sosial, rasa bahagia dan ceria. Bahkan berdampak pada kesehatan jiwa serta produktivitas, rasa memiliki atau merasa jadi bagian tak terpisahkan dari komunitas itu.
Apa saja kegiatan utama rekreasi bersama bin rihlah alias gathering ?
Ada berbagai varian, inti aktivitasnya adalah membuat para peserta ada di suatu lokasi berekreasi dalam kebersamaan di kurun waktu yang sama.
Acara ini terpimpin dan mengharuskan di isi kegiatan "fun" kegembiraan seperti permainan ringan, ceramah umum singkat berupa motivasi dlsb.
Di agendakan pula kegiatan bebas individual atau kelompok menikmati rekreasi di lokasi tersebut.
Tentu saja perlu ada logistik makan-minum. Bisa membawa sendiri-sendiri atau dikoordinasikan. Tergantung berbagai faktor dan kondisi.
Dalam keadaam tertentu, bisa jadi memerlukan tempat menginap. Bila jarak ke lokasi jauh atau menghendaki acara kebersamaan dalam kurun waktu yang lebih lama.
Penulis di hari kerja pernah bertemu dengan rombongan besar yang menginap dua malam di Hotel bintang 5.
Dalam suatu kesempatan sarapan pagi, penulis semeja makan dengan salah satu peserta.
Dari perbincangan ringan, kami mendapat informasi bahwa mereka bukan datang dari jauh. Mereka tinggal di satu RW yang jaraknya sekitar 3 atau 4 kilometer dari Gedung Hotel bintang 5 itu.
Katanya dari kampungnya terlihat jelas dan megah.
Menabung-lah komunitas itu sejak setahun yang lalu, untuk menikmati fasilitas hotel dan mengjnap di sana.
Pagi dan sore diisi ceramah-ceramah umum singkat tema-tema keluarga dan usaha serta diskusi. Pembicaranya dari kalangan mereka sendiri.
Inginnya mengundang Pembicara dari luar kampung, tetapi ternyata, tarifnya tak terjangkau kas mereka.
Ada berbagai permainam, lomba untuk anak-anak, termasuk renang dan mendengarkan dongeng inspiratif.
Kegiatan yang briliyan ini, bermula dari obrolan tak terpimpin saat ronda.
"Bagaimana rasanya jadi orang kaya Jakarta yang menginap di hotel bintang 5 ?" , sambil menatap tumpukan lampu berbentuk kotak. Lampu - lampu kamar hotel.
"Nggak mungkinlah kita kesitu !" , yang lain menjengkal nasib sendiri.
Ada yang menyela, "Mungkin saja, ... Bila kita mau dan berikhtiar !"
Kalimat itu di-ijabah Allah. Alhamdulillah !
Tukang becak, pembantu, kuli panggul, uztad, buruh pabrik, tukang parkir liar, pengusaha, ASN, dosen, dokter, karyawan swasta, prajurit dan hansip dari kampung heterogen itu, bisa bersama-sama dalam kebersamaan tanpa sekat strata sosial ekonomi dan agama.
Bagaimana pembiayaannya ?
Ada iuran standar sesuai biaya nyata dengan menabung, ada donatur, ada keluarga pesesrta yang disubsidi 50 %, ada yang digratiskan sepenuhnya. Bahkan ada yang sudah gratis masih ditambah uang saku Rp 250 ribu.
Tak terbayang bagaimana memilah-milahnya, tanpa ada yang jadi tersinggung.
Bagaimana dengan transportasinya ?
Sebagian besar naik angkot yang dicarter panitia, ada yang naik sepeda dan kendaran pribadi.
Luar biasa, bersyukur di lingkungan itu ada tokoh yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Dia orang yang di utus Allah untuk menyerap ide-ide dan memenuhi kebutuhan lingkungan.
Utamanya beliau berkenan menyedekahkan waktu, tenaga, pikiran dan dana.
Terutama mengumpulkan orang-orang sejalan dan membariskan semua potensi individu di lingkungannya.
Alhamdulillah, penulis dipertemukan dengan orang hebat di Hotel itu sekian tahun yang lalu. Inspiratif.
Beliau mampu mendorong 20 % warga, untuk bersedia mengangkat 80% warga yang lainnya yang kurang beruntung. Demi bekal ke akhirat.
Belajar ilmu bisa dari mana saja.
(Coba, kalau di setiap lingkungan bisa ada "pembaris" seperti beliau)
Semoga, aamiin ...
---------
BPA Medio Juni 2024, semangat menuliskannya setelah makan siang bersama para sahabat di beranda Rest Area sebuah Masjid sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H