Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PENDIDIKAN | Ilmu Pendampingan Pembelajar Bagi Wali Pembelajar

22 Oktober 2023   00:57 Diperbarui: 22 Oktober 2023   02:09 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SG Nutrotalla, anggota drumband SD Cenderawasih DEPLU. dok.pri.

PENDIDIKAN |  Ilmu Pendampingan Pembelajar Bagi Wali Pembelajar

Soetiyastoko

Pendampingan  (coaching) proses pembelajaran, menjadi faktor dominan untuk mendapatkan hasil terbaik. Ini tugas orangtua atau wali yang tidak bisa disepelekan manfaatnya

Mengajarkan atau melatih berenang pada anak yang kesehariannya bermain di sungai, tentu beda dengan yang biasa dengan laut. Apalagi terhadap anak yang tak kenal keduanya maupun kolam renang.


Pandemi telah memaksa semua sendi kehidupan untuk beradaptasi.
Terangkum dalam dua kata "normal baru", dengan kata lain, yang dulu biasa dilakukan, diganti dan disesuaikan agar inti aktivitasnya bisa tetap berlangsung.

Sekaligus mengurangi-menekan  resiko penularan Covid 19 dengan berbagai varian-nya.

Adaptasi tersebut, tidak semua berjalan mulus. Perubahan cepat, revolusioner itu menyisakan kegagapan dan keteteran disana-sini.

Dalam dunia pembelajaran, tidak terkecuali. Dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Tidak hanya, bagaimana proses baru harus dijalankan, namun juga berkonsekuensi ekonomis, sosial & psikologis.

Baik dari sisi pengeluaran dan pemasukan yang terkait pembelajaran, semua terdampak. Dengan beragam skala-nya.

Pendidikan Anak Usia Dini, PAUD dan Taman Kanak-Kanak, sebagian besar diselenggarakan oleh swasta. Bingung, akan diselenggarakan seperti apa, jika harus dilakukan secara on line.

Pilihannya, jumlah hari dan jam pertemuan dikurangi. Lalu bagaimana dengan iuran atau pembayaran biaya pendidikannya, harus dibayar dalam jumlah yang sama, atau, dikurangi ?

Lalu bagaimana dengan gaji guru dan biaya operasional lainnya. Mungkinkah dikurangi atau tetap sebesar jumlah sebelum pandemi ?

Serba dilematis, terutama bagi lembaga pembelajaran swasta.

Demikian pula ditingkat SD, SLTP dan SLA. Muncul biaya pulsa, bila dilakukan melalui jaringan/online. Termasuk biaya pengadaan gawai dan ketersediaan sambungan internet. Disisi peserta belajar maupun guru dan sekolah.

Diluar masalah efektivitas penyajian dan penyampaian materi ajar. Kapasitas guru untuk ber-online ria, yang belum distandarisasi.

Apakah dapat efektif, cara belajar tatap muka, yang, begitu saja dialihkan lewat kamera dan layar monitor. Andai pun itu mengabaikan gangguan sinyal dan buruknya kualitas suara dan gambar.

Sedangkan keterlibatan emosional, atensi-psikis, disiplin untuk fokus. Tentu amat berbeda, dibanding pembelajaran langsung, tatap muka.

Disamping gaya belajar anak-anak murid di rumah. Ini terkait dengan ada atau tidaknya iklim belajar yang baik di rumah. Juga tentang seberapa besar dorongan dan keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran online.

Pendampingan  (coaching) proses pembelajaran, menjadi faktor dominan untuk mendapatkan hasil terbaik. Ini tugas orangtua atau wali yang tidak bisa disepelekan manfaatnya

Semua masih dalam suasana kedaruratan. Alasan umum yang membenarkan adalah: "Dari pada tidak terselenggara. Tidak ada rotan, akar pun jadi"

Tidak sebentar pandemi melanda, mestinya banyak ragam hal yang sudah dilalui, dalam suasana "normal yang baru".

Sudah saatnya, segera dievaluasi, hasil proses pembelajaran dalam suasana kedaruratan pandemi. Disusul dengan standarisasi pola pembelajaran yang paling efektif.

Memperhatikan banyaknya variabel yang ada, serta kesenjangan diantara variabel yang sama. Terkait dengan adanya strata-tingkat sosial ekonomi dan budaya yang berbeda.

Kita semua tidak ingin, generasi yang menjadi penyintas pandemi ini, mengidap "cacat pabrik" dalam proses pembelajarannya.

Inisiatif pencarian dan pembentukan pola pembelajaran baru di "normal yang baru", hendaknya berlangsung terbuka. Melibatkan banyak pihak, kita harus segera keluar dari suasana "kegagapan pola belajar dan proses pembelajaran".

Lalu bagaimana dengan tingkat pendidikan tinggi-universitas ?

Setiap universitas, hendaknya tidak perlu gengsi dan malu-malu. Belajar dan mengadopsi pola dan proses belajar jarak jauh, dengan modul-modul sudah teruji, yang selama ini dilakukan oleh Universitas Terbuka.

Lembaga pendidikan tinggi negeri-nasional, yang sudah puluhan tahun menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh dan terbukti dengan tingkat kualitas alumnusnya.

Dengan berpikir positif dan bertindak kreatif, pandemi Covid 19, telah mengajarkan dan memaksa setiap pihak untuk "loncat" lebih tinggi.

Ketika kini era pandemi berlalu, kondisi lingkungan pembelajaran bukan berarti 100% kembali pada pola yang digunakan sebelum pandemi.

Pengalaman sebagai penyintas pandemi, telah memperkaya cara-cara pembelajaran. Kini kita punya cara pembelajaran online yang memperkaya pola pembelajaran offline.

Dengan kata lain, kini kita punya keleluasaan yang lebih baik dalam proses pembelajaran. Pengembangan modul-modul pembelajaran secara online, sepatutnya diteruskan melengkapi pembelajaran tatap muka.

Penulis tidak punya data, seberapa besar pembelajaran online telah mengubah kesadaran orangtua murid dalam pendampingan belajar anak-anaknya.

Seberapa besar telah mengubah "ketetapan hati" atau determinasi belajar dikalangan mahasiswa dan civitas academica lainnya di ditingkat pendidikan tinggi.

Terbaca sinyalemen ada indikator yang menyebut bahwa kualitas keilmuan peserta didik dimasa pandemi "mengandung cacat pabrik". Sementara ada yang menyebut pembelajar di masa itu adalah pembelajar hebat dan lebih mandiri.

Kita perlu penelitian mendalam terhadap dua sinyalemen di atas. Bisa jadi keduanya memang terjadi, sebab adanya kesenjangan-kesenjangan sosial ekonomi & psikologis yang tajam, logis jika membuahkan hasil akhir yang berbeda.

Semoga para pakar bidang pembelajaran banyak yang berkenan meneliti hal ini. Hasilnya tentu sangat bermanfaat untuk dasar pertimbangan dalam perencanaan pembelajaran yang lebih efektif. Disesuaikan dengan kondisi obyektif yang ada diberbagai strata sosial-ekonomi dan pendidikan.

Termasuk menyiapkan semua orangtua murid dalam pendampingan proses belajar anak-anaknya. Perlu dibuatkan modulnya dan setiap orangtua murid diwajibkan menguasainya.

Tentu modulnya, harus dibuat berbeda bagi setiap keloompok orangtua sesuai dengan tingkat pendidikannya. Meskipun tujuan akhirnya sama : menjadikan pendamping belajar yang kapabel bagi anak-anaknya.
Dengan kata lain, menjadikannya "coach". Bukan menggantikan atau menyamai fungsi guru. 

Seorang orangtua harus mampu menjadi pendorong bin motivator alias pendamping proses belajar yang efektif, tanpa harus jadi ahli matematika atau kimia, misalnya.

"Coach" itu bukan trainer, juga bukan guru ; tetapi lebih ke arah motivator, pemicu ketetapan hati atau determinasi. Itulah fungsi utama dari peran "pendampingan" bin  "Coaching"

Dengan demikian dapat dilakukan pendekatan yang sesuai dengan kondisi peserta pembelajaran.  Customize  atau  tailoring.

Mengajarkan atau melatih berenang pada anak yang kesehariannya bermain di sungai, tentu beda dengan yang biasa dengan laut. Apalagi terhadap anak yang tak kenal keduanya maupun kolam renang.

Semoga menjadi perhatian kita semua, demi menuju cita-cita Indonesia emas 2045. Berwarga negara cerdas-berilmu dan berakhlak mulia,

Aamiin Yaa Allah, aamiin, ...

***

BSD, Sabtu 21/10/2023 23:40:21

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun