Serba dilematis, terutama bagi lembaga pembelajaran swasta.
Demikian pula ditingkat SD, SLTP dan SLA. Muncul biaya pulsa, bila dilakukan melalui jaringan/online. Termasuk biaya pengadaan gawai dan ketersediaan sambungan internet. Disisi peserta belajar maupun guru dan sekolah.
Diluar masalah efektivitas penyajian dan penyampaian materi ajar. Kapasitas guru untuk ber-online ria, yang belum distandarisasi.
Apakah dapat efektif, cara belajar tatap muka, yang, begitu saja dialihkan lewat kamera dan layar monitor. Andai pun itu mengabaikan gangguan sinyal dan buruknya kualitas suara dan gambar.
Sedangkan keterlibatan emosional, atensi-psikis, disiplin untuk fokus. Tentu amat berbeda, dibanding pembelajaran langsung, tatap muka.
Disamping gaya belajar anak-anak murid di rumah. Ini terkait dengan ada atau tidaknya iklim belajar yang baik di rumah. Juga tentang seberapa besar dorongan dan keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran online.
Pendampingan (coaching) proses pembelajaran, menjadi faktor dominan untuk mendapatkan hasil terbaik. Ini tugas orangtua atau wali yang tidak bisa disepelekan manfaatnya
Semua masih dalam suasana kedaruratan. Alasan umum yang membenarkan adalah: "Dari pada tidak terselenggara. Tidak ada rotan, akar pun jadi"
Tidak sebentar pandemi melanda, mestinya banyak ragam hal yang sudah dilalui, dalam suasana "normal yang baru".
Sudah saatnya, segera dievaluasi, hasil proses pembelajaran dalam suasana kedaruratan pandemi. Disusul dengan standarisasi pola pembelajaran yang paling efektif.
Memperhatikan banyaknya variabel yang ada, serta kesenjangan diantara variabel yang sama. Terkait dengan adanya strata-tingkat sosial ekonomi dan budaya yang berbeda.