Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ruang C Dipati Ukur 35

2 Oktober 2023   15:05 Diperbarui: 2 Oktober 2023   22:42 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak dosen piawai menyampaikan teori-teori  mata kuliah pengantar ilmu politik. Aku suka !
Sri, bilang, "Apa hebatnya, biasa kale ! Tiap semester ngajarnya pasti itu-itu saja. Tak beda dengan kaset rekaman yang diputar ulang. Lo, juga bisa !"

Sri, si hitam cantik, kawan kuliah ini orangnya terkesan bijak. Dia mahasiswi lama tak lulus-lulus ujian mata kuliah ini. Konon gara-gara menolak diajak pak dosen nonton bioskop, film Kasino-Indro. Entah kenapa hari itu komentarnya sengak. Atau memang selalu begitu gayanya ?

Terus terang, jika Sri se-umuran-ku pasti dia kudekati. Dia tidak hanya enak diajak berbincang, dia amat cerdas - pengetahuannya luas dan daya ingat-nya seperti kaset. Oh yaa, suaranya pun merdu seperti Rien Jamain penyanyi bersuara jazzy.

-oo0oo-

Pak dosen dengan lantang menyarankan untuk tidak mencatat. "Simak saja, agar paham. Bila merasa perlu silahkan baca buku tulisan saya diperpustakaan. Kalau gak kebagian pinjam, silahkan beli di toko buku yang di jalan merdeka. Jika ingin yang murah, beli saja yang bekas di pasar loak Sumur Bandung". Itu kalimat yang selalu dosenku ucapkan. Katanya, tak bermaksud promosi. Dosen dilarang jualan buku ke anak didiknya.

Pengantar ilmu politik, mata kuliah dasar, tergolong kuliah masal. Pesertanya gabungan dari lima jurusan, maka dilaksanakan di sini, Ruang C. Katanya muat untuk 400 mahasiwa. Aku percaya, walau belum pernah menghitungnya.

Kuliah masih berlangsung, artinya aku harus terus berjaga-jaga, jangan sampai "kena hujan"  dari rongga yang di-apit jenggot dan kumis tipis yang dibiarkan panjang-liar. Semrawut. Tampak khas jadinya.

Beberapa kali kupegang tengkukku, seperti ada yang menggelitik. Kutoleh deretan dibelakangku, tapi tak ada wajah iseng yang mencurigakan.

Tapi gelitik itu terasa lagi, kulihat lagi wajah-wajah dibelakangku. Kali ini deret demi deret kuperhatikan. Mata-ku berhenti pada mata agak sipit wajahnya bersih putih, rambutnya lurus. Dia menatap mata-ku ! Tiba-tiba dadaku berdesir. Wouw, wajahnya jadi bersemburat-merah. Mungkin aku pun begitu.

Aku cepat-cepat kembali menghadap kedepan kelas. Pak dosen menuliskan bagan di papan tulis lebar ber-cat hijau. Dengan bagan itu dijelaskannya siklus gaya pemerintahan.

Dimulai dari barbarian-keos, lalu diktator, mengendor dan berubah jadi demokrasi yang menuntut kebebasan. Dilanjutkan dengan demokrasi yang kebablasan berujung keos lagi. Hingga menyeruak lagi kehidupan sosial yang barbarian. Saling terkam saling memangsa. Homo homini lopus istilah keren-nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun