Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ruang C Dipati Ukur 35

2 Oktober 2023   15:05 Diperbarui: 2 Oktober 2023   22:42 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen  |  Ruang C Dipati Ukur 35

Soetiyastoko

Bergegas bangun lebih pagi, antri ke kamar mandi. Deretan empat rumah petak kontrakan itu hanya dilengkapi dengan satu kamar mandi, sekaligus kakus. Itu pun masih berbagi dengan pemilik rumah.

Seperti biasa sebelum mandi harus menimba air, memenuhi bak.
Tali timba itu panjang, sesuai dengan sumurnya yang dalam. Di kedua ujung tali itu terikat ember dari seng. Ini ide Dot Samino, kawanku dari Toboali-Pulau Bangka.

Bak itu terhubung dengan pipa besi yang ujungnya ada di dalam bilik mandi.
Jika mandi, sumpal kayu berbalut kain di ujung pipa itu dicabut. Maka air pun ngucur dingin kebadan. Di bilik itu ada ember ukuran sedang, untuk menampung air penggelontor "bom atom".

(Ngapain sih, yang gitu-gitu dicerita'in ?! Apa gak ada ide yang lebih enak dibaca ?!
Sengaja kutulis, sebab kaum mapan bin borju tak banyak yang tahu getir-nya kehidupan)

Yaa aku membasahi diri dari air dibak mandi yang mengalir lewat pancuran itu. Begitu pun kawan-kawan yang lain. Biasa seperti itu.
Mirip dikampungku, bedanya di sana pancurannya dari mata air pinggir tebing batu. Tak pernah disumbat atau disumpal. Sepanjang hari, sepanjang tahun terus mengalir dan gratis. Tak perlu buang tenaga, menimba.

Tapi hari itu beda, sudah hampir penuh bak itu kuisi. Telapak tangan pun sudah memerah, berkat menarik tali timba
Ee ! Tiba-tiba sumbat bak mandi itu terlepas sendiri. Padahal aku sedang menarik timbaan terakhir yang mestinya dilanjutkan mandi.

Pexel
Pexel
Ember seng yang dipenuhi air timbaan terakhir itu cepat-cepat kuletakan dilantai sisi sumur. Lalu aku lari masuk kebilik mandi, berusaha menutup pipa pancuran. Tak mudah terburu-buru menyumbat pipa yang sedang mancur.Kulihat bak air, isinya tinggal 3 jari dari dasarnya. Yaa yaa, artinya aku harus nimba lagi

Tali timba yang terbuat dari irisan karet ban truk itu kutarik lagi. Kucoba untuk sabar. Lengan tanganku bergetar. Nafas balapan dengan cucuran keringat.
Mudah-mudahan dosenku datangnya terlambat, agar tetap bisa kuliah.

Nenek pemilik kontrakan membuka pintu belakang dapurnya yang langsung terhubung dengan area sumur dan kamar mandi,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun