Cerpen  |  Kangen Dikau, Kata-mu
Saat-saat kita berbincang dan saling pandang, itu sudah terlalu lama berlalu. Bahkan alis mata-ku yang menurut-mu  lekukan-nya indah, serasi dengan bundar bola mataku, kini sudah tak selebat dulu.
Aku heran, itu masih kau ingat dan tertera di cerita pendek-mu. Aku tahu, kau sengaja menuliskannya untuk-ku.
Aku sulit percaya, kalau dirimu benar-benar masih mengharapkanku. Tapi aku juga yakin, kau tidak sedang berbohong kepadaku.
Aah ! Kamu, masih saja sukses mengaduk-aduk perasaan-ku. Hatiku lembut, penuh kasih. Itu katamu dulu.
Kau selalu bilang tak pandai menata kata dan senyum memikatku. Tapi aku tak bisa dusta, selalu terpana memandangi-mu dan serasa dipuja oleh lontaran kalimat-mu.
Kau pernah bilang, rekah bibir-ku memerah indah. Ucapan-mu membuatku senang, walau tersipu malu. Â Kalimat-mu itu selalu terngiang ditelinga-ku, hingga sebanyak ini umur-ku.
Walau kau tak pernah bilang, aku cantik-mempesona, karena mata mimik wajah-mu selalu menyiratkannya, jika kita sedang  bercengkrama.
Tapi, mengapa kau tak pernah menyebut satu kata yang amat kutunggu, dari bawah kumis  tipis-mu yang keriting?
Tak mampu-kah -dulu- mulut-mu mengucapkan kata itu  ? Kamu terlalu. Membuatmu tenggelam dan gelagepan tergenang penantian.