Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Modal Tempe dan Kerupuk: Indonesia Emas 2045, Akankah?

26 Maret 2023   00:42 Diperbarui: 26 Maret 2023   00:54 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Modal Tempe & Kerupuk : Indonesia Emas 2045, Akankah ?
Soetiyastoko

Sahabat Kompasiana, apakabar ?

Pernahkah kalian rasakan: gemuruh debar di dada, kala melihat bendera dikibarkan, diiringi lagu Indonesia Raya. Usai tim olahraga kita memenangkan sebuah pertandingan internasional.

Itukah sebuah "bangkitan" perasaan kebangsaan ? Memunculkan haru dan bangga yang luar biasa, atas sebuah pencapaian yang dinyatakan hebat, dari perjuangan yang tidak mudah.

Juara, tidak sekedar hasil dari rentetan peristiwa kompetisi yang memakan waktu beberapa hari saja. Tetapi ujung sebuah proses perjuangan dalam koridor disiplin dan rutinitas pengembangan diri yang lebih hebat, dari pada upaya yang sama -yang- dilakukan para pesaing.

Tentu saja diiringi keyakinan doa yang akan dikabulkan oleh Sang Maha Pengabul doa.

Ada keinginan yang dijadikan sebagai tujuan. Ada data dan pengetahuan sebagai dasar penetapan rencana kerja.  Berupa rentetan proses mencapai tujuan-tujuan antara, hingga sungguh siap dan prima menuju kompetisi.

Sekali lagi, sebuah kemenangan adalah ujung dari upaya besar yang tidak mudah, bahkan ditebus dengan pedih dan lelah. Selain biaya dan kesungguhan.

Proses dan peremcanaan serta tindakan atau action adalah bagian dari ikhtiar menjemput karunia Tuhan. Yaitu kemenangan yang menggetarkan jiwa dan membanggakan bangsanya.

Baca juga: Puisi | Komandan

Mereka patut mendapatkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak hanya disuarakan  diujung bibir saja.

Para atlet itu, adalah pejuang yang memperkuat kohesi kebangsaan dan raaa percaya diri sebuah bangsa. Untuk mencapai sesuatu di atas capaian bangsa lain.

Sebuah pembuktian, bahwa bangsa ini "bukan bangsa tempe !".

Mengapa dengan "tempe ?". Apa yang salah ? Bukankah tempe adalah lauk teman nasi yang utama di piring-piring nasi kita ? Mengapa tidak memilih di narasikan dengan "kerupuk" saja ?

Bukankah "kerupuk" lebih Indonesia dibanding "tempe". Kerupuk berasal dari tepung kanji bin tapioka, yang diperas dari parutan singkong.

Singkong yang mampu tumbuh diladang-ladang kita, dengan sedikit perawatan, bahkan sering kali tanpa perlu dipupuk.

Singkong pula telah jadi bagian  strategi ketahanan nasional di bidang pangan. Sedangkan tempe yang dibuat dari biji kedele, masih amat tergantung pada impor dari negara lain.

Harga tempe sering jadi bagian gonjang-ganjing keuangan sebagian besar Rakyat kecil di negara kita yang besar dan luas ini.

Tempe, adalah bagian dari ironi bangsa besar ini. Begitu suplai stok kedele menurun, harga melonjak. Ukuran besar dan ketebalan pun ikut berkurang.

Pengrajin tempe  "semaput bin pingsan", pembeli berteriak dan pejabat terkait pengadaan kedele pun kalangkabut. Konsumen pun menjerit.

"Lho, bukankah tempe bisa diganti bin di subtitusi dengan kerupuk ?.  'Kan, cuma untuk lauk-teman nasi di mulut ?"

Jika sudah begitu, banyak dada yang berdebar kencang. Kali ini bukan seperti menyaksikan bendera dikibarkan diiringi gagah perwiranya lagu Indonesia Raya. Beda !

Sebab, tempe punya peran besar terhadap kecukupan protein Rakyat kecil . Ini masalah gizi, masalah kesehatan. Beda dengan gizi kerupuk yang "setali tiga uang dengan nasi", sumber karbohidrat.

Pembaca kompasiana yang hebat. Gemuruh debar dada, ternyata banyak varian-nya.

Kalian, apakah mau menambahkan ?

Misalnya, jatuh cinta, putus cinta, diterima kerja, di PHK atau binatang kesayangan mati ?

Ada lagi ? Yaa, benar, dikejar-kejar mata elang, si penagih hutang. Itu lebih mendebarkan dibanding cerita kuntilanak yang "ngegelitikin" koruptor di penjara kaum kaya; Sukamiskin.

Biarlah tempe tetap tempe, pun kerupuk yang enak dimulut itu.

Tetapi menuju Indonesia emas 2045, kita semua harus bebenah dan sungguh-sungguh berproses kearah itu.
Juara,

Ini tentang himpunan atau kumpulan kualitas setiap individu warga bangsa.

Setiap orang harus berproses kearah yang sejalan.

Ini masalah besar, lebih dahsyat dibanding dampak pembangunan infra struktur.

Indonesia emas tidak bisa dicapai hanya dengan sekedar  rentetan peristiwa pembangunan fisik yang memakan waktu beberapa hari saja. Tetapi ujung sebuah proses perjuangan dalam koridor disiplin dan rutinitas pengembangan diri yang lebih hebat, dibanding upaya yang sama -yang- dilakukan warga negara pesaing.

Semua itu, haus didasari fondasi yang baik. Mengacu pada sila pertama landasan ideal kita, Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Diantaranya, berikan keluarga kita nafkah dari sumber yang halal. Sebab meskipun itu: tempe, haram jadinya, jika dibeli dengan uang hasil korupsi.

------------

Pesona Ciputih, Kab. Bogor, Senin 20/03/2023 04:11:38

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun