Soetiyastoko
Bagaimana aku bisa lupa
yang
kau bisikan
diantara desah nafas-mu
"duka nestapa dihamparan sepi, seketika hilang, bila sungguh kau peluk Tuhan-mu, ..."
Itu kalimat-mu,
ketika
kau terluka diantara
belukar berduri
dan
senapan-mu
masih
kau genggam
Mestinya kau
meringis kesakitan
dan
meregang
Tapi dikau
tak begitu, ...
kau tersenyum !
Kau lindungi komandan
yang hanya berpistol
"dia lebih berharga dari-ku, aku harus pastikan dia selamat, ..."
Tapi kau dan aku,
ditinggalkannya di sini, ...
"dia, harus terus memimpin yang lainnya, perjuangan, belum kita menangkan..."
Darah-mu tak lagi deras mengucur, ...
"pergilah, pergi, biarlah aku di sini, jika Tuhan menghendaki. Aku tak akan mati, ...."
Mata-mu
pelan-pelan terkatup
bibir-mu
membentuk senyum
("Panglima, aku tak tahu seberapa senyap kabin sedan-mu, jangan pernah kau khianati perjuangan prajurit untuk bangsa-mu, ...")
***
Bumi Puspita Asri, Kamis 29/12/2022 00:51:27
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H