Puisi  |  Lumpur & Cangkul
Soetiyastoko
Sering tak dipedulikan
dikala
tanda tanya untuk pernyataan :
"Kepedulian-mu, tidak mereka butuhkan, ..."
Sementara
dibalik tanah
yang di olah,
lumpur dan cangkul,
tumbuhan
yang
di tanam
Adalah bukti nyata
kepedulian-kemanusiaan
Padi, sayur-mayur
buah-buahan
yang mereka hasilkan,
memelihara hidup dan kehidupan manusia
Ini
sungguh
fardhu kifayah
Jika tak ada yang lakukan
berhenti-lah kehidupan
Benar,
bertani adalah memelihara harapan,
ditengah ketidakpastian.
Kekeringan, kebanjiran, hama wereng, tikus bahkan burung, kelelawar ...
bahkan, orang !
Terjal-nya tantangan yang harus dihadapi,
dicegah, diselesaikan
Adalagi, ...
jika semua sukses menuai, produksi melimpah, ...
maka
harga turun drastis.
Panen raya tak selalu tanda sejahtera,
ada-kalanya
jadi bermula merana
Itu adalah pukulan telak
bagi
pengabdiannya
Tetapi petani,
terus mengolah sawah
dan
ladang
Setiap kali
mulai menanam lagi
(Petani, tidak sedang menempuh kehidupannya sendiri. Mereka peduli kamu, peduli perut-mu. Agar hidup-mu berlanjut)
***
Persembahan untuk karib-ku Suryantoko, Anton Sumarsono & semua petani, beras-mu: nikmat dan kenyang-ku.
Leyehan-rebahan di BPA - BSD, Jumat 3 Juni 2022. Terbayang lumpur dan cangkul, saat santap nasi goreng-ceplok telur, tadi pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H