Puisi  |  Munafiq Dungu
Soetiyastoko
Klise, klise, klise, ...
sudah ribuan kali dicetak dan disebarkan
Sebuah pola yang ditiru poster-poster kampanye lima-tahunan
Tak beda, kalimat nasehat lembut dan indah ini :
"Jadikan pertemuan rutin-mu
dengan
Nya
dan
hati sabar
sebagai penolong diri"
(aku tak pernah menyanggah kebenaran firman-Nya, aku amat percaya)
Kudengar kalimat itu
entah
sudah berapa ribu kali
entah dari berapa ratus mulut
dan
mimbar
Namun getaran
tawaran nikmat duniawi
selalu saja
tebarkan debu-debu
pelicin lupa
ketika dengus
dipuncak lelah
mendaki gairah
tertunaikan
Jangan bilang
aku wakil-mu dikursi empuk ini,
bukankah suara kalian-kalian
untuk-ku
tidak gratis.
Lewat para begundal
yang
dibayar,
sudah kubeli tunai,
sehari sebelum kalian tusuk
gambar-ku
di kertas itu.
Ingat !
Jangan mimpi,
aku bukan wakil-kalian !
(Aku berbagi hasil dengan cukong penyandang dana. Jangan marah, aku masih ingat kalian, yang telah berkenan menjual suara kepadaku. Masih ada bagian untuk kalian, tapi jangan minta banyak, yaa !)
Aku belum bisa sabar
mengunyah nikmat dunia.
Alas sutra-hijau-ku masih terselempang
dileher dan pundak-ku
***
Kau lawan tanding-ku,
teganya kau sebut, diri-ku munafiq-dungu
Seraya minta bagian dariku
uang dan kesempatan,
yang katamu : haram
(Selera humor-mu hebat, teman !)
Kata-mu lagi,
"Besok lusa, kita barengan taubat nasuha dan bersabar. Kita hijrah, setelah puas."
Kau cerdas, meminta, memeras, mengancam !
Demi dapat bagian, walau beda barisan.
***
Pagedangan, Minggu 27 Maret 2022. Usai baca berita politik, lalu nyanyi bersama dan mencecap tart blackforest di-hari jadi kekasihku. Didahului doa panjang yang di-aamiin-kan di setiap koma dan titik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H