Rasanya baru kemarin kita diperkenalkan
oleh peristiwa
yang
masing-masing niatkan
untuk
ikuti
Dikau dan aku
satu kelompok tugas
di situ
jadi kutahu,
kau cerdas dan menawan
Kekagumanku bertambah-tambah
saat aku dibelakang-mu
menuju mushola
dan, ...
itu terjadi
saat
dhuhur, ashar, maghrib
Aku teringat pesan ibuku:
"Jadilah orang baik, jika ingin berjodoh yang baik. Tuhan akan memberi jodoh setara dirimu, ..."
Bagaimana aku tak rindu,
selalu memasak untuk-mu,
mengikatkan dasi di lehermu
Dan, dikau, ...
Memijat pundak dan betis-ku
yang
kau lihat ada lelah di situ,
maka
dikau luruh-kan
dengan
kasih tulus-mu
Aku tahu,
sebenarnya dikau-pun lelah,
dari target pekerjaan
dan
berjam-jam
di kemacetan kota
Tapi kau selalu tersenyum
dan
berkata,
"Terima kasih, telah mengurus anak-anak dengan telaten dan sabar, ..."
Kalimat-mu itu bagai puisi,
setiap kau ucapkan,
seperti
air sejuk yang binarkan ceria-ku
Hari ini, hari ketujuh kepergian-mu
Keberangkatan-mu yang terburu-buru
ke
pelabuhan udara
Ternyata dijemput malaikat
di
jalan tol
(Pagi itu tak sempat kucubit pinggang-mu, kening-ku pun kau lewatkan, tak kau kecup)
Tujuh hari dikau sudah pergi
Besok pagi hari ke-delapan
anak-mantu dan cucu
pamit pulang
kehidupan dilanjutkan
Anak-anak kembali kerja
para cucu ke sekolah
Aku tak ingin rumah ini dingin dibebat sepi
Aku tak ingin rumah ini, jadi penjara tak terkunci
Lalu,
siapa yang kupasangkan dasi,
siapa yang akan tersenyum untuk-ku
dan
luruh-kan pegal
seluruh
tubuh-ku ?
(Janji-mu, kita akan selalu bersama-sama, tapi kini kusendiri tanpa desau nafas-mu)
***
BPA, BSD, Tangerang, Jumat, 25 Maret 2022
Hening dan merinding, masuk-angin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H