Puisi  | Kata-nya
Di teras belakang rumah
dan
halaman taman yang nyaris jadi belukar
Tiba-tiba teringat tulisan sang Begawan,
"Anak-mu, bukanlah anakmu. Dia anak masa depan. Sedangkan kau, adalah busur, tugasmu lesatkannya, terbang jauh ke masa depan, ..."
Begitu 'kah, yang pernah kubaca ?
Aku tak mampu ingkar, sudah mulai lupa, ...
Meski serasa, baru kemarin mereka berlarian
di
halaman ini
Â
Puing-puing pot
kesayangan ibu-nya
yang pecah
serta
serpihan mawar,
berantakan
tertabrak mereka
yang
riang bercanda
Adegan itu terbayang nyata
Kini
adalah
masa depan itu
Kucari lagi
buku itu
ingin ku-eja lagi dengan benar
dan
lantang
Puisi  Khalil Gibran
Ku-ingin
rasakan lagi
getaran jiwa-nya
..........
Istriku
mencoba berlari kepintu depan,
dipanggilnya
penjaja bahan dapur
Dia terlihat lincah-riang,
sukses dapatkan yang diinginkan
"Aku akan buat pisang goreng yang banyak dan sayur asem lengkap, kesukaan-mu, ..."
Dia duduk, tak jauh dari-ku
cekatan gunakan pisau
yang
kemarin ku-asah
tajam
"Anak-anak kata-nya, janjian mau datang, cucu kita semua suka pisang goreng tanpa tepung... Ditaburi parutan keju dan kental manis, ..."
Aku merasa harus bersihkan halaman  ini
ku tak ingin duri mawar lukai cucu-cucu-ku
Pintu gerbang pagar
belum kukunci,
hampir jam dua puluh dua
Mereka masih kami tunggu, ...
Jalan di perbukitan itu dingin
masih  macet
sedangkan pisang goreng itu mulai beku
Belum kusentuh.
Istriku menepuk nyamuk di pipiku,
wajahnya,
kecewa
***
Pagedangan-BSD, Â Selasa 8 Maret 2022 hening dan redup, daun-daun kuncup menunggu pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H