Diary  |  JNE, Kap Lampu dan Disigner yang Dipecat
Soetiyastoko
Aku tidak bisa ngomong apa-apa, selain mengucapkan terima kasih. "Sang Maha Pengasih, berkenan mengulurkan tanganNya lewat tangan saya. Sebenarnya saya tidak membantu apa-apa, ..." ujarnya, tanpa bermaksud merendahkan diri, apalagi sombong.
Selalu kuucapkan "Demi Dikau Yang Maha Pengasih dan Penyayang, ..." berkali-kali. Entah berapa ribu atau juta kali. Kalimat itu telah membuka pintu rejeki, jalan rahmat dan ridhoNya.
Paling itulah yang kulakukan . Syariat dan ikhtiar yang kutempuh. Selain berkutat, tekuni pekerjaanku.
Sebagai designer perusahaan yang telah bertahun-tahun. Aku tersentak, ketika diminta mengundurkan diri.
Permintaan yang membungkus pemecatan itu, kuterima tanpa upaya mempertanyakannya. Sama sekali tidak kudebat. Aku tidak mempertanyakan hak-hak ku sebagai karyawan. Sesuai peraturan pemerintah
Petugas HRD, yang kubantu mencarikan kos-kosan itu, yang ditugaskan menyampaikan pemecatanku.
Dia tampak rikuh, tapi tetap diucapkan perintah menejemen.Mungkin, hal itulah yang membuatku bersikap sabar, menerima keputusan. Langsung kujawab, baik, saya terima.
Seusai pertemuan empat mata, aku mengajaknya makan siang bareng di Warteg belakang kantor. Perumahan padat dan sempit yang selalu ramai suara anak-anak.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!