"Tapi, pasti capek-lah, mengemas seperti itu, ..."
"Iya, pasti capek, ... Namanya juga kerja. Dibayar. Tidak gratis, ..."
Mendengar, percakapan itu, aku jadi ingin tahu caranya mengemas yang benar. Bisa menekan resiko kerusakan barang. Saat dikirimkan.
***
Ada meja yang sudah kosong, aku berjalan kesitu dan duduk. Serius menikmati gulai kepala ikan kakap. Warna kuah bumbunya seperti warna bendera partai dan kental-nikmat.
Pengendara blindvan itu keduanya duduk didepanku. Seorang isi piring dan lauknya sama dengan yang dipiringku. Satunya lagi, daging cincang dan 2 perkedel. Dia tampak kesal, dari ucapannya kutahu, kehabisan gulai kepala ikan kakap. Kasihan, tak kebagian.
Mencecap dan menyedot empuknya daging ikan diantara tulang-tulang kepala, sungguh nikmat. Meski harus konsentrasi dan butuh waktu ekstra.
Piring penikmat perkedel plus itu sudah kandas. Habis, bersih total. Tak bersisa.
Dia mulai ngomong, kawannya sesekali mengangguk atau menggelengkan kepala. Entah, apakah itu respon terhadap omongan temannya, atau gerakan akibat menikmati gulai kepala ikan.
Tiba-tiba aku ingin bertanya, sesaat setelah gelas teh hangat selesai kuteguk.
"Pak, maaf, mau tanya. Di cabang mana, JNE memberi layanan pengemasan barang ?. Rumah saya di daerah, ..." , kusebut alamatku.