"Bapak harus tahu, barang kerajinan bekas sachet kopi itu, Termasuk hasil si .... " , kusebut nama anaknya, ....
Mereka akan terus belajar dan memproduksi berbagai anyaman. Membuat tas, membuat tikar, membuat vas bunga serta pernak-pernik lainnya. Hasilnya, lumayan, untuk beli buku bacaan bersama.
Mendengar itu, dia mereda. Orang-orang sudah banyak berkerubun di depan kios itu. Entah kapan mereka mulai berdatangan.
Aku, malu. Meski suaraku tak meledak-ledak, telah meladeni orang yang levelnya di bawahku. Tapi mau dikoreksi bagaimana lagi. Sudah terjadi.
Yaa Gusti, terima kasih, Kau kuatkan aku, hingga bisa menahan diri. Menahan tanganku, agar tidak nimbrung bicara.
Masalahnya, 5 dus besar yang dikirim adik-ku itu, hasil mengumpulkan dari para penjual kopi panas. Mereka yang ngider jalan-jalan kota besar.
Adik-ku datangi mereka satu-satu, dia jelaskan maksudnya. Tidak gratis, dia ganti upah pengumpulan sachet bekas itu. Demi ingin jariah dan membantu anak-anak dikampungku. Belajar prakarya, memanfaatkan limbah, menghasilkan uang.
Di kampung kami yang berdebu saat kemarau dan becek berlumpur kala penghujan, sulit untuk bisa mengumpulkan sachet bekas kopi.
Itu barang mewah, kopi sachet barang mahal dikampungku. Kami, ngopi, kopinya dari kebun. Tanaman kami sendiri.
Kalian, tahukah, mengapa kudatangi agen ekspedisi itu ? Aku hanya ingin menanyakan keberadaan paket-paket itu. Mestinya mereka amanah, memegang janji. Apapun isinya, harus dijaga dengan baik.
Bukankah perusahaan ekspedisi mereka sudah menyanggupi dan tahu isinya.