Diary  | JNE, Kiriman Sachet Bekas Itu, Bermanfaat
SoetiyastokoAku benar-benar marah, mendengar jawabannya. Tapi aku harus menahan diri, jangan sampai keluar nada tinggi. Apalagi maki-maki.
Tanganku terkepal keras, menahan geram, yang, ingin menghujam kewajahnya. Tapi, tidak ! Ini betul-betul liar, marah-ku. Siap terjang apa saja. Sedang harga diri, harus kujaga. Tak boleh merendahkan diri, dengan tak terkendali.
Aku harus ingat, aku harus sadar. Banyak atribut lekat yang harus ditegakkan wibawanya. Tak boleh sembarangan bersikap.
Dia bilang ini soal kecil. Soal remeh-temeh, tak seharusnya aku datang. Mengusut soal beginian. Memalukan katanya.
Aku datang, baik-baik. Berkata baik-baik, ... Eee, eee, justru dia yang mengkuliah-i aku. Jari-nya, menunjuk-nunjuk, hingga satu senti dari ujung hidung-ku.
Belum lagi sudut bibirnya yang menghujam lantai. Merendahkanku.
Padahal aku ini, pelanggan kiosnya yang sepi. Kupilih jasanya, karena kasihan. Karena dekat rumah, karena anaknya satu sekolah dengan anakku. Intinya ingin menolong, membantu.
Katanya, anaknya yang teman anakku itu tak boleh ikut ulangan. Iuran bulanan telat 5 bulan. Anakku yang membayarkannya dari tabungan.
Hikmah apa yang jadi pelajaran, dari hidungku yang ditunjuk-tunjuk. Telinga-ku ditusuk-tusuk kalimat, penuh warga kebun binatang dan isi cubluk.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!