Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kerudung Keranda

24 Januari 2022   09:54 Diperbarui: 24 Januari 2022   10:42 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CERPEN  | Kerudung Keranda

Soetiyastoko

Selama ini tak pernah jadi masalah dan tidak pernah dipermasalahkan.

Jika, pas, diperlukan selalu tersedia. Walau entah itu dipinjam dari siapa dan dari pihak mana.

Dari kampung sebelah, dari yayasan, dari rumah sakit atau pun dari partai politik. Tidak jadi soal, baik bagi tetua tokoh kampung atau pun keluarga yang berduka.

Semua urusan terkait hal itu selalu beres atau cukup dianggap beres. Terselenggara hikmat.

Berbeda saat mengantarkan jenazah  ketua RW, yang tidak kebetulan dia seorang ibu.

Fasilitas itu tidak ada. Semua serba darurat.

Lalu seminggu kemudian, disusul matinya muazin sepuh warga RW ini. Adzan-nya di masjid RW sebelah.

Beliau juga yang lebih sering mengumumkan kematian dan memandikan mayat. Kali ini giliran muazin itu yang dipanggil sang pemberi hidup.

Fasilitas itu juga tidak ada. Mereka tidak tahu, selama ini yang mengontak atau mengusahakan pinjaman perlengkapan itu, siapa.

Hanya sedikit bisik-bisik, diantara mereka. Kerandanya darurat terbuat dari bambu segar. Ditutup kain batik usang.

Biasanya berkeranda besi atau aluminium. Minimal rangkaian baja ringan. Lalu dikerudungkan kain bludru berwarna hijau, berbordir benang emas. Membentuk huruf-huruf hijaiyah, lafaz kalimat tauhid. Di lengkapi nama kampung itu.

Kampung ini memang sisa dari hasil pemekaran RW. Semula satu kesatuan yang saling melengkapi. Kini terpecah jadi 3 RW.

Dua RW bahkan kini masuk ke kotamadya baru. Sedang kampung ini tetap jadi bagian Kabupaten.

Jadi kampung yang tak punya tempat ibadah sendiri, tidak punya fasilitas umum, kecuali gang-gang sempit. Tidak semua gang bisa dilewati ojek motor.

Sebetulnya ini, bukan gejala aneh di negeri tercinta ini.
Pemekaran daerah lebih sering terbaca bahwa diinisiasi oleh bagian wilayah yang surplus PAD, pendapatan asli daerah-nya.

Sedangkan wilayah yang tersisa biasanya minus. Jangan ditanya, apakah ini egoisme wilayah atau sekedar membuka peluang jabatan-jabatan baru. Pengamat politik  menyebut, bahwa hal ini hanya membuka peluang korupsi baru, dibanding efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.

Ada yang tidak berubah di kampung padat penduduk ini, tetap jadi wilayah perebutan suara. Saat pemilu.

Janji-janji politik palsu, itu aman saja berlalu. Warga kampung ini tak cukup punya biaya untuk menuntut.

Kesejahteraan warga kampung, pada akhirnya hanya jadi tanggung jawab mereka sendiri. Tak ada warga kampung lain yang peduli. Termasuk perumahan baru yang isinya orang-orang kaya itu.

Mereka itu acap kali menuduh, bila ada kehilangan, kecurian. Orang kampung yang disangkakan.

Namun, bila ada kematian di perumahan mewah itu, warga kampung inilah yang banyak berperan secara sukarela.

Mereka rela minta ijin tidak masuk kerja demi menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mengeluarkan meja-kursi, agar si mayit dapat dibandingkan di lantai, hingga memandikan, mengkafani dll. Sampai tuntas menggotong dan menguburkannya.

***

Sejak pemekaran wilayah, mereka hanya punya kerudung hijau penutup keranda. Perlengkapan kematian yang lainnya tidak punya. Tidak siap.

Dulu, sebelum pemekaran sudah diatur dengan baik.

Almarhumah bu RW, sosok yang sangat perhatian kepada warga dan lingkungannya.

Menyatukan kelompok sosial ekonomi yang berbeda. Jomplang.

Maka tak heran sudah 11 periode di daulat warga,  untuk menjabat ketua RW.

Tidak ada yang protes dan tidak ada yang bersedia menggantikan.

Di bawah kepemimpinannya, nyaris tidak ada masalah yang tidak terselesaikan. Kecuali kemiskinan, hanya berkurang sedikit.

Soal biaya-biaya lingkungan, dia tak banyak bicara. Tak berharap dari iuran warga yang tidak menentu, tetapi dari uang pribadinya.

Dalam laporan keuangan disebut, sumbangan donatur hamba Allah.

Beliau sehari-hari berjualan sayur dan barang kelontong dipasar. Punya 4 kios di sana, selain lahan penyewaan tempat parkir mobil. Cukup untuk 45 sampai 50 mobil, lahan itu awalnya kebun pisang.

Beberapa tetangga, jadi pegawainya.

Kabarnya sebelum berjualan di pasar, dia satu kantor dengan suaminya. Tak lain dulu bawahannya sendiri.

Beliau mengundurkan diri setelah melahirkan anak pertama. Lalu merintis usahanya sendiri di rumah, di gang.

***

Orang-orang yang pernah memasangkannya di atas keranda, ingat benar.  Beludru hijau itu selalu wangi dan disetrika dengan baik.

Kerudung keranda itu jadi misteri. Di mana dia berada, siapa yang menyimpan. Belum terjawab.

***

Bumi Puspiptek Asri, Pagedangan, BSD, Senin 24 Januari 2023


Tulisan ini terinspirasi oleh :

Taman Makam BPA, terima kasih dan salam hormat untuk semua tetangga-ku yang telah mewujudkannya.

Semoga Allah membalas budi luhur para Ibu, Bapak, Adik, Kakak semua.

Perjuangan kalian, menumbuhkan semangat berbuat kebajikan, untuk semua umat. Tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama maupun pandangan politik.

Perjuangan kemanusiaan yang sesungguhnya.

Sekali lagi, thank you so much.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun