Soetiyastoko
Kali ini yang kulihat
seringainya,
taring-taringnya
tidak untuk hujam
tapi
robek-robek rasa-ku
Senja dan tetesan
merah-darah
lahap mengunyah
sisa-sisanya harapan
padamu
tak kunjung ditelanKita, sudah janji
tak katakan rindu
tak dengarkan kangen
walau melangkah sepi
tanpa saling genggam
di jalan lengang
Bagaimana temukan gantimu
kenangan atas-mu
terlampau pekat
terlalu lekat
Tak ada sisa rasa asmara
untuk kuberikan ke lain romanKetika kau  standar cinta-ku
maka orang akan sakit hati
ketika
dibandingkan,
aku tak ingin begitu
tapi, tak mampuSedangkan aku
masih ingin
punya anak kandung sendiri
pun
dikau,
arah tak bisa kita tunggangiKini
resah itu
bukan anak yang belum lahir
tapi rona-mu tak terhapuskan
dikelopak-ku
hingga terjaga dari tidur.(Sedang aku telah janji, tak akan mengatakannya padamu, tentang rindu meluap banjir. Tak mungkin aku ingkar pada-mu)
Bunga tujuh rupa,
air tujuh telaga
dan penimba tujuh sumur,
syarat larut-hanyutkan cinta
sudah kutumpuk
di teras jiwa(Sedang ibu-ku sudah tiada, untuk merangkulku, untuk  menciumku. Memberi damai. Sedang kepada Tuhan, aku malu menyampaikannya. Tapi, Dia, sudah tahu)
***
Pagedangan, malam Jumat, Kamis 13 Januari 2022, di layar datar, "dunia terbalik".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H