Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Tidak, Pak RT! Sumpah! Saya Hanya Disuruh Produser!"

14 Desember 2021   22:14 Diperbarui: 14 Desember 2021   22:33 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi, apa untungnya penonton menyimak omongan yang saling tuding. Sekaligus, pembelaan-pembelaan diri, yang muncul, dipancing pertanyaan para reporter itu ?

"Itu bukan wilayah kita, untuk menemukan jawaban !" Celetuk Pak RW, sambil memindahkan kuda. Mundur kebelakang. Dia kembali terdesak. Sudah kalah dua babak.

Pos ronda, semakin asyik untuk ngobrol ngalor-ngidul.
Ada yang menyeduh kopi. Ada yang baru datang, bawa kukusan singkong.

"Pak RT, gulanya habis !" Seruan itu diarahkan padaku. Yaa, aku lupa, menyuruh Potas untuk mengisi toples plastik itu.

Aku kembali mengetik di tabletku. Sedang mengais rejeki. Enaknya jadi penulis masa kini, adalah dukungan teknologi. Tak seperti dulu jaman mudaku. Harus duduk didepan mesin ketik dan suaranya berisik.

Tidak perlu stock kertas dan amplop, lalu ke kantor pos. Antri di loket "Kilat Khusus" .
Enaknya di loket seperti itu, tidak perlu menempelkan perangko. Tinggal "dog-dog-dog, di cap".

Aah, aku jadi ingat, protes-protes gadis-gadis cantik sahabat pena-ku. "Kirimnya, 'gak usah kilat-khusus, ... Biasa saja, pakai perangko. Aku 'kan koleksi perangko !"

Aneh, kalau ditelaah dari kacamata anak "jaman now". Tinggalnya sekota, bukannya didatangi saja mestinya. Bukan surat-suratan. Ribet.

Aah, mereka tidak tahu, rasanya gelisah. Menunggu datangnya Pak Pos. Termasuk kecewa bila surat-surat yang diantarkannya ke rumah, tidak ada yang bertuliskan namaku.

Anak jaman gawai, tidak tahu arti warna kertas surat. Termasuk lipatan yang berarti kangen atau pernyataan kalbu, jatuh cinta ! Mereka juga tidak mengerti, mengapa suara bel sepeda Pak Pos, terdengar merdu. Mereka merasa aneh mendengar lirik lagu jadul yang bertajuk "Mister Postman".

Kembali ke jalur, ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun