PASKIBRA, Neo Patriot Pengikat Kebangsaan
Oleh : Soetiyastoko
Pasukan Pengibar Bendera, PASKIBRA, mereka ditugaskan ditingkat sekolah, desa, kecamatan, kabupaten, kotamadya, provinsi, perwakilan negara di luar negri di kementrian-kementrian. Dan lain-lain lokasi pengkibaran.
Adapun lokasi penugasan yang paling diinginkan adalah mengibarkan bendera di depan para petinggi bangsa. Di depan istana presiden. Berikutnya di Provinsi, di depan Gubernur.
Petugas pengibar bendera ini, setiap tahun berganti. Selalu ada seleksi perekrutan baru, dilatih dalam kurun waktu antara 2 hingga 6 bulan sebelum hari pengibaran. Tergantung pada panitia setempat.
Mereka tidak hanya berlatih fisik dan teknis baris berbaris. Bersikap tubuh yang baik , disiplin diri, pembiasaan hal-hal positif juga diterapkan selama periode latihan.
Termasuk "disematkan" dalam benak mereka kesadaran berbangsa, rasa persatuan dan kesatuan yang kuat. Hingga terbangun kebanggaan berbangsa dan semangat menjaga kesatuan NKRI.
Bangga, hormat dan sayang pada Sang Merah Putih. Suatu simbol kehormatan dan kecintaan pada Bangsa dan Negara Indonesia.
Jumlah mereka tidaklah banyak dibanding jumlah populasi keseluruhan Rakyat Indonesia.
Namun pada diri mereka yang dengan sengaja ditanamkan, penghargaan terhadap karuniaNya yang berupa NKRI, menjadikanya "serat-serat bangsa" yang terpilin sukarela, menjadi "tali besar, pengikat kesatuan bangsa".
Mereka, para mantan pengibar bendera kebangsaan, yang tersebar diseluruh penjuru tanah air. Tak ubahnya seperti "pengikat sapu lidi". Menjadikan sebatang lidi berfungsi saat dalam ikatan kuat dengan lidi-lidi lainnya.
Bersama-sama komponen bangsa yang lainnya, "berpotensi menjadikan" bangsa yang kokoh. Tak ubahnya dengan gedung tinggi, dengan "rangkaian besi beton" yang menjamin tegak dan kokohnya bangunan megah itu.
Betapa peran penting "pengikat", pada sapu lidi. Tanpa pengikat yang kuat, batang-batang lidi secara individual; tidak mampu berperan sebagai "sapu".
Menyadari potensi fungsi dan peran pasukan pengibar bendera, terhadap kehidupan bernegara. Maka perlu dijaga dan dilestarikan pola perekrutan yang baik dan fair.
Jangan sampai ada orang-orang titipan, yang tiba-tiba dimenit terakhir "diselundupkan" kedalam barisan. Seraya mengeluarkan anggota yang sudah berlatih sekian lama. Tanpa alasan yang jelas dan masuk diakal.
Demikian pula perlakuan, pelatihan, pembinaan sebelum pengibaran bendera. Seharusnyalah patuh pada standar yang telah ditetapkan secara nasional. Termasuk pemilihan pembina dan pelatih lapangan.
Tidak boleh asal tunjuk pelatih dan pembina lapangan. Harus ada kriteria baku yang dijadikan standar.
Harus dipilih manusia yang tidak cacat integritas.
Tidak hanya itu, tetapi harus meliputi perlakuan, pembinaan sesudahnya. Harus dijaga dan dipelihara. Sesuatu yang tidak boleh disepelekan. Calon Paskibra, pelatih, pembina dan mantan Paskibra, ... Mereka adalah aset bangsa.
Bukan sekedar bedak pelengkap penampilan pesta ulang tahun kemerdekaan.
Pembinaan setelah purna paskibra adalah sebuah proses penting. Tidak boleh diabaikan. Mereka harus diberi peran pemersatu, pengikat.
Hal ini bukan berarti memperlakukan mereka sebagai anak emas. Dibedakan. Namun diberikan kesempatan untuk menumbuhkan potensi masing-masing.
Agar bisa hidup mandiri dengan baik. Bukankah, mereka adalah "krim terpilih" anak bangsa.
Jangan biarkan mereka tumbuh liar dan terbuang, ...
Yang hadir pada pelatihan-pembinaan Paskibra berikutnya. Sebagai penghardik adik angkatan yang tengah berlatih. Konon hal seperti itu, tak jarang terjadi terutama ditingkat kecamatan, kabupaten-kota.
Mantan Paskibra harus tetap dibina, disesuaikan dengan kondisi individual. Dengan demikian, semangat dan kerelaan mengabdi kepada bangsa tetap terpelihara.
Bahkan diharapkan dapat berperan aktif sebagai pereda dan pencegah munculnya aksi-aksi yang mengganggu kohesi bangsa.
Menjadikan mereka pelopor-pelopor penjaga NKRI. Menjadikan pertumbuhan politik demokratis yang beradab.
Mengeliminir, sikap partisan kelompok politik yang "kanibalistik dan rusuh".
Menjadikan, warga bangsa bertumbuh dengan kesadaran. Bahwa perpolitikan dalam bingkai ideologi Pancasila, adalah tentang pilihan-pilihan program. Dan kapasitas menejerial calon pejabat publik.
Bukan politik identitas dan sara yang menyekat-sekat dan memecah belah. Mengadu domba. Seperti yang terjadi belakangan ini. Riak-gelombangnya masih terasa.
Masyarakat pengibar bendera, menyadari, menyadari pentingnya pemilihan "komandan barisan", "komandan regu". Seseorang yang paling kompeten, menurut pandangan mereka dan para pelatih.
"Komandan terpilih" bukanlah orang yang menyodorkan diri dan mengaku bisa". Seperti dalam politik praktis.
Sebagian politikus berjuang mencari pengakuan kapasitas, dengan baliho, spanduk dan acara pencitraan lainnya. Bukan dengan karya nyata yang dapat dirasakan masyarakat.
Berbeda dengan dilingkungan Paskibra, komandan adalah, seseorang yang paling mumpuni dalam memimpin, diantara mereka..
Bukan orang yang haus jabatan dan lapar penghormatan protokoler. Pemburu peluang korupsi. Bukan yang seperti itu !.
Mari kita dorong pertumbuhan peran penting yang seyogyanya dimainkan para mantan pengibar bendera.
Mereka telah berkorban, berani tertinggal pelajaran di sekolah dan tanpa dibayar.
Berpanas-panas berlatih keras, terkadang diperlakukan kasar, demi berkibarnya Sang Saka Merah Putih.
Bagaimana menurut kalian ? Mudahkah jadi seperti para beliau pasukan pengkibar bendera itu ?.***
Bekasi-Barat, Kamis, 18 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H