Keyakinan tentang eksistensi (keberadaan) Allah swt atau Tuhan Yang Maha Esa memang telah diterima sepenuhnya dengan baik oleh kalangan penganut agama umumnya. Meski perlu dicatat bahwa atheis atau atheisme bukanlah kejahatan.
Tetapi substansi keimanan rukun-rukun yang lain dituntut oleh fakta-fakta yang aktual haruslah dikanji kembali dengan sungguh-sungguh..
Mengingat:
Cita-cita luhur “Islam membawa rahmat bagi semua” belum tercapai hingga kini setelah melalui banyak “trial and error” yang menyedihkan. Iman hanya berada dalam diri kita dan memang hanya untuk diri sendiri. Tetapi untuk membangun dunia mutlak diperlukan usaha bersama dan kerja nyata.
Aqidah berbasis kepercayaan cenderung mendistorsi perintah Allah berikut yang demikian jelas dan kuat:
(42:43). Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.
Institusi Islam tidak appresiatf terhadap hak-hak azasi manusia dan aspirasi kemanusiaan; hal yang dapat dianggap sebagai melampaui kehendak Tuhan atau mengada-ada.
Institusi Islam risih dan resist terhadap aspirasi keadilan sosial dan sosialisme..
Hendaknya Islam dijaga dan dicegah dari ketundukan yang di luar batas terhadap pikiran-pikiran atau benda-benda yang tidak reali
Note: “The Longest Journey is The Journey Inwqrd”
Agama/Aqidah Berbasis Amal Perbuatan atau Budi Pekerti