Mohon tunggu...
Soetan Basa Ferdiansyah
Soetan Basa Ferdiansyah Mohon Tunggu... -

Student of Naval Architecture FTUI;\r\nChairman & Cellist of OSUI Mahawaditra;\r\nLove Engineering,Music,Literature,History,and Swimming

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

A trip to Etinjing (Etika Enjinering)

19 April 2011   06:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:39 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya cerita ini adalah sebuah tugas yang diberikan oleh dosen saya pada mata kuliah Etika Enjinering. Beliau adalah Prof Raldi Koestoer, seorang dosen di Departemen Teknik Mesin UI. Beliau sudah cukup berumur namun semangatnya jangan ditanya,tidak kalah dengan anak muda sekalipun. Beliau masih sering menjadi pembicara di berbagai institusi, punya sebuah perusahaan yang memproduksi alat - alat kesehata, masih bisa memdesign sepeda lipat sendiri, dan yang paling beliau banggakan adalah beliau masih sering main musik bersama The Professor Band(band yang pemainnya adalah guru-guru besar UI semua).

Menurut beliau, perjalanan ini nanti akan membentuk karakter kami para calon insinyur kelak dimasa depan. Agar kami lebih peduli dengan kaum marginal. Bukan Cuma bekoar -koar di seminar-seminar,buku,artikel, atau omong kosong belaka. Kalian adalah mahasiswa teknik. Teknik itu konkret! Mampu berkontribusi melalui tindakan nyata.(sebenarnya saya pikir kata-kata ini justru sangat sombong, seolah menepikan disiplin ilmu yang lain yang juga mampu berkontribusi dibidangnya masing-masing,IMHO loh ya!hehe)

Coba deh kita perhatikan apa yang akan kita alami sebagai seorang mahasiswa,khususnya UI. Kita sebenarnya bisa saja dengan semangat 45 belajar di kampus,dan mendapatkan IPK yang tinggi dikemudian hari. Dan dengan senang hati pula kita akan diterima oleh berbagai perusahaan.Jangankan nasional, perusahaan luat negeri pun mau merekrut kita. Kalau gajinya jangan ditanya. Pasti akan terus meninggkan seiring dengan perjalanan karir kita. Namun kita akan secara tidak langsung menjadi manusia individualis dengan orientasi tujuan yang sempit. Apa artinya hidup kita jika tujuannya hanyalah untuk sukses diri sendiri dan berkeluarga sampai akhirnya menafkahi keluarga kita dengan baik. Itu hampir sama saja dengan binatang yang memang tujuan hidupnya untuk mencari makan dan beranak pinak. Hidup untuk diri sendiri.

Akan jauh lebih mulia jika mulai sekarang kita berusaha untuk memupuk rasa kepedulian sosial dan nasionalisme kita. Tidak usah yang muluk-muluk. Tidak harus turun kejalan. Tidak harus ikutan demonstrasi. Cukup dengan mengunjungi kaum-kaum terpinggirkan.Dengarkan keluhan mereka dan rasakan pahitnya hidup yang mereka alami. Jangan lupa bantu semampu kita. Ini adalah contoh kecil bagaimana kita memulai memupuk rasa kepedulian terhadap sesama. Agar hidup nantinya lebih bermakna. Nah dari pada berpanjang lebar,lebih baik kita mulai saja perjalanan suci ini.Hehehe.Bukan bermaksud pamer loh ya! Malahan ini sebenarnya tugas yang diminta dosen. Mudah-mudahan apa yang kami lakukan menular semangat kepada yang lain juga.

Sebelum melakukan perjalanan tugas ini, kami kelompok 10 berdiskusi dulu untuk menentukan siapa akan bekerja sama dengan siapa sebab kami hanya diperbolehkan untuk melakukan kunjungan berdua atau bertiga saja sedangkan anggota kelompok ada 5 orang. Akhirnya saya berkongsi dengan Nofri,Metal 2008. Sempat pusing untuk menyocokkan jadwal tapi akhirnya kita bisa berangkat di hari Minggu tanggal 27 Februari 2011,sehari sebelum tugas dikumpulkan. Tak apalah,yang penting tugas selesai.

Saya dan Nofri janjian di halte Gerbatama UI pada pukul 10.00. Rencananya dari halte itu kami akan meneruskan perjalanan ke tempat target yaitu satasiun pasar minggu. Karena hujan yang tiba-tiba datang dengan deras, terpaksa saya dan Nofri harus mengundur perjalanan. Kira-kira 45 menit berikutnya hujan pun reda.Hore.Kami bisa memulai perjalanan. Setalah saya sms Nofri ternyata dia lagi siap-siap minjem kamera temannya.Awalnya kita berniat pakai kamera saya saja, tetapi kamera itu terlanjur dibawa teman kontrakan saya untuk mendokumentasikan perjalanannya lomba marketing plan ke salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Untunglah Nofri bisa mendapatkan pinjaman kamera. Sebenarnya bukan kamera sih, tapi HP yang ada kameranya dengan resolusi yang lumayan tinggi.Kalau tidak salah itu adalah Sony Ericson yang sudah menggunakan operating system Android.

Perjalanan kami benar-benar dimulai ketika sebuah bus Metromini jurusan Depok-Pasar Minggu lewat. Tanpa berpikir panjang, Nofri langsung menyetop bus itu. Kami pun naik. Tak ada cerita istimewa di dalam bus itu. Yang ada hanyalah musisi jalanan yang bernyanyi sebuah lagu band indonesia yang tidak saya kenal. Menu lainnya adalah macet yang bikin gerah. Tapi saya sudah maklum, jalanan itu memang sering mampet karena ada pertigaan arah Cinere dan banyak angkot yang suka ngetem ikut memperparah keadaan. Tuk Tidak ada jalan lain selain bersabar. Pasti tuhan menghargai kesabaran kami tadi. Amin.

Setelah 30 menit didalam bis kota, sampailah kami ditujuan yaitu Pasr Minggu. Bus itu berhenti di depan Ramayana pasar Minggu. Baguslah sekalian kami bisa belanja oleh-oleh untuk diberikan ke nara sumber. Sepertinya belanja di ramayana adalah pilihan tepat. Tempatnya da di depan mata dan harganya pun biasanya cukup murah. Tanpa berlama - lama saya dan Nofri membeli sembako. Agang bingung memang tapi untunglah saya mulai terbiasa dengan belanja barang seperti itu sejak hidup ngekos dan jauh dari orang tua. Beberapa barang yang kami beli adalah gula,kopi,teh,mie instan,ikan sarden,gula,dan lain-lain. Setelah merasa barang belanjaan cukup kamipun pergi ke kasir untuk melakukan pembayaran.

Pejalanannpun dilanjutkan. Kami keluar dari gedung pertokoan itu dan menyeberangi jalan lewat jembatan penyebrangan Pasar Minggu. Ada beberapa orang yang tiduran di jembatan itu dan meminta - minta. Agak mengenaskan memang keadaan mereka. Tapi serba sulit juga bagi saya. Memberi mereka sedekah atau tidak. Kan ada undang - undang dari Pemkot DKI yang melarang memberi pengemis dan orang jalanan uang. Pilihan sulit. Tapi yang pasti naluri kemanusiaan kita tidak bisa dibohongi.

Sebenarnya ada banyak pilihan rumah kaum marginal yang dapat kami kunjungi di didaerah itu. Tapi ternyata teman saya Nofri sudah lapar. Jadi kita makan siang dulu di sebuah warteg di pinggir jalan. Ternyata itu warteg masakannya enak juga.Sepertinya lebih enak dari warteg Shinta yang ada di Kutek.hahaha.

Setalah makan yang cukup dan kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan. Arah yang kami pilih adalah menyusuri rel kereta kearah selatan dibagian kiri. Ada banyak pemandangan menarik disana. Beberapa rumah yang tidak layak huni dibangun tidak beraturan. Bahkan ada rumah yang ukurannnya sekedar panjang tubuh manusia saja. Didalamnya hanya bisa dijadikan tempat tidur satu orang saja dan menyimpan sedikit perkakas. Tapi tentu saja keadaannya sangat tidak nyaman. Anehnya ada beberapa rumah yang sedikit agak besar namun memiliki garasi dan diisi oleh sebuah mobil. Ada yang mobilnya avanza,kijang,bahkan terrano.Sepertinya yang memiliki mobil ini adalah bos-bos dari pemulung -pemulung tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun