Pilihan instrumen investasi semakin banyak, sebelum muncul ramai-ramai mata uang krypto, forex dengan skema sistem perdagangan alternatif dan binary option menjadi favorit para penggila risiko tingkat dewa.Â
Saya sebut investasi forex dan mata uang krypto khusus buat penggila risiko tingkat dewa karena instrumen investasi itu bisa kita bikin kaya dalam sekejap, tetapi dalam sekejap juga bisa langsung jadi miskin.Â
Kalau saya yang sangat konservatif ini pasti bakal menghindari kedua instrumen investasi itu. Pasalnya, risiko yang hadir bukan sekedar dari fundamental pergerakkan harga melainkan juga penipuan dari para komponen terkait.Â
Nah, dikutip dari blog Suryarianto.id, ini kisah saya yang menggeluti liputan perdagangan berjangka sekitar setahun pada periode 2014 - 2015. Simak kisahnya berikut ini :
Sebenarnya, investasi atau trading Forex [bukan berdagang mata uang asing sesungguhnya] adalah transaksi bilateral yang diadakan oleh piala berjangka. Jadi, skema investasinya akan mempertemukan si nasabah pialang berjangka dengan pedagang berjangka.
Instrumen komoditas yang diadu bukan sekedar valuta asing, tetapi ada emas sampai indeks saham di luar negeri.
Nanti, ada yang menang dan kalah dalam transaksi tersebut. Pemenang di sini adalah yang mendapatkan keuntungan dari pengambilan posisi awal, sedangkan yang kalah adalah yang mengalami rugi. Â
Instrumen investasi ini legal di Indonesia dan memiliki regulator yakni, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (Bappebti). Ibaratnya, Bappebti adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) para lembaga jasa keuangan yang ada di Indonesia.
Nah, secara legal, transaksi bilateral itu dilakukan lewat pialang berjangka yang terdaftar di dua bursa berjangka yang ada di Indonesia yakni, Jakarta Future Exchange (JFX) dan Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX).
Regulasi untuk transaksi derivatif skema bilateral ini bisa dibilang tidak terlalu ketat. Meskipun begitu, Bappebti terus menyempurnakan regulasi hingga jumlah penipuan pialang berjangka berkurang drastis.
Investasi Forex dan Kisah Kelamnya
Investasi derivatif bilateral itu tidak hanya berisiko kepada nasabah saja, tetapi juga pialang berjangka.
Pasalnya, pasar investasi ini terlalu luas hingga orang asing bisa menjadi nasabah di pialang berjangka di Indonesia.
Kisah ini terjadi pada 2015 ketika izin PT Soegee Futures dibekukan oleh Bappebti gara-gara pengaduan nasabah yang gagal melakukan penarikan.
Ternyata, Soegee Futures tidak mencairkan dana nasabahnya bernama Cheung So Yan karena ada indikasi transaksi mencurigakan.
Pada Maret 2015, Direktur Utama Soegee Futures Ido Handika menceritakan, dia mendapatkan surat transaksi mencurigakan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) terkait dana nasabah yang statusnya warga negara asing tersebut.
Namun, Ido kecewa karena Bappebti tiba-tiba membekukan izin usaha tanpa melakukan konfirmasi.
"Malah, regulator memerintahkan kami untuk mencairkan dana dalam tujuh hari kerja," ujarnya.
Transaksi Cheung So Yan dicurigai karena warga negara asing itu membuka rekening di 11 pialang berjangka, termasuk Soegee Futures, dalam waktu bersamaan.
Adapun, izin usaha Soegee dibuka setelah pialang berjangka itu mengikuti perintah dari Bappebti untuk mencairkan dana nasabah tersebut.
Kasus Rex Capital Futures senilai Rp5 miliar
Setahun setelah uangnya lenyap, Achmad Amir dkk mengundang jurnalis untuk mengungkapkan kisah uangnya yang dibawa kabur pialang berjangka pada Februari 2015.
Amir menceritakan, Rex Capital Futures telah membawa kabur  uang senilai Rp5,09 miliar pada 2014.
Kisah bermula  pada awal 2014, dia berencana menambahkan dana untuk investasi lewat Rex Capital Futures senilai Rp300 juta. Namun, pialang berjangka itu meminta Amir transfer uang ke rekening yang berbeda dari biasanya.
Rex Capital Futures beralasan, rekening yang lama sedang mengalami kendala teknis.
"Saya pun tidak curiga karena rekening yang baru juga atas nama Rex Capital Futures," ujarnya.
Namun, disitulah petakanya, uang investasi Amir bersama beberapa nasabah Rex Capital tidak jelas nasibnya. Alhasil, Amir bersama Agung Sabarkah dan Marthin Mikael dimediasi Bappebti dengan direksi Rex Capital.
Rex Capital pun berjanji akan mengembalikan uang nasabahnya secara utuh.
Sayangnya, pasca mediasi, pialang berjangka itu malah hilang di telan bumi. Bappebti pun membekukkan izin usaha Rex Capital pada 19 Agustus 2014 dengan alasan pialang berjangka itu menggunakan rekening terpisah untuk dana nasabah.
Tidak ada perkembangan, Bappebti pun mencabut izin usaha Rex Capital. Namun, direksi pialang berjangka itu tak kunjung muncul hingga Amir dkk mengadakan jumpa pers tersebut.
Agung Sabarkah, salah satu nasabah Rex Capital, mengungkapkan, uang mereka belum ada sinyal dikembalikan oleh pialang berjangka tersebut. Bappebti pun selaku regulator hanya meminta bersabar.
"Kami pun melaporkan kasus ini ke kepolisian dengan aduan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujarnya.
Amir Menambahkan, sampai jumpa pers itu, proses hukum baru sampai pemanggilan tersangka yakni, salah satu marketing Rex Capital.
"Namun, pihak terkait belum juga memenuhi pemanggilan," ujarnya.
Sampai saat ini, saya tidak mengetahui nasib selanjutnya para nasabah Rex Capital tersebut. Hasil pencarian di Google pun tidak menampilkan perkembangan terbaru kecuali hasil jumpa pers pada Februari 2015.
Bappebti, Regulator yang Tumpul
Korban kenakalan pialang berjangka begitu geram dengan Bappebti yang dinilai sangat tumpul. Jauh sebelum kasus Rex Capital, ada pula kasus PT Danagraha Futures yang melarikan uang nasabah senilai Rp14 miliar pada 2011.
Awalnya, Danagraha Futures mengungkapkan alasan mereka tidak bisa mencairkan dana nasabahnya yakni, broker utamanya di Amerika Serikat (AS) MF Global dinyatakan bangkrut.
Masalahnya, Danagraha tidak memiliki izin bertransaksi di luar negeri. Artinya, transaksi sampai 2011 adalah ilegal. Nasabahnya pun geram dan melaporkan pialang berjangka itu ke polisi dengan tuduhan penipuan.
Nasabah yang geram dengan lambatnya gerak Bappebti. Mereka pun meminta hakim mendesak regulator perdagangan berjangka itu untuk menyelidiki kasus agar cepat tuntas.
Hakim pengadilan pun menghentikan proses kasus itu karena seluruh wewenang ada di Bappebti.
Setelah itu, kasus Danagraha ini tidak ada kabar lagi. Izin pialang berjangka itu pun dibekukan oleh Bappebti karena tidak memenuhi ketentuan modal bersih.
Saya pun menelusuri jejak kantor Danagraha yang beralamat di Jalan Tulodong Bawah X Nomor 44, Jakarta Selatan. Di sana, ada sebuah rumah berlantai satu yang dijaga oleh beberapa satpam.
Menurut satpam, kantor Danagraha itu masih melakukan beberapa aktivitas walaupun agak jarang. Namun, kontrak rumah itu akan habis pada 15 Maret 2015 dan tidak akan diperpanjang lagi.
Faktor Sumber Daya Manusia yang 'Asal' Dapat
Industri berjangka mengalami perkembangan yang stagnan karena faktor sumber daya manusia yang kurang mumpuni. Skema perekrutan beberapa oknum pialang berjangka yang seperti penipuan menjadi salah satu faktornya.
Pada 2015, saya menelusuri beberapa pialang berjangka. Salah satunya, PT BPF sedang melakukan perekrutan.
Seorang pemuda baru lulus sedang menunggu diwawancarai. Saya pun iseng untuk bertanya-tanya terkait posisi yang didaftarnya di perusahaan pialang berjangka tersebut.
"Saya enggak tahu posisi apa, tetapi karena memang butuh kerjaan dan ada panggilan. Akhirnya, saya datang saja untuk wawancara," ujarnya.
Bahkan, dia tidak tahu BPF itu bergerak di bidang usaha apa.
"Coba kamu cari di google BPF penipuan," ujar saya kepadanya.
Dia pun terkejut banyak hasil rekrutan dengan skema mirip penipuan tersebut. Jadi, mereka akan dijadikan marketing perusahaan dengan target tinggi untuk mendapatkan nasabah transaksi derivatif bilateral.
Biasanya, calon nasabah akan ditawarkan investasi dengan dana awal Rp100 juta, tetapi belakangan sudah ada yang mulai Rp10 juta.
Lalu, perkembangan para marketing ini pun nantinya akan dijadikan trader untuk membantu transaksi nasabahnya.
Pemuda tadi pun tetap mengikuti wawancara dengan BPF, tetapi akan menolak segala penawarannya.
Pengalaman itu sempat saya alami ketika masih mencari kerja. Saya yang lulusan jurnalistik pun mencari media massa, terutama cetak atau online untuk pelabuhan awal.
Nah, ketika di pameran lowongan kerja, ada sebuah perusahaan yang mengklaim sebagai media ekonomi tertua di Indonesia.
Saya pun meraba media ekonomi yang ada di Indonesia paling Neraca, Bisnis Indonesia, Kontan, dan Investor Daily. Keisengan muncul, saya pun daftar berpura-pura menjadi orang polos dengan mendaftar lowongan sebagai reporter.
Namun, tiba-tiba saya dipanggil lowongan dengan kerja sebagai marketing. Ternyata perusahaan itu adalah salah satu pialang berjangka.
Permainan Teknologi Sistem Perdagangan Bilateral
Saya mendengar cerita ini dari seorang teman yang sempat bekerja sebagai TI di perusahaan pialang berjangka pada periode 2014.
Dia menceritakan, transaksi forex atau bilateral itu ada 'sedikit permainan' dari pialang berjangka. Jadi, nasabah akan diberikan peluang untung pada beberapa transaksi awal.
Hal itu membuat psikologis nasabah makin bernafsu untuk bertransaksi dengan jumlah yang lebih besar. Nah, saat itu permainan dimulai yakni, sistem akan dibuat 'ngelag' ketika nasabah ingin mengambil posisi jual.
Hasil akhirnya, nasabah akan mengalami kerugian karena adanya lag waktu saat ambil posisi jual.
Nah, isu itu kian mencuat karena ada  nasabah PT Monex Investindo bernama Sugianto Hadi yang menuding kerugian yang dialaminya senilai Rp34 miliar dalam 16 hari.
Hadi geram karena Monex menilai kerugian nasabahnya itu disebabkan oleh jaringan internetnya. Padahal, Hadi sudah berupaya maksimal untuk mendapatkan jaringan internet terbaik.
Menariknya adalah jawaban dari Bappebti. Kepala Biro Hukum Bappebti saat itu Sri haryati mengatakan, aksi delay, reject, dan split bukan aktivitas yang dilarang dalam transaksi sistem perdagangan alternatif (SPA) pada transaksi bilateral.
Sri Haryati mengatakan, nasabah pialang berjangka yang rugi dan protes karena menuding ada kecurangan pun sah-sah saja. Bahkan, dia menantang jika tidak puas dengan hasil mediasi, nasabah bisa membawanya ke meja hijau.
"Kalau nasabah merasa tidak puas karena fasilitas belum sempurna, kami dari regulator akan terus berusaha menyempurnakan," ujarnya.
Kuasa hukum Hadi pun mempermasalahkan, jika delay, reject, dan split bukan hal dilarang. Nasabah pialang berjangka harus mendapatkan sosialisasi sebelum meakukan transaksi.
"Klien saya sama sekali tidak mendapatkan sosialisasi terkait tiga hal tersebut [delay, reject, dan split]. Sosialisasi hanya terkait hal yang standar saja," ujarnya.
Dari sisi Anggota Komunitas Forex Budi  Setyawan menilai, delay dan reject adalah hal yang wajar terjadi dalam perdagangan forex atau emas Loco London. Penyebab delay dan reject itu antara lain, banyaknya yang mengambil posisi buka atau faktor koneksi internet.
"Asalkan, delay dan reject tidak terlalu sering sih masih wajar," ujarnya.
Banjir Pialang Asing dari Luring sampai Daring
Pialang berjangka asing luring atau offline secara diam-diam banyak bertebaran di Indonesia. perusahaan pialang berjangka asing itu bersifat ilegal atau tidak memiliki izin dari Bappebti.
Jika pialang yang memiliki izin Bappebti bisa membawa kabur uang nasabah, bagaimana dengan yang tidak?
Pada 2015, saya mendapatkan info ada perusahaan pialang berjangka asal Hong Kong berinisial M beroperasi di Jakarta, tepatnya di daerah Pluit. Konon, perusahaan itu dimiliki oleh warga negara Hong Kong.
Saya pun menghampiri kantornya yang berada di kawasan Pluit. Pihak registrasi mengakui dulu memang ada perusahaan itu di sana, tetapi ketika saya hampiri, perusahaan itu sudah tidak ada lagi.
Namun, Indonesia justru diserbu oleh perusahaan pialang berjangka online dari luar negeri. Menariknya, mereka mengaku sebagai perusahaan legal dengan izin dari regulator negara lain.
Saya sempat menemui salah satu perusahaan pialang berjangka online yang ekspansi ke Indonesia yakni, FXTM.
Saya bertanya apakah mereka berniat untuk mengajukan izin ke Bappebti, mereka pun hanya menjawab normatif yang intinya siap bekerja sama dengan regulator.
Sampai saat ini, situs resminya, FXTM hanya memegang izin dari komisi Sekuritas dan Bursa Siprus, Otoritas Perilaku Sektor Keuangan Afrika Selatan, Otoritas Perilaku Keuangan Inggris, dan Komisi Jasa Keuangan Republik Mauritius.
Lalu, Olymp Trade yang cukup terkenal di media sosial memiliki izin di bawah The Financial Commision (FinaCom) yang berbasis di Hong Kong dan New York.
Kemudian, apa masalah pialang berjangka online yang memiliki izin di luar negeri?
Secara logika, jika ada permasalahan, berarti nasabah harus berhubungan dengan regulator di luar negeri. Mengurus permasalahan dengan regulator di dalam negeri saja sulit, apalagi dengan yang berada di luar negeri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H